"Langit?"
Sosok yang sejak tadi beradu dengan rasa tak nyama bergelut dalam tubuhnya sontak menegak dengan cepat. Langit sedikit mematung ketika mendengar suara Saga terdengar dari arah ruang makan yang entah sejak kapan lampunya menyala.
Saga, di sisi lain, menatap Langit curiga. Pemuda itu mendekat setelah menekan saklar lampu. Langit langsung memasukkan obatnya ke dalam saku sembari fokus menarik nafas. Sejak tadi nafasnya satu-satu dan ia tak mau Saga memergokinya.
"Ngapain lo?" Hardik pemuda yang lebih tua dua tahun darinya itu.
Langit berbalik dan memasang senyum lebar, bak seorang bocah yang baru saja ditangkap basah mencuri permen diam-diam.
"Eh, udah pulang aja, Bang."
Saga tak menggubris ucapan Langit. Maniknya menulusuri wajah polos bocah itu yang tak seperti biasanya. Kantung mata Langit makin berlipat, bibirnya kering dan tak berona, belum lagi kondisi rambut anak itu yang menyiratkan tak menerima perlakuan baik dari pemiliknya.
"Lo abis ngapain, sih? Ancur gini bentukannya."
Langit langsung mengamati dirinya. Berkaos rumah dengan celana pendek seperti biasa. Tak ada yang aneh baginya. Maniknya langsung menatap balik Saga dengan kerutan di kening.
"Ngaca deh." Ucap Saga sambil mendorong anak itu ke arah depan kaca di kamar mandi lantai bawah.
Langit langsung mebelalakkan matanya. Pantas saja Bara atau yang lain curiga. Bentuk luarnya sudah semacam zombie yang terjebak di dunia selama berhari-hari tanpa makan daging manusia. Ironis.
"Shit! Untung nggak cabut pake bentukan gini. Bisa kabur cewek-cewek penggila cowok imut macem gue." Ujarnya sambil mengusak rambutnya yang lepek bukan main.
"Lagian, dari kemaren nggak nongol, giliran beresin sampah itu botol amer udah berserakan. Mandi juga..."
Saga mengendus tubuh Langit yang berantakan itu, "Hm... mayan. Nggak sebau itu." Ujarnya menilai.
"Ish, Bang! Gini-gini juga masih mandi lah gue." Balasnya lalu berjalan santai ke arah sofa ruang tengah. Langit merebahkan tubuh lunglainya ke sofa empuk itu. Diraihnya bantal panjang sebagai korban pelukan.
Saga bergabung dengan segelas air putih di kanan. Mengambil sekotak rokok di tasnya dan mulai menyulut sebatang. Langit melirik Saga, dalam hati menahan dengan sekuat tenaga nafsu untuk meraih kotak rokok itu. Hari ini sudah habis jatahnya merokok. Lima batang sehari, aturan baru yang ia buat.
Saga menghembuskan asap rokoknya dengan penuh hasrat, seakan semua beban hidup keluar bersama kepulan udara putih itu. Sejenak melirik Langit yang hanya memperhatikannya.
"Tumben nggak langsung ikut nyalain?"
Langit mencebik. Ia memiringkan badannya sambil menempatkan lengan kanan di bawah kepala, "Lagi nggak mood." Jawabnya asal.
Saga hanya bisa kembali mengerutkan alisnya namun memaklumi. Keduanya terlibat sebuah keheningan singkat. Tak canggung, karena keduanya bergelut dalam pikiran masing-masing. Hingga Saga kembali fokus ke arah Langit yang menghela nafas cukup keras.
"Tumben lo balik malem terus keliatan suntuk?" Langit akhirnya memulai.
Giliran Saga yang menjawab dengan helaan nafas panjang, "Ya gitu lah. Kalo udah semester akhir, hari terberat lo adalah hari dimana lo dapet jadwal bimbingan dosen pembimbing. UAS mah kalah dah."
"Masa sih? Tapi kan dibimbing justru dicerahkan dong? Kok malah jadi berat?"
"Ya gimana mau dicerahkan kalo jalan yang mau dikasih pencerahan itu jalan yang salah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...