Chapter 16

1.2K 126 26
                                    

"Nggak! Gue nggak bakal setuju." 

Suara Juna menggema ke seluruh ruangan tengah rumah hangat mereka. Sore itu, setelah semua member sudah menunaikan kegiatannya, Dewa mengumpulkan mereka di ruang tengah untuk membahas sesuatu.

"Gue juga nggak setuju, Bang. Kalo lo tinggal sama dia, lo juga pasti bakal jadi inceran mereka, kemarin aja untung muka lo ketutup helm." Bara menimbrung.

Dewa melirik Langit dan Saga yang masih tak mengeluarkan suara. Langit terlihat masih berpikir sambil menatapnya seolah dari ekspresi pemuda itu ia sudah tau bahwa Langit menolak mentah-mentah. Sedangkan Saga, berusaha hanya menjadi pendengar karena dirinya merasa belum pada tempatnya untuk bicara.

"Raja adek gue, gimana pun juga sikap dan kebusukan dia, tetep sedarah sama gue. Apalagi kita udah nggak ada orang tua kayak kalian, jadi dia tanggung jawab gue. Mau seberat dan sekacau apapun masalah dia, gue punya tuntutan untuk ngelindungin." Jelas Dewa dengan nada pasrah.

Mereka terdiam sejenak. Perkataan Dewa seakan menangkis bulat-bulat seluruh protesan yang sedari tadi hinggap di ujung bibir. Dalam hati merasa sepemikiran tentang tanggung jawab saudara, namun di satu sisi, merasa tak setuju jika anggota mereka itu memutuskan untuk pindah sementara bersama Raja sampai kondisi aman.

"Gue nggak setuju kalo lo pindah keluar sama dia. Tapi mungkin bakal lebih baik, buat lo ya, kalo ajak dia berlindung disini dulu sampe aman." 

Pendapat Langit sontak mengundang tatapan penuh kejut dari semua yang ada di ruangan, termasuk Dewa sendiri. Sempat terpikir di benak mereka untuk melontarkan solusi itu namun langsung ditangkis karena berpikir bahwa yang lain tak akan setuju.

"Hah? Nggak..nggak.." Dewa langsung menolak.

"Eh tapi gue justru lebih setuju gitu, Wa. Kita bisa bantuin lo jaga Raja juga, walaupun nggak ikhlas, tapi lebih nggak ikhlas lo melanglang buana sendiri disana ngadepin mereka yang nggak pasti datengnya buat bikin ribut lagi." Juna menyetujui.

"Apaan, sih? Kok jadi lo pada ikutan?" Dewa merasa arah pembicaraan mulai melenceng dari rencana.

"Enggak, Bang. Gue juga setuju sama Langit. Cukup gue liat lo pulang berdarah-darah. Kalo berdarah rame-rame mah hayuk, yang penting nggak ngelepas lo sendiri ke kandang macan." Bara menambahi.

Langit lalu melirik ke arah Saga yang sedari tadi masih menjadi pendengar setia. Kedua kepala lainnya juga ikut mengarah padanya, seolah meminta tambahan dukungan agar Dewa mau untuk tetap tinggal.

"Hm... gue sih setuju sama yang pendapatnya banyak. Ya, mungkin baiknya kita bareng-bareng aja, nggak kepisah, apalagi lo sendiri." Saga akhirnya berucap.

Keempat pasang mata itu lalu mengarah sepenuhnya pada Dewa yang terlihat mengerut dan tak sepemikiran. Alisnya menegas dan tatapannya menajam.

"Nggak. Lo tau kan Laskar Jogja itu bahayanya kayak gimana? Mereka bisa aja nyerang lo satu-satu pas lagi sendiri. Bahaya." Dewa masih mengelak.

"Lo ngeremehin kita, Bang?" Langit berujar, bersiap mengeluarkan reverse card-nya.

Dewa langsung menatap Langit jengah, sudah hafal betul cara si adiknya satu itu jika ada orang yang bertentangan dengannya. Bibir tipis itu bahkan belum dapat ia taggulangi sendiri jika sudah mengeluarkan kata-kata manipulatif.

"Ngit, please deh."

"Nggak, gue tau lo jago, banget..nget..nget. Ada sepuluh sampe lima belas orang ngeroyok lo juga ujung-ujungnya mereka yang tewas. Tapi pake senjata dekat. Kalo pistol kaya kemarin ada lima belas dan ngeroyok lo? Lo yakin bakal survive?" 

Devil May Care ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang