45 • berpegangan tangan

152 13 0
                                    

Azkia memperhatikan Gian dari kusen pintu. Menyaksikan ayahnya tertidur di atas sofa dengan televisi yang masih menyala, sambil memegang secarik foto yang digenggam erat. Tidak tahu dengan apa yang sebenarnya Gian sedang lakukan, tetapi Azkia hanya bisa tersenyum tipis sembari menghampiri ayahnya yang tidak sadar dengan kehadirannya.

Universitas membuatnya sangat lelah daripada sebelumnya. Karena waktu semakin berputar dengan cepat, Azkia tidak bisa selalu menggenggam tangan Gian setiap saat. Terkadang ia harus melepasnya untuk beberapa saat sambil menyiapkan diri agar mampu memegang tangan anak kecil miliknya sendiri di masa depan. Dua tahun lagi, Azkia akan seumuran dengan ayahnya yang waktu itu baru saja berani untuk bisa menggendong Azkia. Waktu yang berjalan memang cukup menyeramkan kalau kita tidak sadar dengan sekeliling kita.

Azkia mengambil remote di lantai dan mematikan televisi yang mengganggu tidur ayahnya. Ia duduk disamping Gian yang masih tidak sadar sambil bersandar ke sofa di belakang, menghela nafas lega karena minggu depan sudah masuk ke libur semester. Azkia merogoh toples cokelat di meja dan berpikir tentang kegiatan yang kemungkinan akan ia lakukan nanti sambil mengisi waktu liburannya yang cukup panjang.

Hari pertama liburnya juga bertepatan dengan tahun ketiga ia dan Gian pindah ke lingkungan ini. Perumahan yang terlalu banyak menaruh kenangan dalam jangka waktu hanya tiga tahun saja. Azkia memeluk pelan tangan ayahnya yang menjulur ke bawah, lalu menyenderkan kepalanya lagi ke belakang. Tidak nyaman, tetapi yang penting ia masih bisa dekat dengan Gian.

Mungkin Gian masih memikirkan waktu dimana ia melihat Azkia menemukan foto yang disembunyikan. Berpikir kalau anaknya semakin menjauh setelah Gian tidak sadar melihat Azkia di dalam gudang tersebut. Justru Azkia pun tidak tahu harus melakukan apa karena hal itu, sebab Gian terlihat sangat sedih dan terkadang pulang kerja dengan murung, membuat Azkia sedikit berpikir ulang jika ingin kembali dekat dengan ayahnya.

Tiba-tiba, ia ingat dengan Langit. Anak itu pindah ke kampung halamannya tanpa sebab, dan hanya menitipkan cokelat batangan sambil memeluknya erat di dekat gapura komplek waktu itu. Bisikan maaf dari Langit sempat membuat Azkia kebingungan, tetapi ia tidak terlalu mengambil pusing. Gian juga meminta Azkia untuk tetap berbicara dengan Langit meskipun berjauhan.

Ternyata waktu memang berjalan terlalu cepat.

Secara tidak sadar, Gian mengelus pipi anaknya pelan dalam tidurnya. Lama kelamaan ia pelan-pelan terbangun sambil mengatur nafasnya yang sedikit tersendat. Gian merubah posisi tidurnya dan disambut dengan gumpalan rambut tebal Azkia tepat di depan hidungnya. Tanpa aba-aba, Gian langsung memeluk erat anaknya yang sama kagetnya dengan Gian.

Keduanya tidak mengucapkan apa-apa, hanya berusaha menggali kehangatan dalam pelukan yang sudah lama tidak mereka temukan. Semakin erat Gian memeluk badannya, semakin dalam Azkia membenamkan wajahnya di tangan ayahnya. Hangat. Harum. Rasanya seperti ketika ia masih bisa digendong oleh Gian beberapa tahun yang lalu.

"Baru pulang, nak?"

Azkia mengangguk. "Mmhm. Tadi aku pulang cepet, soalnya di luar mendung."

"Mau.." Suara Gian terdengar gugup. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam pikirannya saat ini. Gian tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang, karena dadanya semakin lama terasa sangat berat. Apa yang ia inginkan sebenarnya?

"Ayah."

"Hm?"

"Aku mau makan bareng ayah." ucap Azkia sambil menoleh ke belakang, "aku mau makan malem sama ayah deh."

Gian termenung sesaat, memikirkan kalimat yang baru saja diucapkan anaknya. Namun senyumnya merekah. "Kita makan sekarang ya. Kebetulan ayah belum masak apa-apa buat malem ini."

Azkia mengangguk. Ia bersandar di sofa dan memakan kue kering dari toples satu per satu, sambil memperhatikan ayahnya yang sudah beranjak dari sofa. Gian terlihat sedang menguap lebar-lebar sambil mendekati kulkas yang pintunya penuh dengan catatan bahan makanan yang sudah habis. Apapun hasilnya nanti, Azkia tahu kalau ia akan makan enak sekarang, jadi tidak terlalu khawatir dengan apa yang ada di dalam pikiran Gian saat ini.

Suasana rumahnya memang tidak seberisik kelasnya yang akan ia rindukan selama sebulan, namun Azkia jauh lebih rindu dengan rumah yang satu ini. Kemungkinan besar besok ia akan membersihkan kamar dan membantu ayahnya selama seharian, dengan catatan data ponsel yang sudah dimatikan. Mungkin juga Azkia akan pergi menonton film, atau pergi ke kampung halaman, dan bisa jadi keduanya akan memakan es krim sambil berdiam diri di dalam rumah.

Ada banyak hal yang Azkia rindukan untuk dilakukan bersama Gian, sehingga ia benar-benar akan melakukannya nanti selama libur kuliah. Selain itu, mungkin ia juga akan menyelesaikan apa yang pernah terjadi pada waktu itu yang menyebabkan hubungannya dengan Gian agak tidak membaik selama beberapa bulan. Terutama masalah mengenai ibu kandungnya, dan Samudera.

Pria yang ternyata memang benar pernah mendekati ayahnya ini sudah lama tidak terlihat oleh Azkia lagi. Bahkan terakhir kali ia melihatnya pun ketika mengantarkan Langit pergi pulang kampung. Setelah itu, Samudera tidak terlihat lagi batang hidungnya, dan Azkia sama sekali tidak melihat pria itu berkomunikasi lagi dengan Gian. Tidak mungkin mereka berdua berkomunikasi selama Gian berada di kantor, karena Azkia sendiri tahu kalau pekerjaan Samudera beda dengan ayahnya.

Mencurigakan? Tentu saja. Bahkan Azkia juga tidak terlalu menyadari kalau Samudera sempat dekat dengan ayahnya sampai beberapa hari yang lalu, ketika Juan sudah jarang terlihat pergi ke lapangan futsal bersama Samudera. Tukang bubur langganannya pun mengatakan kalau ia tidak pernah melihat pria beralis tebal itu lagi. Seolah sudah menghilang dihembus angin entah kemana tujuannya.

Lamunan panjang Azkia sontak hilang bersamaan dengan sendok yang tidak sengaja Gian lemparkan ke sofa. Ketika menoleh ke arah dapur, ia hanya bisa melihat ekspresi ayahnya yang kaget dan sedikit lega karena sendok tersebut tidak mengenai kepala anaknya. Meskipun Azkia langsung mengomel pada Gian yang sekarang menghampirinya sambil membawa dua buah mangkok, ia tidak bisa benar-benar marah kepada ayahnya.

Mungkin, besok Azkia akan mencoba untuk membantu Gian keluar dari permasalahan diantara keduanya. Berbekal selembar foto yang kini sudah aman berada di dalam saku celananya, Azkia meyakini diri sendiri kalau ia akan mendapatkan jawabannya besok. Meski tidak mungkin akan dapat semua jawaban teka-teki ini dari awal hingga akhir.

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang