25 • menetes

319 47 8
                                    

Gian menghela nafas panjang sambil mengusap-usap wajahnya yang muram. Setelah enam jam berada di dalam kantor, Gian akhirnya dapat menyelesaikan pekerjaan terakhirnya untuk bulan ini. Ia menatap ke arah Devan yang masih mengetik di laptopnya dengan mata yang lumayan berat. Keadaan di dalam kantor lumayan membuatnya suntuk meskipun angin dari AC berhembus agak kencang.

Bulan Februari menjadi bulan yang cukup sulit untuk karyawan yang ada di kantor. Selain bos yang sudah diganti, esok akan ada kedatangan karyawan baru yang membantu di divisi Gian dan juga Devan. Mereka berdua menghela nafas lega karena Pakedi bukan lagi atasan mereka, ia sudah diganti oleh orang yang bertanggung jawab, tetapi tegasnya naik menjadi lima ratus persen.

Proyek untuk bulan ini lumayan mulus dan Gian mendapatkan gaji yang seharusnya sudah didapatkan sejak bulan lalu. Bos barunya adalah seorang wanita dengan senyuman yang super cantik, rambut hitam panjang dan juga sangat, sangat menawan. Namanya Ma'am Airin. Lumayan disegani di kantor sebelumnya.

Gian menyesap latte yang sudah dingin sejak beberapa jam yang lalu. Ia sengaja melewatkan makan siang dan memilih untuk menitip kopi supaya dapat pulang lebih cepat. Saat matanya melirik ke arah jam, ada tiga puluh menit lagi sampai jam pulang. Gian bersenandung sambil membereskan kubiknya yang lumayan berantakan.

Ia hobi mengoleksi berbagai warna alat tulis bersama dengan Azkia. Buku-buku catatan dan juga rapor kopian milik Azkia sudah berjejer dengan cantik di mejanya. Dibandingkan dengan meja karyawan lain, mungkin milik Gian adalah meja paling rapi dan juga cantik. Kadang Gian selalu membanggakan hal ini pada orang lain di kantor, hingga Devan sampai bosan mendengarnya.

Setelah mengelap meja dengan tisu basah dan membuangnya ke tempat sampah, Gian tidak sengaja melihat secarik kertas tebal jatuh tepat di kakinya. Ia tidak pernah melihat kertas ini sebelumnya, mungkin jatuh saat Gian membereskan folder-folder di meja. Lagipula namanya juga kertas, jika jatuh tidak akan menimbulkan suara.

 Lagipula namanya juga kertas, jika jatuh tidak akan menimbulkan suara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ternyata itu foto dirinya sendiri saat liburan bersama Azkia di Bogor. Ia ingat betul karena hari itu adalah hari yang cukup berkesan untuknya. Gian tersenyum tipis melihat wajah yang sama sekali tidak ada perubahan hingga sekarang. Yang kerap berubah hanya warna rambutnya dan berat badannya seiring waktu.

Rasanya seperti ada yang mengganjal di dalam hati Gian saat melihat pipinya yang agak cekung. Gian merasa sehat-sehat saja kala itu, ia sama sekali tidak pernah masuk ke dalam Rumah Sakit selain saat Azkia sakit beberapa tahun yang lalu. Ia mencoba untuk menghiraukan hal tersebut dan kembali memperhatikan dirinya sendiri semasa muda, tetapi bukan berarti Gian sudah tua sekarang.

"Kamu itu wajahnya timeless, Gi. Ganteng banget."

Mata Gian membesar ketika pikirannya mulai memutar sesuatu yang ia tidak ingin ingat. Foto tersebut segera ia selipkan diantara folder-folder buku, sambil berusaha mengatur nafasnya supaya dapat kembali tenang dan fokus membereskan barang di kubik. Gian diam-diam menggaruk telinganya sambil berharap suara-suara itu akan hilang secepat mungkin. Ia agak menyesal melihat foto itu, seharusnya tadi dibakar saja.

loose steps | cheolhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang