"Lo ancurin kepalanya, atau kepala lo yang bakal diancurin?"
~
Saga menatap kosong tongkat besi yang sudah berada di tangannya. Tak tersadar bahwa tangan miliknya sudah termor tak karuan namun tak terlalu terlihat karena Kai masih ikut menggenggam ujung tongkat satunya lagi. Maniknya beralih menatap lekat Kai yang hanya menatapnya datar, tanpa siratan makna apa yang harus ia lakukan selain menurut.
Alis Kai terangkat keduanya, menodong Saga untuk segera mengambil keputusan sebelum semua berubah mencurigakan. Langit yang tadinya bersandar di ambang dapur kini melesak maju dan berjalan ke arah Saga. Anak itu menepuk pundaknya pelan.
"Lo harus tau, Bang. Musuh utama kita bukan preman-preman, tapi polisi. Dan nggak boleh ada celah yang tinggalin. Termasuk kalo harus bunuh polisi." Ujar Langit menatap Saga penuh keyakinan.
Belum sempat Saga menjawab, Kai sudah menarik badannya untuk berdiri. Tangannya masih dipaksa menggenggam tongkat itu dengan erat. Dewa bergeser ketika Saga sudah mendekat, menyisakannya posisi tepat di depan polisi yang sudah tak punya harapan lagi selain Saga mau mengampuninya.
Polisi yang tersisa itu adalah sosok yang ia kenal. Aldi sering bertemu dengannya ketika ia mengunjungi kantor pusat untuk menerima kasus. Tak pernah terpikirkan olehnya harus menghabisi pria itu dengan tangannya sendiri. Otaknya berputar mencari jalan lain, namun tetap saja, hanya kebuntuan yang didapatnya.
"Buruan, Bang. Waktu kita terbatas. Gue harus mastiin posisi Juna sama Bara." Dewa menuntut di belakang.
Aldi tertawa kecil mendengarnya hingga membuat Dewa mengerutkan alisnya tak suka.
"Udah dimasukin sel kali temen lo dua itu." Ucap Aldi tanpa rasa takut.
"Nggak usah ngeremehin kita. Lo nggak tau siapa yang lo hadapin sekarang." Jawab Dewa dingin.
Aldi melirik Saga sekilas, lalu kembali menatap Dewa lantang, "Lo pikir darimana kita bisa nyiduk lo dengan tau lokasi rumah ini dan dua temen lo kemana? Jangan remehin kalo semua polisi bisa lo sogok dengan duit haram lo itu."
Langit menyeruak maju, "Dapet perintah darimana lo?" Tanyanya.
Aldi terkekeh. Ia menatap Langit bengis sekaligus penuh dengan sarat merendahkan, "Kalo lo pinter harusnya lo tau blackhole lo dimana." Jawab Aldi ambigu. Selesai dengan ucapannya, ia sempat sekali lagi melirik Saga dan kini juga Kai yang tampangnya masih terpasang datar.
Kali ini, Dewa yang melangkah maju. Ia berjongkok di depan pria itu lalu membuka ponselnya santai dan menunjukkan layar ponsel ke depan wajah Aldi. Ketika senyum remeh pria itu lenyap seketika tergantikan dengan tatapan penuh amarah sekaligus rasa takut yang berlebih, kini giliran Dewa yang tersenyum meremehkan.
"Bangsat, lo!" Umpat pria itu sambil melotot ke arah Dewa yang kini sudah berdiri kembali dengan senyum penuh kemenangan.
"Anak lo ini.... umur berapa? Udah ada setahun? Lucu juga." Ucapnya dengan nada santai.
"Nggak perlu bawa keluarga gue! Urusan lo cuma sama gue! Kalo sampe lo apa-apain anak dan istri gue.."
"Apa?" Dewa langsung menyela dengan cepat sambil menatap Aldi rendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...