Chapter 55

246 31 3
                                    

Rangga duduk di sofa rumahnya dengan kedua tangan yang bertaut, maksudnya rumah orangtuanya sementara dihadapannya Fifi tengah memegangi kepala seraya meluapkan kekesalan lagi-lagi karena masalah Rangga yang memukuli wajah Ferdi tadi siang sampai-sampai membuat Fifi dan Rudy juga kena imbasnya.

Sementara Papanya, Rudy sedari tadi hanya diam di sofa depan Rangga dengan rahang mengeras namun Rangga yakin kalau sebentar lagi Papanya juga akan menyalahkan Rangga.

Tadi Rangga baru mau kembali ke apartemennya setelah mengantar Gina pulang tapi Mamanya memaksa Rangga pulang ke rumah dan menunggunya selama 2 jam. Rangga sampai dibuat tertidur di sofa dan baru terbangun saat adzan magrib berkumandang.

"Ga, ngomong yang jujur sama Mama, beneran kamu yang pukul Ferdi lagi sampai mukanya lebam-lebam?" Tanya Fifi tanpa membiarkan Rangga mencuci muka dulu sehabis bangun tidur. Mana lagi kantuk Rangga belum sepenuhnya hilang.

Rangga terdiam, itu adalah pertanyaan yang sudah terjawab tapi Mamanya seakan-akan mengulang pertanyaan yang sama di saat ia malas menjawab jawaban yang sama.

"Iya. Aku yang mukul." Aku Rangga ogah-ogahan dan Fifi menghela napas kecewa dengan jawaban itu. Fifi kira, setelah Rangga sebesar ini maka Rangga juga akan punya kontrol diri yang sama besarnya namun harapannya terlalu tinggi.

Giliran Rudy yang mendengus namun tidak ikut berkomentar namun amarah tertahannya terlihat jelas di mata Rangga.

Bagi Rangga, saat Papanya mendengus, itu jauh lebih pedis daripada ketika Papanya memarahinya langsung di depan wajah.

"Ferdi yang mukul kamu duluan, kan? Iya, kan?" Tanya Fifi seakan mendesak Rangga untuk mengiyakan pertanyaan. Ia bahkan mendekati Rangga dan memeriksa wajah untuk menemukan luka bekas pukulan Ferdi namun wajah Rangga masih bersih seperti biasanya.

Rangga menggeleng lalu menjauhkan tangan Mamanya dari wajahnya. Ia menjawab, "Aku yang mulai bukan Ferdi. Aku yang mukul Ferdi duluan sebanyak 3 kali dan Ferdi bahkan nggak bisa balas mukul aku, Ma." Balas Rangga.

Fifi lantas memekik, "Ya ampun Aga! Kenapa sih kamu kalau ketemu Ferdi bawaannya berantem terus? Kan, Mama udah bilang jangan terpancing sama apapun yang dibilang sama Ferdi. Kamu, kan jauh lebih tua daripada Ferdi seharusnya kamu yang lebih paham watak dia gimana."

Di mata Fifi, Ferdi memang berbeda dengan saudaranya yang lain yang lebih sopan dan juga bertutur lembut saat bertemu dengannya. Rendy dan Renny akan langsung mencium tangannya saat bertemu sementara Ferdi lebih sering menghindarinya namun juga menatapnya dengan sinis.

"Bukan aku yang salah, Ma, tapi Ferdi." Rangga tetap bersikukuh bahwa dia tidak bersalah dalam hal itu dan membuat Papanya akhirnya angkat bicara.

"Sejak kapan memukul orang lain itu nggak salah, huh?" Rudy menunjuk wajah Rangga dan Fifi langsung menggenggam tangan suaminya agar suaminya tidak berteriak seperti itu kepada Rangga.

"Minta maaf sama Ferdi dan Tante Ratu." Sambung Rudy.

"Barusan Papa nanya sejak kapan mukul orang itu nggak salah?" Rangga berujar santai dan membuat perasaan Fifi semakin tidak tenang saat melihat tatapan mata Rangga yang berubah jadi intens.

Rangga menjeda sebentar, "....mungkin sejak perselingkuhan dibenarkan." Rangga bergumam dan mengira tak ada yang mendengarnya namun...

"Rangga!" Teria Rudy. Ia bahkan kini bangkit dari kursinya.

Suara teriakan Papanya rupanya masih seperti petir menggelegar namun tiada hujan yang jatuh.

Fifi memandangi Rangga dengan tatapan memohon agar Rangga tidak mendebat Papanya lagi namun itu akan sangat sulit apa lagi ketika Rudy tidak mau diam.

"Begini jadinya kalau kamu hidup hanya mengikuti kemauanmu sendiri. Kelakuan sudah seperti preman dan tukang pukul sampai sepupumu sendiri kamu pukul sampai babak belur. Mau lihat hidupmu sehancur apa lagi baru kamu mau sadar?" Tantang Rudy.

Rangga menunjuk dirinya sendiri, "Papa bilang hidupku hancur?"

"Perlu Papa dikte semua kelakuan kamu satu-satu mulai dari balapan liar sampai minum miras. Mungkin sebentar lagi akan ada perempuan yang datang ke rumah terus ngaku hamil anak kamu." Kata Papanya melebih-lebihkan. Sekarang Rangga tidak lagi melakukan balapan liar, terakhir pas masih kuliah. Kalau minum sih masih tapi tidak semaniak Bobby. Dan tuduhan yang paling mengada-ngada adalah Rangga menghamili anak perempuan orang, itu sangat tidak mungkin.

"Memangnya ulah siapa yang bikin aku hidup kayak gini sampai sepupuku sendiri dan juga saudara Papa jijik melihat aku dan bahkan menyebut aku anak haram sambil tersenyum?" Kata Rangga.

"Apa kamu bilang? Beraninya kamu..." Rudy tercengang.

"Itu karena ulah Papa. Karena Papa selingkuh dengan perempuan lain dan lahirlah anak haram ini." Potong Rangga dan membuat wajah Papanya memerah. Fifi bahkan sudah tidak punya keberanian untuk menghentikan perdebatan ini, ia hanya berharap salah satu diantara keduanya mau mengalah meskipun mustahil mengingat betapa keras kepala ayah anak itu.

Entah ia sudah mengatakan ini secara langsung kepada Papanya atau belum bagaimana Tante Ratu memanggilnya anak haram bahkan disaat Rangga belum tahu arti anak haram. Dan tentu saja Tante Ratu mengatakan itu di belakang Papanya. Lalu ketika Papanya muncul, Tante Ratu akan mengusap kepala Rangga kecil dengan sayang seakan semuanya baik-baik saja. Apa itu bukan munafik namanya?

"Siapa yang bilang kamu anak haram? Kamu anak Papa dan Mama, Ga." Ujar Fifi. Satu-satunya hal yang menyakiti hatinya adalah saat Rangga mengungkit rahasia yang sudah mereka tutup rapat-rapat bahwa Rangga tidak berasal dari dalam perutnya, bahwa ia bukanlah seorang perempuan utuh yang bisa mempersembahkan buah hati kepada sang suami.

"Papa membahas kamu yang sudah memukul Ferdi, jangan mengalihkan pembicaraan dengan topik lain. Papa cuma mau kamu minta maaf sama Ferdi karena sudah mukulin dia. Juga sama Tantemu karena pergi begitu saja setelah membuat kekacauan.' Tegas Rudy.

"Nggak. Sampai kapanpun aku nggak akan minta maaf sama bajingan itu. Aku udah bilang aku nggak salah. Apa Mama dan Papa udah nanya sama Ferdi kenapa aku mukul dia?" Tanya Rangga. Rangga tidak akan sudi meminta maaf kepada bocah tengik itu setelah apa yang dia lakukan kepada Gina. Mengingatnya saja bisa membuat darah Rangga langsung mendidih karena emosi.

"Karena kamu bar-bar dan kasar, Rangga. Ferdi hanya nyapa kamu tapi kamu malah narik dia masuk lift dan nonjok dia. Dan kamu masih tidak mengaku salah untuk itu?" Bantah Papanya.

"Itu yang Ferdi bilang ternyata." Rangga mendengus. Bisa-bisanya Ferdi mengarang cerita mirip FTV seperti itu.

"Dan kalian percaya begitu aja? Kalian lebih percaya omongan bocah tengik bajingan itu daripada aku?" Rangga melanjutkan.

"Dengerin aku baik-baik. Ferdi, si bajingan itu memaksa perempuan yang aku suka masuk ke kamar hotel dan nyaris memperkosanya kalau saja aku nggak lihat kejadian itu, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Seharusnya dia bersyukur aku nggak mukulin dia sampe tewas bukannya malah mengarang kebohongan. Dan sekarang aku beneran menyesal nggak bonyokin dia."

"Maksud kamu Ferdi... Mama nggak nyangka kalau Ferdi..." Fifi menutup mulutnya dan kebingungan dengan apa yang harus ia katakan. Ia hanya syok saat mendengar kalau Ferdi hampir melakulan hal tidak senonoh kepada seorang perempuan yang... tadi Rangga bilang...

Perempuan yang ia sukai, kan?

Rudy terdiam beberapa saat, "Kamu berani mempertanggung jawabkan pengakuan kamu barusan?" Tanyanya. Kalau sampai ucapan Rangga benar dan Ferdi membohongi mereka semua maka Rudy sendiri yang akan turun tangan mengurus masalah ini.

Tindakan Ferdi termasuk pelanggaran hukum dan bisa dipidanakan.

"Kenapa? Papa nggak percaya? Kalau nggak, Papa bisa lihat di CCTV hotel. Semua terekam di sana. Aku juga bisa bawa perempuan itu ke hadapan Papa sekarang kalau Papa mau."

Rudy berdehem lalu meminta Fifi menghubungi kakaknya, Ratu, ia akan menceritakan sendiri pengakuan Rangga kepada Ratu yang tadi siang memarahinya dan Fifi akibat Rangga yang memukuli anak bungsunya.

Ia akan pikirkan langkah apa yang akan ia lakukan untuk menyelesaikan masalah ini termasuk membawanya ke meja hukum kalau memang pengakuan Rangga terverifikasi.

.

Terima kasih bagi kalian yang masih setia membaca dan nungguin SMALS yah! Aku sayang kalian.

Sing Me A Love Song (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang