Aku duduk berdua bersama Lintang di sebuah bangku taman. Aku dan Lintang baru saja selesai berjalan-jalan di salah satu mall dekat rumah Lintang. Cukup melelahkan namun aku menyukainya.
"Sebentar lagi kamu bakalan jadi milik aku Ras."
Aku menyandarkan kepalaku ke dada bidang Lintang. "Iya."
"Kamu mau punya anak berapa?"
"Terserah kamu. Aku ngikut aja."
Lintang terkekeh lalu mengecup puncak kepalaku. "Aku gak sabar Ras."
Jika boleh jujur. Aku pun tidak sabar menanti saat itu. Saat di mana aku dan Lintang akan hidup bersama sampai maut menjemput. Aku mencintai Lintang, begitu juga Lintang.
Semua kehidupan kami ke depan pun sudah direncanakan oleh Lintang. Mulai dari di mana kita akan tinggal bersama nanti sampai semua kebutuhan untuk anak-anak kami.
Aku mendekatkan tubuhku pada Lintang. Melingkarkan tanganku di pinggangnya. Menatap langit yang cukup gelap karena polusi.
"Kamu mau pulang ke apartemen atau pulang ke rumah Mama?"
"Aku ke apartemen aja."
Aku melepas tanganku di pinggang Lintang. Aku mengandeng tangan Tunanganku keluar dari taman dan menaiki mobil Lintang yang terparkir tak jauh dari tempatku dan Lintang menghabiskan waktu bersama.
Lintang mengantar aku sampai ke depan apartemen. Setelah ia mencium keningku, aku keluar dari mobilnya dan melangkah menuju unit apartemenku di lantai lima.
Semoga semua berjalan dengan lancar. Hanya itu yang bisa aku harapkan saat ini. Permintaanku tidak muluk-muluk, aku ingin hidup bersama orang yang aku pilih.
*****
Semua persiapan pernikahan sudah berjalan sembilan puluh lima persen. Tinggal penyebaran undangan dan menunggu jadinya baju-baju seragam untuk keluarga besar.Aku akan mengambil cuti saat lima hari sebelum pernikahanku di mulai. Sekarang aku masih berada di depan laptop dengan semangkuk sup jagung.
Aku tidak jadi pulang ke tinggal di apartemen beberapa hari ini, tapi aku memilih pulang ke rumah Mama setelah tidur sebentar tadi di unit. Keluargaku masih terlihat sangat ramai. Kak Aurel, suaminya, Anna, Elsha, dan Mama.
"Anna, ambilin Kakak minum."
"Baik Elsha. Air putih?"
"Jangan lupa pake es batu ya Anna."
Kira-kira itu percakapan antara Elsha dan Anna. Mengikuti vidio yang mereka tonton di ponsel Ibunya.
Anna dan Elsha mendekatiku dan duduk di sampingku. "Tante." panggil Elsha.
"Apa Sha?" jawabku, mata masih terfokus pada laptop.
"Tante kalau udah jadi istri Om Lintang nanti, berarti temen Elsha sama Nana nambah?"
Elsha lebih suka memanggil adiknya dengan sebutan Nana dibandingkan Anna. Lebih mudah untuk disebutkan katanya. "Mungkin iya. Elsha gak sabar mau punya teman?"
"Iya. Kenapa adiknya gak dikasih sekarang?" tanya Anna.
"Belum bisa dong Sayang. Kan Om sama Tante belum nikah."
"Kata Mami, adik aku bisa dibuat. Kenapa Tante gak buatin buat aku sama Kak Elsha?"
Buset. Begituan dengan Lintang atau dengan laki-laki lain aku saja belum pernah. Bagaimana mau punya anak?
"Anna, Elsha."
"Ya Tante?" jawab Anna dan Elsha serempak.
Aku meletakkan laptopku di atas meja lalu merangkul pundak Elsha dan Anna. "Tante tadi bawa coklat. Kalian mau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
D U D A [END]
Romance[Sebelum membaca follow akun ini dulu] Margaretha Larasati. Dia bukan tipe gadis yang sangat rajin. Bukan gadis yang pintar memasak seperti kedua sahabatnya. Namun Laras adalah gadis yang paling santuy. Laras tidak suka kehidupannya diurusi oleh...