e m p a t b e l a s ✨

75.5K 7K 296
                                    

Bab depan bakalan jadi sudut pandang Hardi.

Pencet bintangnya jangan lupa ❤️🙂

*****

Aku terdiam di walk in closet, memandang tubuhku dalam balutan lingerie kiriman Sita. Aku seksi sekali memakai pakaian kurang bahan dari Sita ini.

Lingerie berwarna merah, panjangnya hanya sebatas setengah paha. Tapi tidak menerawang seperti lingerie seksi pada umumnya. Namun terlihat sangat pas di tubuhku. Sita sangat tahu selera dan benda yang cocok untuk aku pakai.

Aku mengembuskan napas pelan. Melepas kunciran rambutku, membenarkan helai rambut gelombangku. Aku menyemprotkan parfum sebelum keluar dari walk in closet.

Kalau Ibu tadi tidak menceramahi aku, sudah dipastikan aku tak akan menuruti permintaan Sita dan Elle. Apalagi Ayah juga ikut terkejut mendengar pernyataan Ibu. Elle memang bangke.

"Tugas istri itu melayani suami. Kamu kok jahat sama suami kamu to Nduk, suruh puasa sebulan." itu yang diucapkan Ibu tadi siang.

Jantungku berdebar kencang. Aku memegang dadaku saking kencangnya detakan jantungku. Membayangkan tiba-tiba jantungku berhenti berdetak karena gabut.

Aku keluar dari kamar mandi. Mas Hardi belum terlihat di kamar. Aku berjalan ke dapur untuk mengambil air minum, rumah sangat sepi. Sita benar-benar mengusir penghuni rumah, hanya tersisa aku dan Mas Hardi.

Gelas di tanganku hampir terjatuh di lantai saat sepasang tangan kekar menyentuh pinggang dan memeluk perutku dari belakang.

Sejak kapan Mas Hardi berada di dapur? Aku tidak menyadari kehadirannya.

"Pakaianmu bagus." Mas Hardi menyingkirkan rambutku ke sisi kiri.

Dia menghirup aroma tubuhku, dahinya menempel di bahuku. Bulu kudukku merinding, tangannya mengusap lembut lenganku.

"Sengaja hm?"

Dahlah mau meninggoy. Aku malu, cengkraman di gelas semakin mengerat. Awas saja kedua sahabatku itu, gara-gara baju mereka aku harus mengalami senam jantung di malam hari ini.

"M-mas." ucapku gugup. Aku memutar tubuhku menghadapnya, Mas Hardi memeluk pinggangku sambil maju satu langkah. Jarak diantara kami benar-benar dekat.

"Apa?"

"Gimana baju dari Sita?"

"Kalau kamu hanya berniat menggoda, lebih baik menyingkir sekarang atau kamu akan menyesal besok." bukannya menjawab pertanyaanku, Mas Hardi malah membahas hal lain.

"Itu—aku gak niat nggoda Mas."

"Tapi?"

"Gak ada tapi-tapian." Mas Hardi mengambil gelas di tanganku, memindahkan gelas itu ke meja pantry.

Aku memekik kaget saat Mas Hardi menggendong tubuhku. Kakiku melingkar di pinggangnya dan tanganku memeluk lehernya.

"Well, malam ini mungkin akan menjadi malam panjang." ucap Mas Hardi sambil melangkah menaiki tangga menuju kamar kami.

Ternyata Mas Hardi orangnya lumayan mesum. Sekarang dia membuka pintu kamar kami. Peganganku di kerah bajunya mengencang. Mataku terpejam takut.

"Jangan takut."

Mas Hardi menjatuhkan tubuh kami di ranjang. Tangannya menulusuri dahi turun ke hidung hingga berhenti di pipiku. Aku membuka mataku perlahan. Malam pertama skidipapap lebih menegangkan daripada sidang skripsi.

Mas Hardi mengecup lembut bibirku. Awalnya aku masih kaku, tapi lama kelamaan aku membalas kecupannya. Lidahnya membelit lidahku, napasnya pendek-pendek. Tanpa kusadari tanganku merambat naik meremas rambut tebalnya, Mas Hardi mendesis karena perbuatanku.

Tanganku menyentuh rahangnya. Ia melepas pungutan liar kami, matanya sayu memandangku. Satu tangan Mas Hardi turun dari pinggangku ke paha dan mengelusnya.

"Dari pertama kali melihat tubuh kamu di kamar mandi. Kamu sukses membuat Mas kesulitan tidur." ucapnya serak.

Wajahku bersemu merah mendengar pujian Mas Hardi. Dia melihat tubuhku dari, sebentar, dari di kamar mandi? Kapan? Seketika wajahku bertambah merah. Jangan bilang—

"Mas yang bukain resleting gaunku?" tanyaku malu.

"Siapa lagi?"

"Bukannya Lisa yang bukain gaunku?"

Sempat-sempatnya kami berdebat di saat seperti ini. Gerakan jarinya memutar di pahaku membuat tubuhku meremang. Dia mengigit telingaku, kemudian menjawab pertanyaanku.

"Kamu pikir Lisa setinggi apa sampai dia bisa membuka resleting gaunmu tanpa kamu menunduk?"

Berarti Mas Hardi hampir melihat semua permukaan kulitku dulu. Njir, kenapa malunya baru sekarang?

Mas Hardi menaikkan lingerie pemberian adiknya sampai ke perutku. Matanya memperhatikan paha dan perut datarku yang terpampang jelas di bawahnya.

Mas Hardi mencium leherku. Ia menurunkan tali yang terikat di pundakku lalu memberikan kissmark di sana. Tangan Mas Hardi menjelajah semakin atas, ia meremas dadaku.

Aku melengkuh. Mencondongkan tubuhku ke arahnya, mata Mas Hardi bertambah gelap. Ia menciumi lengan yang melingkar di lehernya.

"Bisa kita mulai?"

Aku mengangguk. Baru saja mulutku menyatu dengan bibir Mas Hardi, suara ketukan pintu menginstrupsi kegiatan kami.

"Nak! Ini Mama, kalian di dalam?"

Mas Hardi membuang napas kasar. Ia tetap melanjutkan kegiatannya mencium bibirku, tangannya masih meremas dadaku. Tak memperdulikan Mama Jena yang mengetuk pintu kamar.

"Hardi? Kamu di dalam?"

Mas Hardi berdecak tak suka. Sebelum bangkit dari atas tubuhku, ia memberikan kissmark di leherku. Lalu Mas Hardi masuk ke dalam toilet. Meninggalkanku sendirian di kasur.

Aku membetulkan bajuku yang tersingkap, mengambil kimono supaya menutupi kulit tubuhku yang banyak terekspos. Aku berjalan ke pintu kamar, pemandangan pertama yang menyambut mataku adalah raut terkejut Mama Jena.

"Mama menganggu ya?"

"Enggak kok Ma."

"Tadi pintu rumah kalian gak dikunci, jadi Mama langsung masuk dengan Lisa. Dia dari tadi siang terus merengek pengen ketemu kamu." jelas Mama Jena. Aku mengangguk paham. "Mama sebenarnya sudah diminta Sita jangan pulang bersama Lisa hari ini. Tapi Lisa terus menangis. Dia tidak mau jauh dari kamu walau hanya sehari."

Aku mengikuti Mama jena ke ruang tengah. Di sana Lisa memakan cemilan yang aku belikan, dia tersenyum lebar padaku lalu langsung memeluk kakiku.

"Lisa kangen Mama."

Aku mengangkat tubuh Lisa. "Mama juga kangen Lisa."

"Lisa besok pengen jalan-jalan sama Mama." Lisa mencium pipiku. "Mama wangi, Lisa suka." ucapnya.

Aku menoleh ke Mama Jena, ia tersenyum memandangku dan Lisa. Meskipun beberapa kali aku menangkap matanya yang terus memandangi leherku yang terdapat kissmark dari Mas Hardi.

"Lisa juga wangi." aku mengelus rambutnya yang berkuncir dua.

"Hari ini Lisa mau tidur sama Mama." pinta Lisa memelas. Sepertinya kali ini misi Sita dan Elle gagal. Maaf para sahabatku, tapi Lisa lebih penting dibandingkan Mas Hardi.

*****

D U D A  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang