"Gua bingung gimana cara yang paling aman buat jelasin ini semua ke lo, setelah lo berminggu-minggu tinggal di kosan ini dan secara enggak langsung lihat apa yang gua lakukan sama Gian."
Kalimat yang diucapkan Samudera langsung menarik seluruh perhatian Joshua yang pada awalnya terfokus ke arah jendela. Suasana hari itu sudah hujan sejak tadi pagi, sebuah alasan mengapa kini mereka berdua sedang berdiam diri di kasur Joshua. Walaupun hanya ditutup dengan selimut tebal, Joshua bisa melihat gerak-gerik Samudera yang ragu ingin bertanya.
"Bebas. Terserah kamu mau bicara darimana."
"Gimana kalau gua mundur aja dari semuanya?"
"Mundur?" tanya Joshua dengan wajah keheranan. "Kenapa bisa kepikiran gitu? Ada apa diantara kalian berdua sampai kamu yang hampir kemarin-kemarin senyum terus sekarang jadi gini?"
Samudera menelan ludahnya gugup. Matanya melirik ke pintu kamar, berusaha memikirkan jawaban yang tepat. Karena jika Joshua mendengar jawaban asli Samudera, mungkin yang akan terjadi di kosan ini adalah pertengkaran. Meskipun sebelumnya mereka sedang berduaan, tidak akan membiarkan satu sama lain bebas dari kesalahan.
Alis Joshua bertaut curiga melihat Samudera yang tiba-tiba diam. Ia memukul pelan lengan atas sahabatnya tersebut, berusaha untuk meminta jawaban yang jelas. Namun aksinya tadi tidak membuahkan hasil. Yang dipukul malah menggaruk kepalanya dan kembali menarik selimut untuk kembali melanjutkan tidur.
"Samudera, jawab dulu." ucap Joshua sambil membalikkan badannya. "Kenapa tiba-tiba mau jauh dari Gian?"
"Enggak apa-apa. Lupain aja, bukan sesuatu yang penting ini kok."
"Tapi kenapa mukanya jadi semrawut? Pasti ada sesuatu kan diantara kalian berdua?"
Samudera berdecak, "dibilang bukan apa-apa. Balik tidur aja."
"Terus kenapa bingung buat cerita? Karena aku teman kerjanya Gian sampai kamu enggak mau jujur? Memang serumit apa pertanya-"
Ucapan Joshua tertahan ketika melihat Samudera yang tiba-tiba bangkit dari kasur. Perasaannya sudah campur aduk, mirip ketika ia tidak sengaja bertanya kepada Samudera tentang Marcella. Ini akan menjadi sebuah masalah yang panjang jika Joshua selalu ingin tahu tentang sesuatu yang bukan masalahnya.
Saat Samudera hampir memegang knop pintu, Joshua segera bangkit dan menarik pelan tangan Samudera. Menahan agar pria itu tidak pergi sebelum ia bisa menjelaskan semuanya, bersamaan dengan adanya sesuatu yang menarik tali hati Joshua. Dan itu lumayan nyeri.
"Maaf. Tolong jangan pergi dulu." ujarnya sambil menundukkan kepala. "Sebentar aja, temenin dulu. Jangan dulu pergi."
Samudera menghela nafasnya panjang. Ia menganggukkan kepalanya dan kembali duduk di atas karpet, bersebelahan dengan Joshua yang mengikuti gerakannya. Meskipun tidak terucap, Joshua terlihat lega ketika Samudera mengurungkan niatnya untuk pergi.
Namun, sekarang yang ia dapatkan adalah keheningan. Hening yang menyiksa diri, membuat Joshua jatuh ke dalam lamunan antara dirinya dan pikirannya. Menoreh kembali perkataan juga ingatan pahit yang sudah susah-susah ia kubur di ujung pikiran. Joshua meluruskan kedua kakinya sambil bersandar ke Samudera.
Dalam diam, Joshua berpikir jika apa yang ia ucapkan tadi mungkin memang benar. Bisa saja Samudera menarik kembali niatnya untuk berbicara karena baru ingat kalau Joshua adalah teman kerja Gian. Atau mungkin karena Samudera ingat dengan kejadian Joshua bertanya tentang Marcella, dimana Samudera kesal sebab Joshua bukan siapa-siapa diantara mereka.
Bukan.. siapa-siapa.
Diantara.. mereka?
Memang betul, karena Joshua datang saat Samudera sudah mendekati Gian. Tandanya Joshua memang hadir disaat Samudera lebih dulu jatuh cinta kepada Gian. Seperti tamu yang baru saja tiba setelah acara sudah mulai dua jam yang lalu. Joshua adalah seorang tamu diantara mereka dan Samudera berhak membatalkan niatnya untuk berbicara karena hal itu.
"Samudera."
"Hm? Kenapa Shua?"
Joshua menoleh ke arahnya, sambil menatap lekat-lekat kedua mata Samudera. Ia dapat melihat Joshua seperti sedang menahan diri untuk tidak menangis. Tanpa ba bi bu, tangan Samudera menggenggam erat kedua tangan Joshua seraya dielus pelan.
"Maaf kalau aku ikut campur terus antara kamu sama Gian." lirih Joshua. "Aku enggak ada maksud buat ngelakuin hal itu, apalagi waktu itu sampai tanya soal Marcella."
Tingkah Samudera yang berhenti mengelus jemarinya membuat Joshua semakin ingin menguburkan diri.
Ia menghela nafas panjang, "aku yakin kalian ngobrol tentang aku yang enggak sopan karena pertanyaan itu. Aku bener-bener minta maaf, dan semoga kita bertiga masih bisa berteman."
"Joshua-"
"Semoga aku bukan alesan kenapa Samudera mundur buat pacaran sama Gian. Karena kalau iya," Joshua menundukkan kepalanya, "aku bisa mundur. Biar aku aja yang pergi, possibly pulang ke rumah lamaku lagi."
Samudera tiba-tiba saja mendekap erat badan Joshua. Ia tidak mengucapkan apa-apa selain mengelus pelan bahu Joshua, berusaha untuk menenangkan sahabatnya. Joshua tidak boleh merasa stres hanya karena sesuatu yang ia tidak mau jelaskan.
Walau hatinya berkata seperti itu, gerak-gerik Samudera berkata sebaliknya. Ia menggigit bibirnya dalam keraguan, karena Samudera terlalu lemah untuk menyembunyikan sesuatu dari Joshua. Melihat kedua matanya saja seperti meminta Samudera untuk memberitahu semuanya, segala hal yang ia ketahui di dalam hidup. Seolah ingin Samudera mengupas seluruh pakaiannya dan membocorkan segala jenis rahasia yang Samudera miliki.
Apa Joshua harus tahu kalau kemarin ia dan Gian sempat berbicara sehingga semuanya berakhir dengan tidak baik? Atau ia harus tahu kalau Samudera mengetahui fakta yang Gian sudah sembunyikan selama hidup? Meskipun Joshua adalah rekan kerjanya, bukan berarti ia harus tahu semuanya kan? Namun kenapa Samudera merasakan hatinya goyah?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengambil perhatian Samudera, sehingga lupa dengan fakta jika Joshua sedaritadi sudah tidak nyaman berada di pelukannya. Tangan Joshua menepuk pelan punggung Samudera, memintanya untuk lepas.
"Ah- maaf." Samudera tersenyum tipis. "Kamu mau makan sekarang enggak?"
Joshua menatap Samudera dengan ekspresi yang cukup menyedihkan. Seperti ditarik oleh sesuatu dari arah yang berlawanan, membelahnya menjadi dua bagian yang rusak.
"Iya, ayo makan. Habis itu lanjut tidur aja, ya?" ujar Joshua sambil membalas senyuman Samudera.
Layaknya penangkap lalat Venus, Samudera dan Joshua berhasil menjebak satu sama lain untuk menghancurkan mereka hingga membusuk.
♡
thank you for reading!
dont forget to vote n comment
karena sebentar lagi end.
i love u
KAMU SEDANG MEMBACA
loose steps | cheolhan
RomanceGian menyukai hidupnya sebagai single parent dari anak laki-lakinya. Pekerjaan yang stabil, akrab dengan keluarga dan rekan kerja, dan memiliki anak yang pintar sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Namun apa yang akan terjadi jika Samudera yang ba...