Beruang besar berbadan kekar terus nempel di tubuhku dari kemarin. Aku sampai mendorong tubuhnya menjauh, bayangkan aku mau ke kamar mandi untuk buang hajat. Dia mau ngikut ke dalam, mau dengerin apa di dalam toilet?!
"Kerja sana." aku mendorong Mas Hardi keluar dari kamar. "Biasanya hari Senin mendekam di ruang kerja," ucapku kesal. Dia menggeleng, ingin masuk ke dalam kamar lagi. Namun aku menghalangi dengan cara aku membentangkan tanganku di depan pintu kamar.
"Mas mau istirahat."
"Istirahat kok ikut masuk ke kamar mandi."
"Mas kebelet."
"Ya udah sana duluan."
"Sekarang sudah tidak."
Aku menghembuskan napas kesal. Masuk ke dalam kamar mandi dan menyelesaikan kegiatanku yang sempat tertunda.
Aku keluar dari kamar mandi, perutku sudah tidak sakit lagi. Akibat kemarin makan sambal terlalu banyak, perutku jadi sedikit bermasalah. Tiga jam terakhir, empat kali aku bolak-balik kamar mandi.
"Laras." Mas Hardi menutup pintu kamar, dia mungkin habis mengambil barang di luar. "Kamu tiduran." dia menuntunku tiduran di kasur.
"Mas jangan aneh-aneh. Perutku baru trouble."
Mas Hardi menaikkan kaosku sebatas dada. Bau minyak kayu putih menusuk indra penciumanku, dia menuangkan isinya ke telapak tangannya yang besar. Lalu menggosok perutku dengan telapak tangannya.
"Kemarin Mas sudah peringatkan kamu sambalnya tiga sendok aja."
"Loh, kemarin Mas Hardi nyuruhnya tiga. Terus dari aku tak tambahin tiga, impas." belaku. Perutku hangat, tidak terlalu sakit seperti tadi.
"Pusing?" tanyanya. Dia meletakkan botol minyak kayu putih di meja sebelah ranjang.
"Nggak pusing. Cuma perutnya sakit. Sekarang udah mendingan."
"Lain kali kamu harus mendengarkan Mas."
"Iya, Mas."
Mas Hardi menutup kaos yang kukenakan. Dia mengambil laptopnya, duduk di sebelahku. Mengambil tanganku untuk digenggam lalu mengetik sambil menggenggam jemariku.
"Kamu gak kesusahan ngetiknya?"
Dia menggeleng, membawa tanganku ke bibirnya. Aku menyandarkan kepalaku di lengannya. Biarlah lengan Mas Hardi keberatan menyangga kepalaku.
"Kerjaannya belum selesai ya?"
"Harus ada beberapa kasus yang harus Mas selidiki."
"Kemarin aku bersih-bersih ruang kerjanya Mas. Udah aku pisah-pisahin sesuai permintaan Mas."
Kertas di ruang kerjanya sangat menumpuk. Ruang kerja Mas Hardi sangat berbanding terbalik dengan ruang kerja CEO di rumah yang sering Mama Jena tonton. Di ruang kerja suamiku, kertas berserakan, map di mana-mana, pulpen maupun stabilo tersebar dimana-mana dan buku-buku tebal tergeletak sembarangan. Kandang kambing lebih bersih dari ruangan suamiku.
"Makasih ya Sayang. Mas belum sempat rapikan ruang kerja Mas."
"Mas gak takut nyamuk?"
"Setiap mau masuk, pasti Mas menyemprot ruang kerja Mas terlebih dahulu." tangan Mas Hardi menutup kakiku yang terbuka menggunakan selimut.
Rasa kantuk menyerang diriku. Kepala yang diusap, ditambah kecupan ringan di dahiku. Aku merasa mataku kian memberat. Lebih baik tidur daripada menunggu Mas Hardi.
"Good night, Honey." ucap Mas Hardi sebelum aku sepenuhnya tertidur. Aku membalasnya dengan senyuman lalu tertidur di lengannya.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
D U D A [END]
Romance[Sebelum membaca follow akun ini dulu] Margaretha Larasati. Dia bukan tipe gadis yang sangat rajin. Bukan gadis yang pintar memasak seperti kedua sahabatnya. Namun Laras adalah gadis yang paling santuy. Laras tidak suka kehidupannya diurusi oleh...