Prang!
Bruk!
"Aish! Bangke!"
Langit mengumpat kesal sambil terduduk di lantai. Matanya masih setengah terbuka sedangkan keadaan samping kasurnya sudah porak poranda. Niatnya hany mematikan alarm yang terlalu berisik di nakas malah berujung naas.
Ia membanting guling kembali ke kasur dan berdiri tanpa melirik pecahan gelas di bawah kakinya. Langit menggaruk rambutnya yang gatal dan bau rokok bekas semalam. Ia matikan alunan Chemical Romance yang masih memekakkan telinga.
"Tck! Betadine abis lagi." Gumam Langit sambil mengangkap telapak kakinya yang sudah basah dengan cairan merah kental, lengkap dengan pecahan beling cukup besar masih menempal disana.
Ia mencabut beling itu santai lalu berjalan seolah tak terjadi apa-apa di kakinya. Matanya mematut diri di cermin besar kamarnya. Noda merah tercetak di kaos putihnya. Langit menarik kaosnya dan ternyata ada beling juga menancap di perut datarnya.
"Yailah... budeg abis ini gue diomelin." Gumamnya kesal lalu berjalan keluar kamar sambil menutup noda merah yang ada di bagian depan kaosnya.
Jam sudah menunjuk pukul satu siang saat ia turun ke dapur, tempat berkumpul para penghuni rumah. Harum masakan pun sudah semerbak dari dapur. Pasti hasil kreasi Saga dan Dewa. Beruntung hari ini hari Minggu, jadi Langit tak perlu repot-repot tergesa mengobati lukanya.
"Bujangan satu bangun juga akhirnya." Sapa Juna yang tengah menyesap kopi paginya. Rambutnya masih porak poranda, tanda pemuda itu baru saja keluar dari persinggahan mimpi.
"Diem lo, pelakor." Balas Langit malas.
"Ish! Masih sensi dia." Balas Juna lalu kembali melirik ke ponselnya.
Bara melirik Langit ketika anak itu menepuk bahunya, "Ape?" Tanya anak itu acuh tak acuh.
"Ada betadine nggak?"
Bara dan Juna langsung meoleh serempak pada Langit.
"Kenapa lo?" Tanya Bara, sementara Juna langsung scanning tubuh Langit dari bawah hingga atas.
"Tck! Ada nggak?" Tanya Langit kembali karena malas menjelaskan. Sudah pasti ia akan diomeli jika ketahuan.
"Ya jawab dulu kenapa?" Balas Bara tak mau kalah.
"Ish! Yaudah gue beli sendiri." Ucap Langit lalu melangkah keluar.
"Heh! Kenapa itu kaki lo?! Kok Ubinnya merah?" Juna langsung memekik dan menarik Langit duduk.
Dewa dan Saga pun turut mengalihkan fokus mereka dari dapur ke arah Langit yang sudah dipaksa duduk Juna. Kaki Langit diangkat Juna, dan otomatis pemuda itu menghela nafasnya sembari menatap Langit kesal.
"Mau kabur kan, lo?" Hardik Juna.
"Dih! Kata siapa? Kan tadi makanya gue nanya betadine." Jawab Langit.
Setelah itu Dewa mendekat diikuti oleh Saga, "Bar, ambilin betadine di kamar gue." Titah Dewa.
Juna langsung bergeser untuk memberi tempat bagi Dewa melaksanakan tugasnya. Pemuda itu lantas menaiki tangga, berniat memeriksa keadaan kamar Langit.
"Kenapa, nih?" Tanya Dewa sambil masih membolak-balikkan kaki Langit yang berdarah.
"Kena beling. Tadi pecah terus gue injek." Jawab Langit sambil masih sibuk menutupi noda merah di kaosnya yang mulai membesar.
"Kok bisa?"
"Ya tadi pas bangun, mau banting jam eh malah yang kebanting gelas. Kena deh gue." Balas Langit santai sambil bercanda, namun Dewa tak menggubris.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...