d u a p u l u h ✨

83.5K 6.6K 252
                                    

Sudah vote? Vote dulu kuy biar sama-sama enak 😉❤️

Btw, Laras sama Mas Hardi jarak umurnya 8 tahun ya.

*****

Aku memakai jaket kulit memberian Mas Hardi. Jaket pemberian Lintang sudah dibakar secara tragis oleh Mas Hardi. Namun sebagai gantinya dia membelikan seratus jaket kulit kualitas terbaik. Tak apalah barang dari Lintang menghilang, yang penting aku sekarang memiliki banyak jaket kulit dari suamiku.

Aku memakai sarung tangan hitam, celana hitam dan helm full face hitam pula. Outfit yang cocok digunakan untuk melayat. Mau bagaimana lagi, semua pakaianku kebanyakan berwarna gelap.

Aku melajukan motorku kantor Adit. Semua sudah terungkap, ucapannya yang tak berdasar bisa menjadi alasanku memberinya pelajaran hidup.

Aku memarkirkan motorku. Semua kaum adam yang berada di sana menengok ke arahku, namun tak ku gubris. Aku melangkah masuk ke dalam. Berhenti di meja resepsionis.

"Permisi. Ruangan Pak Adit di lantai berapa?"

"Sudah membuat janji?"

"Bilang, Laras istri Hardi ingin bertemu." aku menatapnya menusuk, dia dengan tangan gemetar menghubungi Adit.

Setelah bercakap-cakap dengan atasannya. Dia mematikan sambungan teleponnya.

"Anda bisa masuk di lantai lima belas. Ta—"

Tak kudengarkan ucapannya yang belum selesai. Aku berjalan masuk ke dalam lift, menunggu beberapa saat untuk mencapai lantai 15. Aku bertanya ruangan Adit pada siapapun yang aku jumpai. Ketika aku membuka pintu ruangan Adit. Mas Hardi juga berada di sana.

"Laras. Pasti ada hal penting kamu mau mendatangiku." posisi Mas Hardi membelakangiku. Mendengar namaku disebut, Mas Hardi langsung menghadap ke arahku.

"Lihatlah Hardi. Istrimu saja sampai mendatangi aku. Tidak Nadira, tidak Laras semua pasti akan datang kepadaku. Kamu itu hanya pilihan kedua mereka."

Sekat-kate nih orang. Aku saja baru bertemu dia hari ini, mana bisa menjadikan dia pilihan pertama. Dengan langkah anggun aku mendekat pada Adit, Mas Hadi memperhatikan setiap gerak-gerik yang aku lakukan.

Adit menyunggingkan senyum miring. "Ternyata istrimu sekarang lebih cantik dari Nadira. Tapi sayang, dia bukan orang yang setia." ucapnya masih terus mengompori suamiku.

Aku menepuk pundaknya. Ia menoleh padaku dengan senyum lebar. "Pasti kamu mau membetulkan yang—"

"Bacot!" aku memukul tepat di pipinya. Menarik kemejanya lalu mengangkat tubuh Adit sampai berbenturan dengan pintu ruangannya.

Dia tampak kaget dengan tindakanku. Adit membuka pintu ruang kerjanya. Keluar menghindari diriku, dia tidak lebih dari seorang chicken.

Aku berlari mengejar Adit. Dia mengelilingi lantai 15, pekikan tak tertahan dari beberapa wanita di lantai itu bersahutan ketika kakiku bergerak lurus namun memutar menendang tepat di kepalanya sampai dia terkapar mengenaskan di lantai.

"Lo gak bisa gelut? Kok gak lawan gue?!" aku berjongkok di sampingnya. Aku menyentuh kepalanya, membenturkan kepala kami berdua hingga dahinya mengeluarkan darah. "Lo pernah denger kata-kata kemarahan seorang Ibu itu bisa merusak segalanya?"

D U D A  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang