"Terus... kenapa kalian keliatan protektif dan benci sama kakaknya?" Tanya Bara lagi membuat keduanya saling tatap.
"Soalnya...."
---
"Permisi.."
Ucapan Langit terpotong saat seorang perawat masuk dengan beberapa kertas serta nampan obat di tangannya. Mereka lantas mengalihkan pandangan kepada perawat tersebut.
"Mas Sagara, setelah infusnya habis, sudah boleh pulang. Ini obat dari rumah sakit, kalau semisal setelah kembali ke rumah berasa mual atau pusing."
Suster tersebut menjelaskan beberapa obat yang ia bawa dan Saga memperhatikannya dengan saksama. Di saat itu, Dewa mencuri kesempatan untuk menatap Langit tajam. Yang ditatap hanya mengerutkan alisnya, tak mengerti.
Dewa meletakkan telunjuknya di depan bibir, isyarat agar Langit tak bercerita tentang Bara lebih lanjut karena bukan haknya untuk memberi tau. Langit pun langsung meluruskan bibirnya dan memberi kode seakan ia mengunci bibirnya setelah ini.
Saga mengucapkan terima kasih pada perawat yang sudah selesai menjelaskan prosedur dan berjalan keluar kamar. Kemudian ia kembali menaruh perhatian pada Langit yang tadi sempat terpotong penjelasannya.
"Jadi, soalnya kenapa?" Tanya Saga berlanjut.
Langit melirik Dewa sekilas yang menatapnya datar namun mematikan. Ia kembali menatap Saga dan tersenyum lebar hingga nampak seluruh gigi putihnya.
"Hm... kenapa ya... duh, lupa, Bang, amnesia sementara nih kayaknya gue." Jawab Langit sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Dewa langsung mendorong pelan kepala itu dan berjalan ke arah meja yang berisi buah-buahan, "Mana ada amnesia, yang ada kalo lo laper, lo bego." Balas Dewa sambil mengambil sebuah jeruk.
"Jadi kalo nggak laper lo ngakuin gue pinter dong?" Langit menatap Dew penuh kerlingan.
"Kalo nggak laper, lo autis." Balasnya singkat lalu fokus mengupas jeruk di tangan sedangkan yang dikatai melunturkan senyumnya seketika dan memicingkan matanya tak terima.
"Bangsat. Nggak usah bilang kalo gitu, bisanya nyakitin hati gue aja." Ucap Langit sambil berlagak seolah hatinya tengah teriris bukan main.
Saga hanya terkekeh kecil melihat kelakuan dua rekannya. Beruntung Bara sudah dipisah, jika tidak, ia tak tau lagi apakah pasar lelang bahkan bisa dikatakan lebih ricuh dari situasi kamarnya.
Langit menyodorkan sebuah jeruk yang telah dikupas tepat di depan bibir Langit yang masih diam, tak mau menatapnya. Beberapa detik pemuda itu tak membuka mulut, Dewa pun menjambak rambut legam anak itu.
"Akh-hmp! Dwe wha!" Langit yang tadinya teriak langsung merasa tersumpal karena jeruk itu langsung dimasukkan ketika mulutnya terbuka. Netranya langsung makin menusuk mengarah pada Dewa, namun giginya mau tak mau mengunyah.
"Apa?" Balas Dewa menantang pada Langit yang sudah berniat memukulnya.
"Mau ngapain lo? Mukul gue?" Katanya lagi sambil mengangkat sebelah alisnya, menguji keberanian si adik.
Langit, dengan posisi tangan masih mengambang di udara, menyelesaikan kunyahannya dan menelan makanan yang ada di mulutnya. Ia melirik posisi tangannya.
PLAK!
Anak itu menepuk kedua tangannya di udara, seakan tengah membunuh nyamuk yang bahkan kehadirannya saja tak pernah dilihat di ruang rawat Saga sejak tadi. Ia lantas mengusap telapak tangannya seakan menghempaskan nyamuk semu yang ia pura-pura tangkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...