"Kak Ansel, ada masalah dari divisi akotrans." Ujar seorang gadis ber-name tag Hana. Gadis itu menyerahkan ponselnya ke arah Ansel yang tengah menganalisa time table di belakang panggung lengkap dengan walkie talkie di pinggang serta earphone yang menyambung ke alat komunikasi itu.
Ansel dengan cepat menyambar ponsel itu dan mendengarkan informasi dari anggotanya di seberang. Malam ini adalah malam festival kampus dan Ansel ditunjuk menjadi ketua pelaksananya. Banyak mahasiswa dari berbagai fakultas datang ke aula gelanggang yang sudah dipadati lautan orang.
"Tck! Pake mogok. Ada akotrans lainnya nggak?"
Hana dan yang lain langsung kembali sibuk untuk menghubungi pihak akotrans lain yang tengah bertugas entah kemana.
Sementara itu dari pintu masuk, Juna berjalan dengan seorang gadis cantik di sampingnya. Gadis itu menggandeng tangan Juna posesif sambil tersenyum penuh pamer pada para mahasiswi yang menatapnya iri, terutama mahasiswi Fisipol. Nama Juna tidaklah asing di mata kampus.
"Kak Jun, mau aku kenalin nggak ke temen-temen?" Tanya gadis bernama Dinda itu.
Juna hanya mengangguk antusias walau dalam hati sebenarnya penuh malas. Ia melangkah terseret mengikuti Dinda yang sudah menariknya mendekati panggung, membelah para mahasiswa yang langsung menengok padanya ketika Juna lewat, terutama para gadis. Bayangkan jika ia berjalan dengan Dewa disini? Tidak, terima kasih. Juna tidak ingin pusing memikirkan jalan keluar darisana jika bersama Dewa.
"Hana!" Panggil Dinda pada Hana, anggota Ansel tadi. Gadis yang dipanggil langsung tersenyum dan melirik Ansel sebentar lalu berlari kecil mendatangi Dinda.
"Ih! Katanya nggak bisa dateng!" Pekik Hana lalu berpelukan dengan Dinda, sementara Juna makin dibuat malas melihat dua gadis sosialita itu bercipika-cipiki penuh basa-basi.
"Bang Ansel! Nggak ada lagi, Bang. Mobilnya pada dipake sama pembicara, gimana ya?" Suara seorang panitia bertag yang barusan melewati Juna lantas menarik perhatiannya penuh.
Matanya langsung mengikuti pemuda itu yang sekarang tengah berbincang serius dengan Ansel yang juga berkalung tag panitia di lehernya. Raut Juna langsung berubah lebih cerah.
"Oh iya, gue mau kenalin lo sama Kak Jun... loh...Kak!" Dinda langsung memanggil Juna yang dengan cuek meninggalkannya dan berjalan santai ke arah Ansel.
"Duh! Mana mobil gue mogok lagi. Nggak mungkin juga kita jemput artisnya pake taksi, dong." Ansel berujar sambil mengacak rambutnya bingung.
"Anak panitia nggak ada yang mobilnya kosong?"
Pemuda di depannya menggeleng.
"Gue aja gimana yang jemput?"
Suara Juna langsung membuat Ansel menengok cepat dan melebarkan matanya. Tak menyadari pemuda yang tengah tersenyum tengil ke arahnya itu sejak tadi mendengar.
"Juna? Kok lo bisa disini?"
"Nggak penting. Lo butuh mobil, kan? Gue ada nih, nganggur." Tawar Juna sambil mengacungkan kuncinya.
Ansel terlihat berpikir sejenak lalu mengangguk. Ia mengambil walkie talkie di sakunya dan mendekatkannya ke bibir.
"Har, gantiin gue bentar. Gue mau jemput artis paling lima belas menit balik. Tolong lo awasin backstage." Ujarnya pada wakilnya. Ansel lalu melepas semua kabel yang ada di tubuhnya sambil berjalan tergesa dan menarik lengan Juna bersamanya.
"Eh! Kak Juna mau kemana?" Tanya Dinda saat melihat Juna berjalan ditarik Ansel.
"Bentar ya. Lo tunggu aja kek dimana, nanti gue telfon. Ada urusan penting." Ujarnya sambil terus berjalan melewati Dinda tanpa berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...