Chapter 29

1K 151 36
                                    

"Bara di dalem. Kayaknya masih belom bangun." Ucap Juna sambil menunjuk pintu kamar Bara.

Ia mengantarkan Rangga sampai ke depan pintu kamar adiknya. Tatapan dan raut wajahnya pun makin memancarkan aura yang tak bisa diartikan. Bahkan Rangga tak mau repot-repot menerka apa yang tengah dipikirkan penggantinya selama sang adik tidak tinggal di rumah.

"Thanks." Ucap Rangga lalu membuka pintu secara perlahan. Namun pergerakannya terhenti ketika Juna kembali lagi menahannya. Helaan nafas lelah dihembuskan Rangga. Apa lagi kali ini?

"Kalo dia bilang nggak mau ngomong please jangan dipaksa." Peringat Juna kemudian melangkah menjauh.

Manik hitam Rangga mengikuti punggung pemuda itu hingga menghilang ditelan tangga ke ruang bawah. Rangga menarik nafas lalu melanjutkan tujuannya. Kamar Bara gelap. Anak itu memang tak bisa tidur jika ada secercah pun sinar. Bahkan sinar matahari yang sudah amat terang, mengingat jam sudah menunjuk hampir pukul sembilan pagi, terhalau dari kamar pemuda berlengsung pipit itu.

Netra Rangga menangkap buntalan selimut yang menggulung di tengah tempat tidur. Rambut lembut Bara mencuat dari dalam, terlihat sedikit. Kekehan singkat dilontarkan sang kakak. Sudah lama dirinya tak melihat pose tidur adiknya yang selalu menggulung diri hingga menyerupai telur gulung favoritnya.

Rangga duduk dengan sangat pelan di pinggir kasur Bara. Takut kalau pergerakannya langsung membangunkan anak itu. Tangannya menurunkan secara perlahan, amat lembut dan teratur, selimut yang menutupi wajah Bara. Lekukan senyum tipis tercipta di wajah Rangga.

Wajah tidur Bara masih sama, tenang dan damai. Seakan ia bukanlah seorang yang menanggung segudang tuntutan dan kewajiban memaksa dari keluarganya. Rangga mengelus lembut rambut Bara dan merapihkannya sedikit.

"Adek gue udah gede ya." Gumamnya pelan sambil dengan penuh perasaan menikmati momen yang mungkin hanya ia yang dapat mengenang.

Perutnya seakan terasa dicubit mengingat betapa buruknya perlakuan orang tua mereka, pada Bara terutama. Padahal sudah dengan segenap hati Rangga bertekad menjadi perisai Bara yang sudah pasti menjadi target ambisi orang tuanya. 

Rangga meraba dari alis, mata, hidung, pipi, bibir hingga rahang Bara yang ia rasa telah berubah dari terakhir ia mengamati adiknya tidur. Namun sedetik kemudian ia dengan paksa menarik tangannya ketika Bara tiba-tiba membuka mata.

Bara mengerutkan alisnya dan mengerjapkan matanya berkali-kali, "Kak?" Ucapnya dengan suara serak khas orang bangun tidur.

Rangga menghilangkan senyum penuh kelembutannya dan beralih menatap Bara dengan tatapan datar. Bara mengusap matanya setelah berhasil mengubah posisi menjadi duduk dan bersandar di ranjang. Makin berhadapan lebih dekat dengan sang kakak kandung.

"Pulang jam berapa tadi malem? Sampe udah jam segini baru bangun." Ucap Rangga.

Bara melirik jam dinding di kamarnya, "Apaan, orang baru jam 9."

"Hm... gitu, udah nggak di rumah jadi pemales."

Mata Bara lantas memicing menatap Rangga kesal, "Lo jauh-jauh kesini cuma buat ngomelin gue doang?" 

Ucapan Bara seakan mengingatkannya akan tujuan awal ia repot-repot datang kesini. Rangga mengeluarkan ponselnya dan memperlihatkan Bara sesuatu. Sebuah berita yang diposting oleh salah satu platform terkenal.

Manik Bara bergerak mengikuti deretan huruf yang terpampang di depannya. Alisnya terangkat sebelah setelah berhasil menyelesaikan berita tersebut dalam beberapa detik.

"Terus?" Tanya Bara tanpa basa-basi.

"Ayah mau lo yang kelola rumah sakit cabang di Pekan Baru."

Devil May Care ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang