Chapter 33

1.3K 159 47
                                    

"Whooo! Gas dalem lagi, Ngit!" Teriak Bara yang duduk di belakangnya. Tentu saja tak identik jika ke Bali tak bermain di laut. Seperti sekarang, mereka tengah menelusuri laut Nusa Dua dengan jets ski berkecepatan fantastis yang dikendalikan Langit, sementara Bara bersorak diboncengnya.

Tubuh keduanya bergerak heboh seiring dengan jets ski yang memantul saking cepatnya Langit menyetir kembali ke pantai. Sementara Juna dan Dewa yang memang sudah berumur lebih memilih untuk bersantai di pinggir pantai dengan beberapa botol bir kesukaan masing-masing. Saga sendiri sibuk mencari makanan khas di pantai itu.

"Anjir! Asik banget, tai!" Langit turun dari jetski dan melepas pelampungnya. Ia lantas berlari mengejar Bara yang sempat melemparkan pasir ke arahnya, bercanda.

"Noh! Gue bales! Hah!" Langit melemparkan pasir balik ke arah Bara yang bersembunyi di dekat Juna dan Dewa yang otomatis ikut terkena lemparan di tengah posisi santainya.

"Langit! Heh! Heh! Udah! Ini baju gue baru ganti nggak ada serepnya lagi!" Protes Juna yang terpaksa bangkit dari kursinya dan cepat menyelamatkan bir yang baru dua kali diteguk. Sementara Dewa? Sepertinya ia tak peduli, mungkin matanya malah terpejam di balik kaca mata hitamnya.

"Dia duluan noh lempar-lempar pasir, Bang. Bocah, lo!" Balas Langit yang lalu asal mengambil bir Dewa dan menegaknya.

"Ngaca, Jamal! Lo juga bocah!" Balas Bara ikut mengambil botol bir Juna dan menegaknya asal. Sedetik kemudia ia mengernyit, "Anjir! Bintang ori? Gue kira Redler!" Kesalnya. 

Juna langsung merebut kembali botolnya, "Makanya, minta tuh izin dulu, bukan main nyelonong minum. Untung tadi nggak gue isi air mani gue." 

Seakan mencari momentum tepat, Saga kembali dengan beberapa botol bir Redler dan makanan yang dibawa pelayan di belakangnya, "Gimana jet ski?" Tanyanya sambil menata minuman di meja samping Dewa.

Langit dan Bara buru-buru mengambil satu, "Asik dong, Bang. Jiwa muda ini serasa bergairah lagi, nggak kayak para jompo nih, di pantai malah rebahan. Gimane?" Langit menimbrung sambil mencomot spring roll.

"Yaelah, nih ya, makin tua lo tuh bakal makin lebih memaknai hidup dan keindahan alam dengan hanya duduk dan menikmati pemandangan. Kita mah udah ngelewatin masa-masa nyoba gitu. Ntar juga ngerti." Jawab Saga sambil duduk di bean bag santai dan meminum birnya.

"Eh abis ini nggak ada yang mau nyari nasi ayam betutu? Gue ngidam nih." Ujar Langit.

"Hooo... saya skip. Gue mau rebahan. Udah saatnya anak ganteng satu ini menikmati hidup di Bali." Ujar Bara.

"Gue skip, Saga juga. Ada urusan." Ujar Juna.

Langit menghela nafas kesal, "Terus gue sama siapa? Masa makan sendiri? Ngenes amat." Saga lalu menunjuk Dewa yang masih terlelap, "Tuh, abang kesayangan lo pasti mau. Lagian kayaknya aktivitas dia disini selain kemarin malem juga cuma tidur doang." 

Senyum lebar Langit langsung terpampang. Ia mengacungkan jempolnya. Dewa memang spot aman untuknya jika mau pergi kemana-mana. Pasti bisa dan pasti ditepati tanpa penolakan.

.

Langit menghentakkan kakinya yang pegal. Antrian ayam betutu malam itu sungguh panjang dan tanpa kursi bagi para pengantri. 

Sejak tdi ia sibuk menghitung berapa orang lagi yang harus ditunggu, "Sembilan! Astaga itu antrian sepuluh lama banget beki makan buat sekampung apa gimana si?" Omelnya sambil melirik pria dengan banyak plasgik dibawa keluar dari warung.

Sementara Dewa hanya memutar playlistnya yang tersambung di earpod sambil menikmati permen karet yang sudah ia tandaskan hampir satu bungkus.

"Doyan apa laper? Itu permen karet sampe abis gue liat-liat." Celetuk Langit ketika Dewa kembali membuka satu permen lagi.

Devil May Care ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang