Satu chapter lagi menuju epilog.
Ini chapter panjang dan ((literally)) panas beneran
Happy reading!.
.
.Bugh!
Dentuman jerigen plastik beradu dengan jerigen kosong lainnya tak membuat para tetangga keluar. Entah berapa liter minyak tanah yang Langit buang. Yang jelas tadi adalah tetes terakhirnya, menutupi pintu masuk rumah dengan rata.
Langit mengusap tangannya yang penuh minyak ke jeans rombeng yang menjadi kesayangannya beberapa bulan terakhir. Kaos hitam oversize berlogo anime kesayangan juga tak absen menutup dadanya yang setengah jam lalu masih terhubung dengan selang.
Mata elangnya menatap sekitaran rumah. Meresapi setiap sudut yang menjadi pemandangan paginya setahun terakhir. Bersama orang-orang yang sekarang entah ada dimana dan sedang memperjuangkan apa. Langit tak ingin tau.
Ia mengambil satu botol terakhir berisi minyak tanah lagi, membawa botol itu bersamanya ke dalam rumah. Pintu utama ia kunci, lalu kakinya berjalan pelan menelusuri setiap sudut rumah yang sudah berbau minyak nan menyengat.
Langit terdiam sejenak, berdiri diam di depan meja makan. Tempat yang paling sering dihuni oleh ia dan yang lain sehari-hari. Mulai dari sarapan hingga makan malam, mereka selalu berkumpul dan duduk di tempat masing-masing. Bahkan kursi tambahan untuk Saga pun masih ada di tempat. Lengkap dengan bekas sundutan rokok Bara yang tak sengaja jatuh dan melubangi kursi berbusa itu.
"Anjing. Sedih." Gumamnya lalu melangkah ke arah dapur. Menyalakan lampu. Mengamati isi dapur yang masih sedikit berantakan.
Beberapa bungkus indomie, bekas masakan Juna yang selalu dibawa ke rumah sakit masih ada. Bahkan beberapa botol bintang yang masih tersisa setengah isinya beserta puntung rokok di asbak yang hampir penuh belum sempat terbuang. Keadaan yang selalu membuat Saga mengomel tanpa henti.
Langit hanya tertawa miris lalu meraih asbak serta bungkus mie instan yang ada lalu membuangnya ke tempat sampah. Beberapa kali berpegang pada meja sekitar karena lantai licin akibat minyak yang ia siram ke seluruh penjuru rumah.
Diraihnya korek api di dekat kompor, lalu berhenti sejenak. Menengok lagi untuk yang terakhir ruangan yang dulu hangat.
"Gue bakal kangen nongkrong disini."
Langit menghela nafas berat lalu beranjak menaiki tangga. Melangkah masuk ke kamarnya sebentar untuk menyalakan lampu. Lalu berjalan dengan sedikit sempoyongan ke arah kamar Bara yang gelap.
Dalam jalannya, ia menilik satu per satu pintu kamar semua penghuni yang kini terasa kosong. Rumah biasa sepi tapi ia tak merasa kosong. Tentu karena tau para penghuni kamar sedang tidur di kamar masing-masing. Namun kali ini berbeda. Tidak ada yang tidur disana. Semuanya kosong. Dan tak akan ada lagi yang kembali.
Langit akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar Bara. Ketika saklar ia tekan, kamar yang selalu berantakan itu kini sepi, bersih dan terlihat kosong. Lemari Bara yang masih terbuka terlihat kosong. Padahal biasanya ia bisa menikmati omelan Juna akan lemari yang isinya selalu porak-poranda tanpa aturan yang jelas. AC yang biasanya selalu menyala bahkan ketika si penghuni tak ada di tempat pun kini mati, menyisakan kamar itu bersuhu lebih panas dari biasanya dan memberi kesan sumpek. Seakan kamar itu sudah ditinggal lama.
Langit mendekat ke arah tempat tidur yang biasanya tak berbentuk. Namun kini tertata rapi bahkan selimut kesayangan Bara bercorak spiderman pun tak ada di tempat. Kasur itu hampa.
"Hah, kangen Bara gue." Gumamnya lagi sendiri.
Direbahkannya tubuh lemasnya, matanya menatap langit-langit kamar Bara dengan kosong. Hingga beberapa saat kemudian ia membuka laci paling bawah nakas Bara. Membuka kayu yang terbawah dan matanya berbinar menemukan barang yang ia cari masih ada disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...