28 • zaman

258 43 4
                                    

"SELAMAT PAGI KEDIAMAN BAPAK GIAN!"

Gian yang merasa baru saja tidur siang itu sontak langsung bangkit dari sofa. Sebuah suara datang entah darimana dan itu membuatnya kaget. Jantungnya sudah berdebar kencang karena ia mengira hari itu Polisi datang ke rumahnya untuk mengecek seisi rumah (entah kenapa Gian memikirkan hal ini). Nafas Gian masih terengah-engah, tetapi ia berusaha untuk pergi ke teras dan melihat siapa yang sudah membangunkannya.

Dalam bayangannya sudah berdiri seseorang dengan gagah dan wajah yang sangar, tetapi yang sebenarnya sedang berdiri di depan rumahnya adalah anak Pak RT yang membawa tumpukan selembaran, berisi ajakan untuk gotong royong membersihkan komplek.

Tidak lain anak Pak RT itu adalah Juan alias tetangganya sendiri yang mengenakan kaos kutang dan juga celana pendek yang biasa digunakan untuk berlatih futsal.

Ekspresi wajah Gian yang awalnya kaget sekarang berubah menjadi kesal. Si pelaku hanya tertawa hahahahehehe melihat Gian yang memijat dahi pelan, sambil memberikan selembar kertas ke arahnya. Sebelum Juan dapat mengatakan apapun, Gian sudah terlebih dahulu masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan Juan yang berdiri mematung di luar.

"JANGAN LUPA DATENG YA!" teriakan Juan masih dapat terdengar, "KALAU ENGGAK DATENG NANTI DIPUNGUT BIAYA!"

Gian menghela nafas sambil mengusap kasar wajahnya. Ini semua masih terlalu pagi, Gian sama sekali belum bisa berpikir apa-apa karena otaknya masih dalam keadaan off, mungkin wujud otaknya seperti bubur bayi yang dimakan Azkia saat masih kecil. Sangat lembek dan tidak ada niat untuk dapat bekerja dengan baik.

Untung gotong royong itu dilaksanakan hari Minggu nanti. Jika itu diadakan hari ini, Gian memilih untuk membayar 50.000 lalu pergi kembali tidur. Berubah menjadi kepompong selimut dan diam di dalam kamarnya selama beberapa jam. Mungkin juga ia akan menyuruh Azkia untuk melakukannya saja.

Tetapi Azkia sama dengan Gian.

Sama-sama pemalas.

Jika Gian hari itu sudah malas, Azkia akan merasa malas dengan kelipatan 0,5. Anaknya memang suka untuk berdiam diri sambil memakan camilan. Berbeda jauh dengan masa kecil Azkia yang sangat-sangat hyper dan tidak bisa berhenti sebentar. Tidak jarang Gian harus memiliki stok balsem dan juga koyo untuk pinggangnya yang rapuh akibat selalu menggendong Azkia.

Masa-masa yang indah.

Gian kembali duduk di sofa sambil membaca ulang kertasnya, sampai tidak sadar kalau Azkia sudah keluar dari kamar. Anak itu duduk di sebelah Gian dengan loyo, menyembunyikan wajahnya di ketiak Gian dan memeluk Gian erat. Yang dipeluk hanya tertawa melihat kelakuan Azkia yang selalu seperti ini jika ia ingin sesuatu.

"Lagi laper ya?" tanya Gian sambil mengelus punggung anaknya. Azkia menggelengkan kepala.

"Terus kenapa dong?" Gian menaruh kertas di atas meja, kembali fokus untuk memeluk Azkia menggunakan kedua tangannya yang sekarang kosong.

"Lagi mau sama ayah aja." Azkia mendongak, menatap kedua mata Gian. "Habisnya kangen."

Hati Gian terenyuh jika Azkia melakukan hal-hal kecil seperti ini. Ia tertawa pelan, mengusap rambut anaknya dan mengangguk, "kalau gitu sama ayah dulu ya, nanti kita makan siang bareng-bareng habis ini."

Keduanya tidak bergerak sama sekali dari sofa. Hidung Gian masih mengendus-endus kepala anaknya yang wangi. Ini sudah menjadi kebiasaan Gian sejak Azkia masih kecil. Entah kenapa, aroma itu sama sekali tidak berubah dari dulu. Kecuali jika Azkia baru selesai olahraga, pasti akan berubah menjadi bau keringat.

Ayah dan anak itu masih diam dalam posisinya masing-masing, sampai Gian mendengar sebuah suara yang berasal dari perut Azkia. Ia tertawa bengek melihat anaknya yang malu-malu kucing saat ketahuan kalau ia sudah lapar. Karena keduanya dipastikan baru bangun tadi siang, Gian memilih untuk memesan makanan saja daripada memasak. Tenaganya untuk melakukan kegiatan sudah terbang entah kemana perginya.

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang