----Flashback satu tahun lalu----
"Sst! Ngit! Buruan, bangsat!"
Bara berbisik setengah teriak dari bawah. Kepalanya medongak, memperhatikan temannya yang masih asik bertukar nomor dengan salah satu penghuni asrama perempuan yang memesan barang mereka. Langit masih dalam posisi duduk menunggangi besi pembatas balkon bak cowboy, satu kakinya di dalam balkon, sedang yang lain tergantung keluar.
"Udah?" Ucap Langit sambil menagih ponselnya yang tadi dipegang oleh gadis itu untuk menulis nomor.
Gadis itu mengangguk dan memberikan kembali ponsel Langit pada yang punya. Langit menilik sekilas kontak barunya, lalu tersenyum miring. Ia lalu menoleh ke bawah dimana sejak tadi Bara sudah memperingatinya sambil memeriksa sekitar, takut jika ada satpam atau penghuni lain yang mendengar. Mengingat jam sudah lewat pukul dua belas malam, dan tempat yang mereka pijaki sekarang terlarang bagi gender yang dipegang keduanya.
"Lain kali pesen lagi, ya. Gue anter langsung ke depan pintu. See ya."
Langit kemudian meloncat dengan handal ke bawah dari lantai dua dengan mudahnya tanpa memijak bantuan apapun seperti Bara. Entahlah, Bara sendiri juga bingung darimana asalnya bakat memanjat temannya itu.
"Udah? Puas?" Tanya Bara sarkas.
"Yaelah, Bar. Nggak support banget temennya seneng." Timpal Langit sambil membenahi jaketnya dan mengangkat hoodie-nya kembali.
"Gue seneng kok, kalo lo modusnya tau tempat. Lah ini? Udah pas lagi nganter barang, di asrama cewek pula. Nyesel gue partneran sama lo, baru juga seminggu." Omel Bara sambil menyenteri beberapa sudut asrama.
Barang terakhir mereka sudah sukses dihantarkan pada pelanggan. Sekarang saatnya untuk mencari jalan keluar yang aman tanpa terendus satpam atau penjaga asrama.
"Eh, tapi yang tadi mantep, Bar. Coba lo ikutan naik, Bah! roomate-nya badannya gitar bener, mantep."
"Ah, nggak doyan gue yang montok-montok, lebih napsu sama yang langsing, bisa dipeluk seutuhnya." Balas Bara sambil masih mengawasi sekitar.
"Yeu, yang montok kan juga bisa dipeluk juga, lebih nyaman malah, nggak usah pake bantal lagi."
Bara mengerut, "Kok gitu?"
"Udah empuk." Ujarnya dengan cengiran selebar cakrawala.
"Ngeres otak lo, najis! Diserang SJW baru tau rasa."
"Ish, gue kan ju-hmp!"
Langit terpotong ucapannya ketika Bara membekap mulutnya dan mendorongnya bersembunyi di balik sebuah pohon pisang. Bara mengisyaratkan Langit yang masih meronta untuk diam dan tak bersuara.
"Sokap?" Bisik Langit sangat pelan setelah Bara melepas bekapannya.
"Bapak gue."
"Hah?"
"Sst!" Bara langsung kembali membungkam Langit.
"Serius lo?" Langit berujar sangat pelan namun dengan nada memekik kaget.
"Ya kagak lah, goblok."
Langit mencibir. Ia lalu ikut melirik ke arah satpam tengah keliling berpatroli. Keduanya fokus hingga satpam itu menjauh dan tak terlihat.
"Lewat mana nih?" tanya Langit.
"Manjat tembok belakang. Noh." Tunjuk Bara pada dinding di dekat mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil May Care ✔
FanfictionManifestasi empat kepala yang isinya mengalahkan kerumitan otak seorang Albert Einstein seakan siap memporak-porandakan dunia nyata. Emosi yang melonjak, darah yang tak berjarak, hormon yang bersorak membawa mereka hidup dalam lintasan penuh adrenal...