Bisa gak ya bab ini dapet lebih dari 100 vote?
Ngayal dulu deh 😂
*****
"Ras, udah belum siap-siapnya?" aku mematutkan diriku di depan cermin. Maxi dress silver yang salah satu sisinya terbelah mencapai pahaku. Bagian punggungku yang terbuka, gaun ini juga memperlihatkan sebelah kaki jenjangku serta leher.
Polesan make up sederhana dari penata rias yang diundang khusus. Dia merekomendasikan memperlihatkan leherku, katanya leherku indah.
Aku keluar dari kamar tamu keenam yang dirubah Mas Hardi menjadi tempat gantungan gaun-gaun, sepatu, aksesoris cantik dan merias wajahku.
Aku berdiri di belakang Mas Hardi. Aku berdeham supaya Mas Hardi menghadapku. Dia menatap kakiku sampai ke rambut lalu terdiam.
"Baju kamu gak ada yang lebih terbuka lagi?" bukannya memujiku dia malah mengkritik bajuku. Padahal aku tidak pernah memakai dress saat berpergian. Aku memakai dress karena ingin rekan kerja Mas Hardi tidak meremehkan suamiku mendapat pasangan yang biasa saja.
"Ayo berangkat. Udah jam 8." aku menunjuk jam di pergelangan tanganku.
Aku menaiki Range Rover Mas Hardi. Kami pergi ke sebuah hotel berbintang lima di Jakarta. Aku memeluk lengan Mas Hardi saat memasuki ballroom hotel.
Semua rekan kerja Mas Hardi rata-rata berperut buncit, namun mereka membawa keluarganya. Ada juga yang masih muda, tapi dari wajahnya dia terlalu songong.
"Rame juga." pandanganku menyapu seluruh tamu undangan. Di tengah-tengah panggung ada sebuah roti berukuran besar yang di atasnya terdapat angka 30.
Pasangan yang menggelar acara mewah ini menghampiri aku dan Mas Hardi. "Hardi," pria berambut hampir putih seluruhnya itu menyapa laki-laki di sampingku. "Akhirnya kamu datang."
Mas Hardi menyalami tangan laki-laki paruh baya di depan kami. "Terima kasih undangannya Pak Ferdi."
"Ini istri kamu?" tanya wanita di samping Pak Ferdi.
"Iya. Ini istri saya." jawab Mas Hardi.
"Saya seperti pernah melihat foto kamu. Tapi dari siapa ya?"
Dahiku tertekuk bingung. Istri Pak Ferdi melihatku? Dimana? Terlebih lewat foto, aku saja tidak pernah mengenal atau tahu istri Pak Ferdi.
"Aduh, saya lupa. Maklum, sudah tua." istri Pak Ferdi terkekeh sambil memukul lenganku.
"Mami!" pekik suara dari belakangku kemudian disusul kemunculan seorang pria muda. "Obat Mami belum di minum." dia menyerahkan kotak obat ke Ibunya.
Tampaknya aku mengenali punggung tegap itu. Namun berhasil mengingat orang itu. Aku tersenyum lebar.
"Loh, Ares? Ares Mahardika? Bener kan?" aku melepas rangkulanku di tangan Mas Hardi.
Ares Mahardika. Pacar sekaligus cinta pertamaku, saat berpacaran dengannya. Aku masih menginjak bangku SMP sedangkan Ares kelas dua SMA. Kami putus karena dia harus pindah ke luar negeri karena Ayah dan Ibunya sedang fokus mengelola perusahaan keluarga. Kami putus baik-baik, walau sempat sakit hati namun aku menerima keputusannya.
"Laras?" Ares menoleh kaget padaku. Tanpa aba-aba dia memeluk tubuhku. "Aku cari-cari kamu. Akhirnya kita ketemu lagi."
Pelukan salam pertemuan setelah sekian lama. Tidak ada salahnya, Mas Hardi pasti mengerti Ares teman lamaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
D U D A [END]
Romance[Sebelum membaca follow akun ini dulu] Margaretha Larasati. Dia bukan tipe gadis yang sangat rajin. Bukan gadis yang pintar memasak seperti kedua sahabatnya. Namun Laras adalah gadis yang paling santuy. Laras tidak suka kehidupannya diurusi oleh...