Chapter 23

1.1K 144 25
                                    

"Ding dong! Waktu abis!" 

Suara Bara seakan membunyikan gong yang amat kencang di telinga Langit. Anak itu langsung merengut dan menatap Bara di sebelahnya kesal sambil mengelus telingnya yang menjadi korban kekerasan suara nyaring kawannya itu.

Bara dengan semangat langsung merebut kertas yang sedari tadi menyedot seluruh konsentrasi Langit. Malam itu, setelah makan malam, saatnya mentoring Langit dimulai. Dua minggu lagi adalah pekan ujian akhir semester. Kapasitas otak Langit adalah yang terendah di antara mereka, jadilah Bara, secara suka rela menjadi mentor anak itu.

Walau tak satu jurusan, otak Bara bisa dalam sekejam menyedot semua materi yang ada di buku Langit bagai vacuum cleaner. Ucapkan terima kasih pada kelebihannya yang memang terlahir jenius itu.

"Tck! Apaan nih?! Bener satu doang dan itu cuma yang gampang dari sepuluh soal." 

Bara langsung menyerahkan kertas itu pada Langit dengan cepat lalu geleng-geleng kepala sambil menatap prihatin temannya itu. Sementara para abang hanya menonton dari sofa ruang tengah, meratapi nasib kurang beruntung Langit yang terduduk di lantai ruang tengah sambil menatap Bara curiga.

Langit yang tadinya bersandar di sofa tempat Dewa berbaring langsung mengerutkan alisnya tak percaya, "Bohong ya lo? Pasti lo emang mau bikin gue keliatan bego, kan? Jadi lo salahin semua?"

Bara bangkit dari duduknya di karpet lantai menuju ke dapur. Kerongkongannya terasa kering sejak dua jam lalu menjelaskan pelajaran akuntansi pada Langit yang nyatanya tak membuahkan hasil.

"Tuh, kabur. Emang dah ini anak nggak mau ngakuin kalo gue emang agak pinteran." Bela Langit sambil menatap Juna dan Saga yang duduk di sofa, menopang dagu mereka sambil menatap Langit datar.

"Lo yakin nggak mau gue cariin bocoran soal UAS manajemen aja? Nggak percaya gue sama kapasitas otak lo." Juna menatapnya harap-harap cemas.

"Dih! Liat, Bang, masak Bang Juna nawarin yang enggak-enggak? Inget Allah, Bang. Takut sama dosa, tau nggak?"  Ujar Langit sambil menoel Dewa yang sedari tadi berbaring di sofa belakangnya, meminta backingan.

"Hm?" Dewa mengernyit ketika Langit tersus menerus menarik kaosnya.

"Ish! Belain gue, dong." Kesal Langit.

"Apa yang harus dibela? Orang beneran lo yang nggak bisa kerjain. Makanya, belajarnya ditambah." Timpal Dewa sambil memejamkan matanya kembali.

"Tau, malah asik mabok sama nyimenk doang kerjaan. Pinter kagak, gobloknya nambah iya." Timbrung Bara yang sudah kembali dari dapur sambil membawa segelas air putih dingin di tangannya.

"Gitu ya, lo semua. Tau gitu kagak gue pungut lo semua dulu, biar homeless dan tak tau arah." Kata Langit sebal sambil merebut gelas Bara dan meneguk air di dalamnya habis.

"Heh! Ahelah! Ambil sendiri, Zaenudin!" Bentak Bara kesal. Ia sudah susah-susah mengangkat galon yang tadi sudah habis di dispenser dan menunggu dengan sabar agar air dingin sudah bisa kembali mengalir. 

"Pelit amat! Gue sumpahin mandul lo!" Balas Langit tak kalah kencang.

"Mandul mulu lo nyumpahinnya. Besok lo hamil malah kaget!" 

"Bangsat! Lo kira gue punya utorus?!"

"Uterus, Pak Haji! Gila, begonya sampe ke retina mata, langsung menusuk ke pandangan gue, tau nggak?!"

"Heh! Berisik!" Dewa akhirnya kembali menimbrung ketika merasa tidurnya diusik sejak tadi oleh duo anak iblis di depannya.

"Lo sih!" Bisik Bara.

Devil May Care ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang