Chapter 3

1.7K 144 18
                                    

Jam silver yang harganya menunjukkan angka dua digit di tangan Dewa menunjukkan angka tujuh lewat tiga puluh menit. Hal ini menandakan baru setengah jam bar tempatnya bekerja buka. Dalam waktu yang singkat dan terbilang masih terlalu pagi untuk mengunjungi tempat hiburan malam itu, sudah terhitung lima wanita yang duduk di meja bar, sibuk menonton Dewa meracik minuman.

Malam itu ia mengenakan warna hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki. Beberapa kancing atas kemejanya dibiarkan terbuka, memperlihatkan dada bidangnya yang terekspos tanpa sengaja. Rambutnya ditata dengan gel namun masih terkesan asal-asalan hingga membuat beberapa helai menjuntai di dahi. Wangi khas maskulinnya meyeruak hingga memuai kaum hawa yang duduk manis di hadapannya. Dewa selalu terlihat memikat tanpa usaha berarti yang terlihat seperti cowok-cowok pada umumnya.

"Satu blue lagoon, untuk Kak Brigita." Ujarnya sembari menyodorkan segelas minuman berwarna biru ke arah wanita yang mengenakan mini dress berwarna merah maroon.

Sekali lihat, ia bisa memastikan umur wanita itu jauh lebih tua dari dirinya. Belum sempat menarik tangan kembali, sentuhan lembut di punggung tangan Dewa seakan membuat netranya menatap si klien. 

"Bisa bayar cash?" Tanya Brigita dengan nada yang flirty.

Dewa menarik bibirnya membentuk senyum tipis. Maniknya masih melirik tangannya yang digenggam oleh wanita itu.

"Bisa, totalnya seratus lima puluh." Ujarnya lalu berusaha menarik kembali tangannya namun kembali ditahan.

Wanita itu meraih dompetnya dengan sebelah tangan dan mengambil lima lembar uang berwarna merah dan menyelipkannya ke tangan Dewa yang masih ia genggam.

"Kembaliannya kamu simpen aja..." Alisnya terangkat sambil menatap Dewa seakan memberi kode untuknya menjawab.

"Dewa." Balasnya singkat.

Brigita mengangguk lalu menyempatkan diri untuk mengelus tangan bartender tampan di depannya sebelum pemuda itu menarik tangannya kembali.

"Thank you." Ujarnya sambil melebarkan senyumnya, namun tak terlalu lebar.

"Kamu free malam ini? Habis kerja?" Wanita itu masih mencoba membuka topik percakapan yang Dewa tau akan menjurus ke arah mana. Tentu saja, ia sudah berkecimpung di dunia ini lebih dari setahun. Sudah cukup mudah baginya untuk menangkap gelagat tante-tante horny ketika melihatnya sekali tatap.

"Hm..." Dewa menggumam dan terlihat berpikir sambil mengetukkan jarinya ke permukaan meja bar.

"Ada beberapa janji." Jawab Dewa.

"Kosongnya kapan, deh?" Wanita itu tak menyerah.

"Kalo mau sewa temen tidur, bisa langsung ke belakang aja. Pasti ada slot buat malam ini." Ujar Dewa tak berminat.

Pandangannya berniat untuk mengalih ke bola es batu yang sedari tadi ia coba rapihkan, namun pergerakan dari Brigita seakan menarik perhatiannya cukup banyak. Wanita itu mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam. Julukannya black card, biasanya hanya para konglomerat yang kekayaannya mencapai puluhan triliun yang memiliki kartu jenis ini.

"Sayang sekali, bartendernya yang malah menarik perhatian." Kode Brigita sambil membolak-balikkan kartu hitam itu di hadapan Dewa.

Dewa terlihat menimang. Jadwalnya hari ini adalah menemani seorang wanita yang menjabat sebagai direktur perusahaan rokok elektrik yang reputasinya sudah mendunia. Jika membatalkannya, sungguh merepotkan dan akan membawa kerugian cukup besar untuknya.

"Apa yang bisa buat saya mau lepas janji senilai dua puluh juta malam ini untuk anda?" 

Senyum lebar seketika mengembang di raut Brigita. Wanita yang masih saja terlihat rupawan walau sudah berumur itu mendorong black card miliknya ke dekat tangan Dewa. Badan mungil nan seksinya berangsur maju, condong mendekat ke arah telinga yang berhias sebuah anting silver sederhana  milik pemuda menawan itu.

Devil May Care ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang