"PENGUNI RUMAH! MAKAN UDAH JADI!" teriakan penuh tenaga dari dapur membuat orang-orang yang bersiap-siap di dalam kamar bergegas mengambil tas masing-masing lalu berlari ke arah meja makan.
"Aku sampai duluan." Lisa menyentuh meja makan terlebih dahulu.
Regan dan Raka berdecak kesal karena kalah start dari Kakaknya. Sedangkan kembaran mereka yang lain, Arkan—berjalan dengan tenang lalu duduk di atas kursi sambil menyampirkan tasnya di belakang tubuhnya.
"Pagi Ma." sapa Arkan seperti biasa. Datar dan dingin.
"Pagi."
"Kak Asta mana, Ma?" Raka menarik kursinya, di samping Lisa.
Laras menggelengkan kepalanya lelah. Ia menarik napas panjang dan semua penghuni meja makan sudah bersiap menutup telinganya masing-masing.
"ASTAAA BANGUNN!" teriaknya sekuat tenaga.
Dari dalam kamar, pemuda yang merasa dirinya terpanggil segera membuka matanya mendadak. Dia secepat kilat duduk dari tempat tidurnya, mengabaikan denyutan pusing ke kepalanya.
"Mampus gue telat!" erangnya. Dia segera mengambil handuk yang masih rapi tertekuk di meja belajarnya.
Kemarin dia di hukum oleh ibunya mengepel seluruh ruangan di rumah. Mulai dari bagian tengah rumah hingga bagian sayap kanan dan kiri rumah. Alasan Ibunya begitu kejam karena Asta mengikuti tauran antar sekolah tanpa sepengetahuan orang tuanya, untung dia tidak di skors sekolahnya—lagi-lagi pengaruh Om Ardi yang notabenenya pemilik sekolah tempatnya menimba ilmu.
Setelah mengganti pakaian, Asta mengambil acak buku kosong di atas meja belajar dan jaket denim yang di belakangnya bertulis Jaguar melambangkan salah satu geng motor terkenal di Jakarta.
Dia menyelipkan buku tulis kosong itu di saku celananya lalu turun, mengabaikan penampilannya yang acak-acakan. Tetapi meninggalkan kesan yang menambah kadar tampan di wajahnya.
Di ruang makan tangan Laras sudah ada sebuah sapu lidi yang biasa digunakan menampar bokong Asta.
"Udah berapa kali Mama bilang—"
"Kalau aku gak boleh begadang biar gak bangun siang." lanjut Asta. Dia sudah hafal setiap tarikan napas dan kalimat yang mau diucapkan Ibunya. "Asta capek banget di suruh ngepel rumah."
"Siapa suruh kamu tawuran sembarangan?!" pekik Laras. "Keras kepala banget jadi bocah!"
"Keras kepala turunan dari Mama kali. Jangan salahin Asta dong."
"Mana ada! Mama ini penurut asal kamu tau!"
Semua saudara dan Ayahnya melotot ke arah Asta yang seakan berkata 'udah nurut aja, daripada lo suruh ngepel rumah lagi!'.
"Iya, aku turunan Papa." awalnya Asta ingin membantah namun mendapat delikan tajam dari semua saudaranya, Asta mengurungkan niat.
"Mama udah siapin bekal. Kalau kamu makan. Semua saudara kamu keburu telat." Laras menyerahkan tas berisi bekal makanannya untuk dibawa ke sekolah.
Laras bukan ibu-ibu pada umunya yang meletakkan bekal makanan di dalam tas anaknya. Ya bagaimana mau meletakkan bekal di dalam tas Asta, anak itu saja tidak pernah membawa tas kalau ke sekolah!
"Ya udah, Asta berangkat. Kak Is bareng aku atau—"
"Ngajak mati! Kak Is diantar Pak Tejo aja! Kamu bawa motor kayak mau cepet-cepet ketemu Lucifer." sela Lisa terburu-buru.
Laras melambaikan tangannya ketika kendaraan yang ditumpangi anaknya meninggalkan halaman rumah. Hardi berdiri di belakang, menunggu giliran Laras menyalimi tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
D U D A [END]
Romance[Sebelum membaca follow akun ini dulu] Margaretha Larasati. Dia bukan tipe gadis yang sangat rajin. Bukan gadis yang pintar memasak seperti kedua sahabatnya. Namun Laras adalah gadis yang paling santuy. Laras tidak suka kehidupannya diurusi oleh...