BRAK!
Pintu rumah terbuka dengan kasar berkat dorongan tergesa dari Dewa. Juna dan Saga pun mengikuti dari belakang. Ketiganya tiba di waktu bersamaan dengan raut panik dan gelisah, terutama Dewa.
"Langit!" Teriak Dewa yang langsung naik ke kamar anak itu.
Ketika ia membuka kamar yang tak akan pernah bisa terkunci, kamar itu masih rapi, namun sudah tergeletak barang-barang seperti tas dan jaket yang tadi pagi pemuda itu kenakan saat berangkat ke kampus.
Tak ada jawaban dari kamar kosong itu. Juna pun membuka kamar mandi dalam kamar dan tak juga menemukan presensi anggota termuda mereka. Saga juga ikut membuka kamar-kamar seperti Dewa, kalau-kalau Langit berada di salah satunya.
"Bangsat! Kemana, itu anak!" Dewa berujar kesal sekaligus khawatir luar biasa. Juna pun tak jauh berbeda, sedangkan Saga, pemuda itu masih belum sepenuhnya mengerti kenapa kedua orang di depannya itu bisa kesetanan saat ini.
"Langit!" Dewa berteriak kembali dan menuruni tangga, menuju ke seluruh penjuru rumah.
"Menurut lo dia pergi keluar, nggak?" Juna berujar.
"Kalo pergi keluar harusnya sama temen-temennya, tapi tadi gue telfon Guntur, dia bilang juga nggak lagi sama Langit dan emang nggak sempet ketemu hari ini." Dewa menjawab sambil berusaha terus menghubungi nomor telfon sumber kegelisahannya.
"Hapenya mati lagi." Gumam Dewa sambil terus menggigit bibir bawahnya kuat.
"Mungkin nggak dia keluar sama nyokapnya?" Juna kembali bertanya hal yang mungkin terjadi.
Dewa terdiam lalu membuang nafas kasar, "Gue nggak tau, Bang. Bisa jadi, tapi kalo iya..."
Ucapan Dewa menggantung hingga membuat Saga juga merasa ikut tergantung, menunggu apa yang sebenarnya sedang mereka khawatirkan namun belum saatnya untuk menggali informasi.
"Argh! Ancur dah tuh anak kalo ketemu nyokapnya." Juna membalas.
"Bentar, bentar, gue masih skip banget ini, kenapa dah?" Saga akhirnya angkat bicara karena merasa sungguh-sungguh tanpa clue yang jelas. Ia bagai tersesat di tengah hutan sendiri tanpa arah sedangkan temannya yang lain sudah berlarian menuju rute keluar hutan rimba itu meninggalkannya.
Sebelum Dewa ataupun Juna merespon, suara kamar mandi bawah yang berada di dekat dapur berbunyi. Seakan baru saja ada orang yang keluar dari sana, diikuti suara langkah mendekat. Langit muncul dengan kaos dan celana pendek rumahan, rambutnya basah sambil digosokkan handuk, bak orang yang baru saja selesai mandi dan keramas.
"Hola, Adios, kenapa tadi manggil-manggil gue?" Langit berujar santai sambil mengalungkan handuk di lehernya dan berjalan untuk mengambil minum.
Ketiga makhluk yang panik luar biasa tadi seakan baru saja dibungkam tangan raksasa iblis, tak bereaksi dalam beberapa detik dan hanya saling tatap keheranan.
"Lo dari tadi di kamar mandi, the whole time kita teriak-teriak?" Dewa berjalan mendekat ke arah Langit yang tengah meneguk segelas air putih dingin dari kulkas.
Langit hanya menatap Dewa sambil masih meneguk minumnya dan mengangguk pelan. Tampang Langit juga datar tanpa rasa bersalah.
"Kenapa nggak jawab sih, Ngit, kalo dipanggil?" Juna menimbrung lalu duduk di ruang makan.
"Ya abis kalo gue jawab, lo dobrak kamar mandi pasti. Kan gue lagi telanjang, malu dong." Bela pemuda itu lalu melenggang pergi ingin naik kembali ke kamar.
"Kata Saga, tadi pagi lo ditelfon nyokap?" Dewa bertanya.
"He em." Gumam Langit menjawab tanpa berbalik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
Hayran KurguManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...