special chapter !
Azkia menghela nafas.
Sebelum memasuki kelasnya yang ribut, ia berdoa di dalam hati untuk keselamatan dirinya selama berada di dalam. Karena kemarin kepalanya hampir saja terkena sapu melayang dari Bagas yang marah-marah. Mengingat hal itu saja sudah membuatnya bergidik ngeri.
Sebelum Azkia berniat untuk menyapa teman-temannya, ia sudah diberi pertunjukan yang membuat ricuh seisi kelas. Terlihat Bagas, si ketua kelas yang sedang berusaha melerai (lagi) dua temannya yang bertengkar. Pakaian kedua anak itu berantakan karena ditarik, beberapa pukulan sudah melayang.
Azkia langsung saja menaruh tas dan berlari untuk menarik salah satu temannya. Doa yang dia ucapkan sebelum masuk kelas sepertinya melayang entah kemana sebelum sampai kepada Tuhan. Ia menghela nafas berat lagi.
"Kalian ini kenapa pagi-pagi berantem?!" teriak Azkia sambil menarik lengan Raka. Usahanya dibilang cukup berhasil karena yang ditarik sudah mulai menjauh dari tempat. Raka langsung saja berlari keluar kelas, tanpa memberikan peduli pada beberapa orang yang memperhatikannya sedaritadi dari luar kelas.
Sementara teman-teman lainnya masih asik menyoraki Bagas yang hampir saja terkena asma.
"Pertengkaran kedua puluh satu di bulan Agustus, Raka versus Angga!" sorak Misyel. "Yang merasa tadi taruhan, bayar sini bayar!"
"Misyeeel!" ujar Anya.
"Kenapa? Mau bayar?"
Bagas berdeham, "lo pada nggak bosen apa berantem terus tiap pagi?"
Tatapan Bagas terarah pada Angga yang memutar matanya malas. "Gue daritadi diem main pabji, dia yang narik gue tiba-tiba. Lo semua juga ngerti kan itu anak sifatnya kayak gimana?"
"Iya juga sih. Anak kelas nggak ada masalah sama dia kan?"
"Kagak ada anjir," Angga merapikan seragam. "Yang ada dia noh. Bermasalah."
"Dia bukannya anak tongkrongan ya?" celetuk Anya. "Kalau nggak salah, anak geng-"
"Barasu. Iya kan namanya itu?" timpal Gea. "Kemarin gua liat Raka ngudud di depan gang."
Azkia melotot mendengarnya. "Barasu? Beneran dia anak itu?"
"Iya lang. Jauh-jauh aja pokoknya, nama kelompoknya udah nggak jelas kamu jangan cari masalah." Anya kembali duduk di kursinya, "daripada lo kenapa-napa."
Tanpa disadari, ternyata guru sudah masuk ke dalam kelas. Pelajaran pertama dilalui tanpa adanya kehadiran Raka yang memang sudah dikenal berandalan sejak dulu. Wali kelasnya pun sampai bingung, karena Raka berhasil menjaga nilai-nilainya dan bersikap baik di depan guru.
Dalam singkat, Azkia bengong dan bingung mengapa bisa ada anak seajaib Raka. Ini bukan pertama kalinya Azkia bengong memikirkan seseorang. Saat pertama kali kenal dengan Misyel, ia bingung kenapa Misyel bisa begitu bebas pergi ke sekolah menaiki motor ninja.
Entah kenapa ia malah merasa penasaran dengan kejadian tadi pagi. Sampai Azkia tidak sadar kalau bel sudah berbunyi berisik, menunjukkan jam istirahat. Anak-anak kelas sudah berhamburan keluar, meninggalkan Azkia sendiri dengan anak yang tidur di pojok kelas.
Itu temannya, atau hantu ya?
Azkia tidak ambil pusing. Ia segera berlari keluar, bertemu dengan Anya yang duduk di depan kelas dengan Misyel.
"Gil! Sini! Kita mau diskusi tentang perekonomian sosialita."
Yang dipanggil mengangguk dan duduk di sebelah Anya. Azkia paham kalau teman-temannya memiliki objek baru untuk dijadikan bahan bicara.
"Mau gibahin siapa? Masih pagi udah gibah aja." ujar Misyel.
"Tapi kamu nurut."
"Oh iya ya."
Azkia mulai merasa kesal, "Emang kalian mau bicarain apaan?"
"Itu," Anya melirik ke dalam kelas, "si Raka. Tadi Ines liat dia digiring sama kakak kelas ke gedung belakang."
"Ines anak mana?" tanya Misyel.
"Kamu gak tau?" ujar Anya tidak percaya. "Dia anak IPA yang katanya pacaran sama kakak kelas di sekolah sebelah yang sepupu jauhnya si Bagas. Tau-taunya cuma diphp gegara Ines ketauan pernah jadian sama Putra."
Azkia bengong. Penjelasan Anya lebih rumit daripada soal Sejarah.
"Terus si Raka gimana? Tadi pas jajan dia keliatan habis di bogem?"
"Hah?" Azkia menoleh, "bukannya tadi dia udah dipukul sama Angga? Itu mukanya gak penyok apa?"
"Mana gua tau, meng." Anya mengangkat bahunya, "lagian pintu UKS masih terbuka lebar buat dia kalau mau berobat."
"Ngegampangin aja lo," ujar Misyel, "di UKS kan lagi rame sama kasus anak SMP."
"Anak SMP kenapa lagi?" tanya Azkia. Entah perasaannya saja atau bukan, setiap murid di sekolahnya ini benar-benar ajaib.
Seperti kejadian tahun lalu yang membuat Azkia heran.
Saat ekskul paduan suara sedang latihan di aula untuk lomba, tiba-tiba dua atap aula ambruk ke bawah. Beberapa murid segera menyelamatkan diri sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk, tetapi mereka terhenti saat melihat dua kepala siswa tiba-tiba nongol begitu saja dari atas.
Ternyata mereka bersembunyi di atap aula karena mencari tempat sepi untuk main catur.
Azkia merinding sendiri mengingat kejadian tersebut.
"Tapi kalau yang ini keren sih," Misyel menahan tawa. "Ada anak kelas sembilan manjat pohon depan kantin mau ambil bola, terus dia jatuh."
"Terus kerennya darimana?"
"Temen dia itu nangkep spontan, dan gak sadar badan temennya besar. Jadi dua-duanya ambruk."
Anya hampir menyembur minuman saat mendengar ucapan Misyel. Keduanya tertawa bebas, berbeda dengan wajah Azkia yang mengernyit heran.
"Anya, yang jatuh itu anak baru bukan?"
"Gilang tau orangnya?"
"Kayaknya tetangga deh."
Misyel segera menarik tangan Azkia, "kalau gitu kamu bantuin dia aja gimana?
"Gak usah."
Ketiga anak itu menoleh ke arah suara. Berdiri seorang anak SMP dengan wajah yang tidak asing bagi Azkia- itu Langit. Adik Samudera.
"Gak usah apa?" tanya Misyel sengit.
"Gak usah bantuin gua." Langit menunjuk ke arah Azkia yang kebingungan, "Gilang. Makasih ya, gua tunggu di depan gerbang nanti waktu pulang."
Azkia semakin bingung saat melihat Langit tiba-tiba pergi dari depan kelasnya. Anya dan Misyel hanya bisa diam memperhatikan bahu adik kelasnya semakin kecil karena menjauh.
"Anjir, dia kenapa?" Anya menoleh ke arah Azkia, "lo bener-bener kenal sama anak tengil itu?"
"I- iya, dia adiknya tetangga aku."
Misyel menggulung lengan bajunya, "itu anak nggak ada adab banget anjin-"
"Bahasamu nak! Masuk kelas sekarang!"
Ketiga anak itu berlari ngibrit masuk ke kelas meninggalkan guru mereka sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
loose steps | cheolhan
RomanceGian menyukai hidupnya sebagai single parent dari anak laki-lakinya. Pekerjaan yang stabil, akrab dengan keluarga dan rekan kerja, dan memiliki anak yang pintar sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Namun apa yang akan terjadi jika Samudera yang ba...