"Hahh! Kemana si ini orang."
Langit melemparkan ponselnya asal ke area tempat tidur setelah kembali tak mendapat balasan panggilan maupun pesan dari Dewa. Sehari sejak kedatangan Kai ke rumahnya, Dewa tak menampakkan diri, terhitung sudah tiga malam pemuda itu tak pulang.
Hanya ada Raja yang bolak-balik keluar masuk rumah, keluar di pagi hari dan pulang di malam hari. Giliran ditanyain tentang keberadaan sang kakak, pemuda itu tak tau menau. Langit amat menahan diri untuk tak menendang anak itu keluar dari rumah. Ia masih menghargai janjinya pada Dewa tempo lalu. Setidaknya sampai Dewa datang, baru ia bisa mulai merencanakan jalan terselubung untuk menyingkirkan Raja.
BRMM!
Suara motor yang dikenalinya terdengar di halaman. Langit langsung berdiri dan mengintip dari jendela kamarnya di lantai dua. Hatinya bersorak gembira ketika sosok Dewa akhirnya terlihat bersama dengan motor hitam keren kesayangannya.
Langit lantas setengah berlari untuk keluar. Kondisi rumah masih sepi karena jam masih menunjukkan pukul dua belas siang. Ia juga tak memiliki kelas hari ini sehingga bisa diam dan menikmati kesendirian di rumah.
Belum sempat Langit menarik engsel pintu, Dewa sudah lebih dulu membukanya. Mereka saling bertatapan sebentar. Langit menelusuri penampilan sang kakak yang serba hitam dari ujung kepala hingga kaki. Tangan kanannya pun masih menenteng helm.
"Darimana aja lo sampe lupa pulang tiga hari? Mau nyaingin Bang Toyib apa gimana?" Cerocos Langit langsung.
Dewa hanya membuang nafas dan tak merespon ucapan Langit. Ia berjalan ke kamarnya dan melewati Langit dengan cuek.
"Bang, ditanya tuh ya dijawab kek. Malah dicuekin!" Langit masih mengikutinya sampai masuk ke kamar.
Dewa meletakkan helmnya di meja belajar lalu mulai melepas semua atribut kemotoran yang melekat di badannya. Mulai dari jaket, sarung tangan, scarf, hingga sepatu dan kaos kaki. Langit seketika mengerutkan keningnya ketika tangan Dewa yang tadinya terbalut sarung tangan sudah terkspos dan dipenuhi dengan warna merah.
Si kakak langsung masuk ke kamar mandi dan terlihat membersihkan tangannya yang sudah agak lengket. Lehernya pun juga terdapat noda berwarna merah, serupa dengan yang ada di siku dan pundak ketika Dewa melepaskan kaosnya.
Pikiran Langit langsung mengarah ke yang tidak tidak. Ia sempat menyaksikan Dewa yang versi ini di bulan-bulan pertama mereka baru tinggal serumah. Tak pulang berhari-hari, pulang dengan pakaian serba hitam, dan bercak merah di beberapa bagian tubuh, namun bukan berasal dari badannya.
Ia memutuskan untuk menyalakan AC kamar Dewa dan menunggu sang kakak selesai dengan duduk santai di kasurnya. Tak sampai sepuluh menit, Dewa kembali keluar dengan rambut basah dan tubuh sudah bersih dari noda merah. Ia berjalan ke arah pintu kamar yang terbuka untuk menutupnya.
"Kalo nyalain AC tuh pintunya ditutup." Ujar Dewa akhirnya mengeluarkan suara.
Ia membuka lemari dan mengambil sebuah kaos. Setelah mengenakan pakaian dengan benar, Dewa membaringkan tubuhnya di samping Langit yang masih duduk di kasur dan menatapnya penuh penghakiman. Dewa memilih untuk mengelak dan memejamkan matanya.
"Jadi, si abang gue nih kemane je?" Mulai Langit.
Dewa menghela nafas kembali, "Kok lo udah di rumah?" Alihnya.
"Nggak ada kelas. Kok lo nggak pulang tiga hari?" Alih Langit balik dengan cepat, tak ingin percakapannya dilencengkan.
"Ada urusan." Jawab Dewa singkat.
"Urusannya?" Pancing Langit lagi.
Dewa lalu membuka salimut dan langsung berbalik memunggungi Langit sambil menyembunyikan seluruh badannya di balik kain itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...