Converse hitam itu dengan handalnya membalikkan papan skate dengan mudah hingga berdiri dan ditangkap lincah oleh Bara. Ditentengnya skateboard hitam penuh stiker itu masuk ke dalam kapel.
Dalam jalan masuk ke tempat kesayangannya, netranya dari jauh menangkap suster Jana yang berjalan keluar dari dalam ruang ibadah kapel. Bara pun lantas berbelok, memiringkan arahnya sebentar untuk menghampiri si biarawati cantik itu.
"Suster!" Panggilnya pada Jana yang tengah berbincang dengan suster senior dari gereja lain. Bara dapat menebak karena seragam yang mereka kenakan berbeda tipenya. Jana menoleh dan tersenyum lebar menyambut Bara.
"Oh iya, suster-suster, ini namanya Bara. Pemuda gereja yang tinggal di sekitar kapel. Bara ini sering sekali ke kapel untuk berdoa atau sekedar mengobrol sama kami." Jelas Jana.
Bara pun langsung menyalami suster-suster senior itu satu per satu dengan ramahnya. Para biarawati itu ikut tersenyum ramah. Siapa sih yang bisa menahan untuk tak tersenyum kala lesung pipit dalam milik Bara itu mulai muncul?
"Yaudah, mari, Sus, saya antar sampai gerbang." Ujar Jana lalu mempersilahkan senior-seniornya untuk berjalan lebih dulu.
Ketika para suster itu sudah berjalan mendahului, Bara dengan gesit memasukkan sesuatu ke kantong baju Jana. Si biarawati pun mengernyit bingung dan menatap Bara penasaran.
"Bonus." Bisik Bara yang kemudia mengedip dan kembali berjalan ke ruangan tujuan awalnya.
Ia bersiul ketika memasuki ruangan ganti untuk para pastur dan misdinar yang bertugas jika ada ibadah. Dibukanya sebuah ruang penyimpanan jubah yang lantainya dilapisi karpet. Dibukanya suatu bagian ujung karpet dan tampak lantai yang berdebu di bawahnya. Bara menarik suatu kawat yang tersembunyi di antara lantai itu, lalu beberapa kotak ubin terangkat.
Sebuah pintu rahasia menuju ke bawah lantai terbuka, dengan tangga yang cukup Panjang ke bawah terlihat. Tak lupa, sebelum menghilang ke lantai bawah yang tersembunyi itu, Bara membetulkan letak karpet seperti semula hingga pintu masuk itu tertutup kembali.
Ia menuruni tangga itu dengan santai dan tibalah Bara di ruangan mewah bawah tanah yang selalu menjadi tempat favoritnya ketika tak memiliki aktivitas seharian.
Ruangan itu bukanlah tempat penyimpanan senjata seperti yang ada di film-film mafia. Hanya ada beberapa meja dan peralatan laboratorium canggih beserta computer di antaranya. Di sudut ruangan terdapat lemari kecil berisikan display produk yang ia rencanakan akhir-akhir ini.
Bara menghampiri seorang pemuda yang tengah mencampur suatu bahan di tangannya sambal menggunakan sarung tangan lateks khas laboratorium. Matanya ikut mengikuti kegiatan yang dilakukan rekan seotaknya itu.
"Sampe mana, Bri?" Tanyanya setelah si pemuda berhasil mencampurkan bubuk putih ke dalam suatu larutan dengan amannya.
"Baru mau batch kedua. Yang batch pertama ukuran partikelnya kekecilan, jadi malah gampang kehirup dan nggak kenceng gitu di hidung." Ujar Brian, pemuda yang tengah sibuk dengan percobaannya.
"Lo tumben kesini hari biasa. Nggak ada kelas?" Tanya Brian balik.
"Nggak ada, cancel semua. Yaudah daripada gue di rumah sama orang nggak dikenal mending gue kesini ngawasin lo."
"Idih, ngawasin. Lo kira gue kambing?"
Bara hanya terkekeh menanggapinya. Ia meletakkan tasnya di meja kerjanya dan melepaskan jaket bombernya hingga menyisakan kaus hitam polos yang nyaman.
"Oh, orang nggak dikenal yang lo maksud itu si... Gara? Gaga? Sada? Siapa? Kemarin Bang Juna cerita."
"Saga." Balas Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...