Mulmed : Langit dan Bara
Brief singkat dulu, ya..
Kapel= gereja kecil yang biasanya ada di daerah pemukiman
Suster= panggilan lain untuk seorang biarawati
Cerita ini hanya fiktif, ya..tidak bertujuan untuk menjatuhkan profesi mana pun :)
Happy reading!
Bara menggosokkan berkali-kali handuk yang setengah basah itu pada rambutnya yang masih belum kering. Ia mencomot sepotong roti bakar isi coklat yang baru saja diletakkan Dewa ke atas piring besar di tengah meja makan.
"Kalo makan sambil duduk, Bar." Ujar Dewa yang sudah berpakaian rapi dari arah dapur. Pemuda tampan itu berjalan dengan teflon kecil di tangan lalu memindahkan pancake buatannya ke atas piring di meja makan, bersandingan dengan roti bakar yang sudah hilang satu.
"Langit belom bangun, Bang?" Tanya Bara tanpa mengindahkan suruhan Dewa untuk duduk.
Dewa pun mengedikkan bahunya, "Belom keliatan, paling masih molor. Pulang jam berapa tuh anak semalem, gue balik aja motornya belom ada." Jelas Dewa lalu kembali ke arah dapur untuk mengambil teh dan kopi yang baru ia seduh.
"Wa, lo bikin kopi juga nggak buat gue?" Suara Juna menggelegar setelah kakinya berhasil turun di tangga terakhir. Juna pun juga sudah rapih, dengan kaos dan jaket putih kasualnya. Tak lupa rambut yang on point tertata modis akibat sentuhan gel rambut kesayangan.
"Hm, ambil sendiri." Ujar Dewa dari dapur.
Juna pun berjalan ke arah dapur dan mengambil dua buah cangkir, satu berisi kopi untuknya dan satu lagi berisi teh milik Dewa yang masih berkutat dengan dapur. Ia mendudukkan diri di kursi meja makan sambil melirik Bara yang masih berdiri memakan rotinya.
"Ngapain lu berdiri?"
"Nanggung, ini roti bentar lagi kelar. Tenaga gue abis dong cuma buat duduk berdiri doang pagi-pagi." Jawab Bara lalu memasukkan potongan roti terakhir ke mulut.
"Ue baunin Langit ulu." Ucapnya dengan mulut yang masih penuh.
"Kenapa nggak daritadi?" Juna membalas.
Bara pun hanya memajukan dagunya, menunjuk ke arah Dewa yang belum tampak batang hidungnya. Juna pun langsung ber 'oh' ria menangkap maksud dari Bara. Dewa adalah orang yang cukup disiplin, baik waktu maupun tata krama. Selama ada dirinya, orang-orang di sekeliling harus berlaku benar agar enak dipandang. Termasuk makan dengan posisi duduk yang benar.
Ia melarang keras para housemates-nya makan sambil berjalan. Selain tidak enak dipandang, remahan makanan juga akan merepotkannya dan yang lain. Tentu saja karena mereka jugalah yang bertugas membersihkan rumah. Sejak pertama mengontrak, kesepakatannya adalah tidak boleh menyewa pembantu. Alasannya? Keamanan.
Bara menginjakkan kaki ke tangga terakhir lantai atas dengan sedikit kepayahan. Nafasnya terengah karena berjalan terlalu cepat.
"Harus kurangin ngerokok nih kayaknya, kanker paru-paru, nanti dulu ya tumbuhnya. Bara masih mau hidup sehat." Gumamnya sambil menepuk-nepuk bagian dada.
BRAK!
"Langit! Gempa bumi gonjang-ganjing, Duarrrr kemem!"
Suara Bara menghebohkan seisi kamar bernuansa biru milik Langit. Namun setelah beberapa saat, tak ada pergerakan berarti dari si pemilik kamar yang masih bergelung dengan selimut di tengah kasurnya.
"Ahelah! Woy! Nggak ada waktu nih gue buat bangunin kebo!" Bara menarik selimut Langit yang menutupi keseluruhan tubuh anak itu.
"Tck! Enyah lo, setan lemari!" Gumam Langit yang masih memejam sambil memojokkan diri menjauhi Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...