Chapter 23

275 43 3
                                    

Tepat jam 9, Gina pamit pulang duluan dengan anak-anak yang lain karena sepertinya mereka masih mau tinggal mengobrolkan entah apa. Gina tidak heran sih, wajar saja kalau cowok-cowok itu masih berkeliaran malam-malam.

Gina melangkahkan kaki keluar dari kafe meski berpapasan dengan beberapa orang yang mau masuk. Setelah sampai di luar, Ia keluarkan hape miliknya untuk memesan ojek.

"Nih buat lo!"

Gina menangkap paper bag yang tiba-tiba saja di lempar oleh Rangga yang tahu-tahu sudah ada di sampingnya. Perasaan, dari tadi Gina tidak melihat Rangga di dalam dan sekarang Rangga muncul mendadak di sekitarnya. Bikin kaget sekaligus merinding.

Fyi, paper bag itu pas mengenai wajah Gina tapi Rangga tidak kelihatan bersalah dengan itu.

"Ini apa, Mas?" Gina mengangkat paper bag itu.

"Ello minta oleh-oleh, kan?" Jawab Rangga cuek sambil memasang jaket kulitnya.

"Ini beneran oleh-oleh buat saya?" Padahal Gina tidak benar-benar meminta oleh-oleh tapi kalau dapat ya Alhamdulillah. Gina sedikit tersenyum lalu mengintip isi paper bag itu. Sepertinya isinya jaket denim berwarna army.

Rangga melipat tangannya dengan alis mengerut, "Sekarang balikin sweater gue. Sweater yang gue pinjemin pas lo nolongin gue yang mau bunuh diri."

Perlukah menyebut bagian 'bunuh diri' segala? Lama-lama Gina bunuh Rangga beneran, baru tahu rasa.

"Gue cuma minjemin bukan ngasih. Itu jaket gue belinya mahal banget." Rangga kembali melanjutkan dan semakin membuat suasana hati Gina jadi kacau.

Gina langsung cemberut. Kirain Rangga berbaik hati dan tulus memberinya oleh-oleh dari Bali. Eh taunya niatnya adalah meminta kembali jaket mahalnya dan sebagai ganti memberikannya jaket yang harganya murah. Pasti.

"Saya juga nggak niat ngambil tuh. Meskipun Mas Rangga kasih ke saya, nggak bakalan saya ambil juga tuh." Balasnya.

"Kalau nggak niat ngambil terus kenapa nggak dibalikin?"

"Itu karena..."

Rangga dengan kurang ajar tidak membiarkan Gina menyelesaikan kalimatnya, "Terus jaket gue dimana?"

"Di rumah, saya nggak bawa sekarang. Lagian kenapa harus saya bawa kemana-mana?"

Rangga melenggang pergi tapi kemudian kembali bersama dengan motor anehnya. Jenis motor yang tidak akan pernah Gina naiki walau dalam keadaan darurat sekalipun. Melihatnya saja sudah membuat pinggulnya sakit.

"Buruan naik!"

Bentar, Gina gagal fokus, "Apa?"

"Buruan naik!"

"Mas Rangga nyuruh saya naik motor aneh ini?" Gina mencermati motor Rangga baik-baik. Sejenis motor yang biasa Gina lihat dalam acara Moto GP yang tayang di saluran Trans 8.

"Iya. Nggak denger barusan gue bilang apa?" Kata Rangga. Setelah menghilang beberapa hari, mulut Rangga rupanya masih belum lupa cara membuat lawan bicaranya geram.

Gina dengan cepat menggeleng ngeri, "Ogah. Saya nggak bakalan naik motor aneh Mas Rangga. Mending saya naik ojek."

"Buruan naik, rempong banget sih!" Protes Rangga.

"Tapi..." Gina kembali memperhatikan motor Rangga. Ia meringis lagi. Seumur-umur belum pernah dia naik motor begituan bahkan dalam mimpi sekalipun.

"Aish... lama bet."

"Emangnya kita mau kemana sih?"

"Ke rumah lo lah, ya kali gue ngajakin kawin lari." Omel Rangga yang sudah mulai kesal.

Sing Me A Love Song (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang