Rangga pernah menjalin hubungan namun entah hubungannya saat itu ada cinta atau memang tidak pernah ada. Yang jelas saat ia memergoki pacarnya selingkuh dengan laki-laki lain, Rangga tidak bereaksi apa-apa.
Tidak ada keinginan untuk melayangkan tinju kepada si pria atau mematahkan tangan si pria yang sudah memegang tangan pacarnya. Tidak ada rasa tidak suka atau cemburu yang berakibat fatal.
Namun saat melihat Gina yang dengan telaten merawat Tama, mengambilkan air untuk Tama, membantu Tama meminum air bahkan menyuapi Tama buah, rasanya Rangga ingin berada di posisi Tama atau setidaknya biarkan Rangga menarik tangan Gina agar menyingkir jauh-jauh dari Tama karena Rangga sangat tidak suka adegan itu.
Tapi kemarin Rangga masih sadar bahwa menarik Gina menjauh hanya akan membuat yang lain menganggapnya tidak dewasa atau bahkan menertawakannya. Dan secara ajaib, disinilah dia sekarang, di depan rumah minimalis berwarna krem di mana di depannya terdapat toko kecil bertuliskan Toko Dania.
Iya, rumah Gina.
Rangga menurunkan kaca mobilnya dan melihat bahwa toko Mamanya Gina masih tertutup dan rumah Gina-pun kelihatan sangat sepi. Mungkin karena ia datang terlalu pagi. Ini masih jam 8 pagi sebenarnya.
Dan tolong beri tahu Rangga alasan kenapa dia datang ke rumah Gina, pagi-pagi di hari Senin bukannya langsung ke kantor. No reason anyway. Rangga hampir memutar arah mobilnya sebelum otaknya menemukan ide cemerlang. Ia lantas mengambil hape di dashboard dan mendial nomor Gina.
"Halo!" Jawab Gina. Sangat jelas terdengar kalau Gina baru bangun dari tidur atau mungkin juga Gina mengira kalau Rangga menelponnya dalam mimpi.
"Lo belum bangun?" Tanya Rangga.
"Siapa?" Tanya Gina.
Tuh, kan. Pasti Gina belum sepenuhnya bangun dari tidur.
"Rangga." Jawab Rangga.
"Oh!" Jawabnya terdengar bergumam.
Hanya 'Oh'? Rangga kesal sendiri sambil memandangi display picture Gina di hapenya. Ia menghela napas lalu berujar, "Gue di depan rumah lo."
"Oh." Responnya.
"Gue bilang gue di depan rumah lo." Ulang Rangga lagi.
"Apa?"
Mendengar pekikan Gina, sepertinya kesadaran Gina sudah kembali.
"Kayaknya lo udah sepenuhnya bangun." Ujar Rangga.
"Ngapain di depan rumah saya pagi-pagi?"
"Mau ngambil jaket mahal gue. Lagian sekarang bukan pagi lagi. Buruan bangun! Anak gadis nggak bagus bangun siang, entar jodoh lo bangkotan." Kata Rangga dengan bibir menipis.
"Nggak apa-apa yang penting saya nggak jadi perawan tua kayak Mas Rangga." Balas Gina tidak mau kalah dan lagi-lagi membawa-bawa hal sensitif itu.
"Jadi umur nggak jadi masalah, kan?"
"Maksudnya?" Ini masih pagi dan Rangga sudah membuat otaknya bekerja maksimal.
"Jadi nggak apa-apa kalau lo nikahnya sama yang lebih tua?"
"Nikah?" Gina menggaruk kepalanya, "Ini masih pagi. Kenapa jadi ada nikah-nikahan sih? Aneh."
"Jawabannya cuma iya atau tidak. Lo nggak papa nikahnya sama yang beda 10 tahun?" Tanya Rangga.
"Apaan sih?" Gina mendumel, "Mau nanya-nanya atau mau ngambil jaket sih?"
Sungguh pertanyaan yang tidak penting.
"Ngambil jaket sekalian nanya." Jawab Rangga.
Gina menguap, "Tunggu di teras rumah aja. Saya bawain keluar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing Me A Love Song (On Going)
Romance[16+] Second Project after Love Developer Blurb: Gina punya impian menjadi penyanyi terkenal setara dengan Isyana Sarasvati. Namun ia sadar bahwa menjadi penyayi bermodal pas-pasan: suara pas-pasan dan wajah pas-pasan, maka hasilnya tentu saja pas...