Chapter 18

1.3K 142 23
                                    

Saga menatap Kai yang berdiri di seberangnya dengan penuh curiga. Ia bahkan sempat memicingkan matanya berakli-kali dan berbalas pandang seakan mencoba bertelepati dengan pengawasnya itu, namun tentu saja mereka tak mampu.

Sedangkan yang lain tak ada yang naik ke kamar masing-masing. Mereka masih duduk manis di ruang tengah, menunggu Dewa selesai dengan urusannya di kamar. Kedatangan Kai yang langsung menanyakan Dewa nyaris disambut dengan kekerasan. Namun ketika pemuda itu menunjukkan sebuah tato di lengan atas bagian dalamnya, Dewa mendadak bersifat kooperatif.

Kai memberikan sebuah ipad pada Dewa, membisikkan sesuatu dan pemuda itu langsung berjalan masuk ke kamarnya. Tak ada tanda-tanda Dewa akan keluar atau selesai setelah tiga puluh menit mereka berdiam, termasuk Langit yang juga menunda acara mabarnya dengan Ansel.

"Lo siapa sih?" Tanya Langit yang masih berbaring di sofa dengan nada agak menantang. Semua pasang mata kini juga menatap Kai penasaran, walau sejak pemuda itu menginjakkan kaki ke rumah sudah menjadi pusat perhatian mereka.

Kai melipat tangannya di depan dada, tersenyum miring lalu menatap Saga sekilas. Pemuda itu terlihat agak panik dan siap menerkam Kai kalau-kalau mengucapkan sesuatu yang aneh dan di luar dugaan.

"Menurut lo? Dari baju gue masa nggak bisa nebak?" Jawab Kai misterius.

Langit mengerutkan dahinya, melakukan scanning fashion Kai dari atas hingga bawah. Jaket hitam, kaos hitam, celana belel hitam dan converse hitam serta tindik memenuhi telinga. Langit mengangguk pelan lalu menatap Kai percaya diri.

"Tukang tato?" 

Jawaban Langit membuat semua yang ada di ruangan menghela nafas kasar. Jika saja ada telur gratis, sudah pasti mereka sukarela melempari anak itu dengan telur-telur mentah.

"Lo ini goblok gara-gara banyak darah kebuang apa emang bakat goblok dari nadi?" Tanya Kai santai sekaligus mengejek. Langit pun langsung melotot tak terima.

"Gobloknya udah masuk ke jantung, jadi kepompa ke seluruh tubuh dia mah." Timpal Bara tanpa membiarkan Langit membalas hingga kini pelototan itu beralih padanya.

"Heh, melotot mulu, tinggal gue setelin lagu Bali nih biar lo nari Bali sekalian, mau?" Ujar Juna sambil mengelus mata Langit agar kembali seperti semula. Langit pun mencibir kesal.

"Jadi lo siapa? Utusan orang yang tadi ngeroyok kita?" Lanjut Juna kembali.

"Ngeroyok? Yang ada lo pada ngeroyok mereka. Tapi, gue salut sih, jago juga buat anak-anak yang main narkocoy doang." Kata Kai. Ia mendaratkan pantatnya ke meja pajangan di belakang dan bersandar di dinding belakangnya.

"Gue Kai. Anak buah salah satu kelompok yang si Dewa pimpin." 

Semuanya pun langsung mengerutkan alisnya bingung, begitu juga dengan Saga yang makin menatap Kai penuh tanya. Ia memang tau bahwa Kai menyamar di suatu kelompok mafia, namun mafia yang dipimpin Dewa? Sejak kapan juga rekannya itu menjadi seorang pemimpin mafia?

"Kaget? Ya sama. Gue baru tau sejam yang lalu malah." Timbrung Kai ketika semuanya seakan ditimpa suatu berita yang amat sangat mengejutkan.

"Lo ngomongnya bisa diturunin jadi 2G, nggak? Otak gue nggak bisa mencerna dengan baik. Tolong dijelasken dengan simpel, padat dan jelas." Ujar Langit, Kai tergelak dan tertawa kecil.

"Lucu nih temen lo satu." Ujarnya pada Saga, namun langsung dihadiahi tatapan membunuh.

"Oke, anak-anak. Mumpung bos gue belom kelar, duduk manis, buka kuping, dengarkan baik-baik." Ujarnya.

Kai lalu membuka jaketnya dan menunjukkan tato di lengan bagian dalam. Sebuah tato bergambar angka sembilan. Cukup jelas karena ukuran tato itu cukup besar.

Devil May Care ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang