Saga memainkan jemarinya, mengamati kuku jari lentiknya yang sejak tadi telah ia mainkan, terkadang ia gigiti satu persatu untuk membunuh waktu. Entah sudah yang keberapa kali dalam penyamaran ia duduk di dalam sel sementara yang ada di setiap kantor kepolisian. Tentu saja tak ada rasa khawatir akan ketidakbebasan karena maksimal dalam waktu dua jam akan ada yang mengeluarkannya dari sini.
Sebuah pintu di ruangan sel terbuka dan menampakkan seorang yang dikenal masuk dengan seorang polisi mengikuti dari belakang. Saga lantas bangkit dan mendekat, berpegang pada jeruji besi yang masih membatasinya dengan ruangan luar dan orang itu.
"Kak.." Sapanya melihat seniornya datang.
"Kenapa lagi kali ini? Lo tuh ya orang.."
"Jangan marah-marah dulu. Bisa ngomongnya berdua aja, nggak?" Bisiknya memotong omelan sang senior sambil melirik petugas yang berjaga di pintu.
Banyu, senior Saga yang datang itu, langsung menoleh ke petugas yang berjaga lalu memberikan kode untuk petugas itu memberi tempat dan privasi pada keduanya. Tentu saja petugas itu menurut karena pangkat Banyu yang tersemat di pundaknya jauh lebih tinggi.
Setelah memastikan pintu ruangan tertutup rapat, Banyu kembali menatap jengah Saga yang memasang senyum tanpa rasa bersalah khas anak yang baru saja membuat kesalahan kecil. Bukan sebuah perkara yang bisa menjebloskannya ke penjara langsung.
"Jelasin." Ucap Banyu memilih untuk mendengar dan tak membuang tenaga mengomel pada si junior.
"Gue lagi bantuin temen, ya, target. Eh, ketangkep pas ada razia pagi-pagi sama polisi preman. Dia gue suruh kabur, kalo nggak apa gunanya penyamaran gue? Plus, kayaknya juga polisi masih belum bisa masukin dia ke sel karena chaneling dia dan kelompoknya luas banget." Jelas Saga.
"Lo tau nggak ada yang aneh? Sejak kapan polisi nge-razia pake baju preman, pagi-pagi sebelum jam kerja, kalo nggak ada perintah atau laporan?" Balas Banyu sambil memicing curiga ke arah Saga.
Yang ditatap pun langsung tersenyum miring dan mengangguk pelan sambil menatapnya seakan membenarkan semua yang ada di benak seniornya yang datang dengan baju dinas berpangkat.
"Iya, gue yang bikin laporan. Puas?" Jawab Saga pasrah.
Banyu menghela nafas. Sungguh, selama beberapa tahun bekerja dengan anak itu dan membimbing Saga dengan penuh kesabaran karena usianya yang tergolong muda, ia masih tak mengerti bagaimana pola pikir Saga hingga kini.
"Buat apa, Ga?" Tanyanya keheranan.
"Buat pembuktian. Susah banget, Kak, dapet sorot kepercayaan penuh dari mereka. Apalagi satu yang tadi pagi lari sama gue. Gue butuh satu kejadian yang bisa bikin image gue memorable buat dia dan yang lain."
"Dengan ngelaporin diri sendiri?"
Saga hanya tersenyum datar, "Lebih tepatnya dengan ngalah dan ngrobanin peran sendiri buat dapet kesan heroik dan loyal."
Banyu merotasikan bolat matanya, masih tak bisa mengerti sepenuhnya akan pernyataan Saga namun ia memilih untuk menelannya bulat-bulat.
"Terus sekarang apa? Gue bebasin lo dan lo balik lagi gitu, kan?"
Saga menahan tangan Banyu yang ingin memanggil petugas untuk membebaskannya.
"Lo bebasin gue, tapi jangan sebagai senior dan sebarin kalo gue intel. Tapi lo bebasin gue sebagai kakak sepupu gue, which is, lo emang beneran kakak sepupu gue, untungnya. Soalnya mereka punya mata disini, berabe kalo tau gue intel." Ucap Saga.
"Kalo lo bilang mereka orang suruhannya banyak, kenapa nggak tunggu aja mereka bakal bebasin lo dengan suruhan? Pasti mereka bantuin lo, kan?" Banyu balik menyuarakan ambiguitas rencana Saga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...