Ada 2 jenis manusia yang Rangga benci. Pertama, orang yang tidak bertanggung jawab. Dua, orang yang menutupi kejujuran dengan kebohongan. Dan kedua jenis itu Rangga temukan dalam diri Gina.
Rangga masih belum sepenuhnya percaya kepada Gina. Apa Gina memang serius mau membayar ganti rugi mobilnya yang dia tabrak atau hanya pura-pura mau bayar tapi sebenarnya itu hanya omong kosong.
Bukan hanya itu, Rangga juga merasa Gina sebenarnya mampu. Motornya lecet sedikit saja kurang dari seminggu langsung diganti jadi motor baru. Sekali lagi, ini bukan masalah uang bagi Rangga. Tapi masalah tanggung jawab dan kejujuran.
Rangga memang belum masuk bekerja lagi sejak 6 bulan yang lalu tapi Rangga masih punya tabungan meskipun tidak banyak dan Bobby juga rutin mengirimkan keuntungan dari Kafe meskipun juga tidak banyak.
Jadi tentu saja itu bukan akalan Rangga untuk mendapatkan keuntungan dari anak kecil semacam Gina.
Ngomong-ngomong Bos di biro arsitek tempatnya bekerja tidak berhenti membujuknya untuk bekerja lagi tapi Rangga masih betah menganggur.
Bukan betah sih, dia hanya butuh beberapa waktu lagi untuk melihat sampai dimana Papanya akan terus memaksakan kehendak atas hidup yang Rangga miliki.
Rangga tidak suka melakukan hal sesuai keinginan Papanya, Rangga juga tidak suka melihat ayahnya diam saja selama dia melakukan hal sesuka hati Rangga. Intinya, Rangga suka memberontak dan membuat Papanya marah.
Papanya memang keluarganya. Tapi apa sih arti sebuah keluarga? Bagi kebanyakan orang, keluarga mungkin adalah hal terindah. Tempat berpulang saat lelah dan tempat bersandar saat gundah.
Tapi menurut Rangga, keluarga adalah omong kosong. Mamanya adalah perempuan terbodoh yang pernah Rangga kenal. Dan Papanya adalah laki-laki berengsek yang tidak ingin Rangga lihat dalam waktu yang lama.
Keluarga yang harmonis hanya bisa dia nikmati sampai usia 9 tahun. Waktu mengajarkannya bahwa Papa yang setia dan Mama yang sempurna hanya ada dalam imajinasi Rangga kecil. Dan seiring berjalannya waktu, bertambah usia, keutuhan keluarganya tidak pernah benar-benar ada.
Setiap kali pulang ke rumah, selalu pemandangan dan pertanyaan sama yang ia dapat. Mamanya yang sibuk membuat kopi untuk Papanya. Dan Papanya yang sok sibuk di depan layar laptop entah mengerjakan apa.
Lalu Mamanya akan berkomentar agar Papanya bekerja saja didalam ruangan kerja, lalu Papanya akan menolak dan mengatakan bahwa di sana terlalu sumpek.
Lalu mereka akan berpandangan mesra selama beberapa detik lalu saling tersenyum. Bagi orang lain, itu pasti romantis. Tapi bagi Rangga itu namanya pembodohan terhadap diri sendiri. Sudah Rangga bilang kalau dirinya benci segala bentuk dari kebohongan, kan?
Berbohong demi kebaikan? Bullshit. Bagi Rangga, kejujuran yang menyakitkan jauh lebih baik daripada kebohongan yang indah.
"Loh? Kamu udah pulang, Ga? Sudah makan malam belum? Mau Mama siapin nggak?"
Pertanyaan itu lagi. Rangga muak. Tapi membiarkan perempuan bertubuh kurus itu menanti jawaban bisa membuat hati Rangga layaknya teriris. Perih.
"Aku sudah makan sama Bobby tadi." Jawaban itu adalah yang paling sering Rangga katakan. Tapi sepertinya sudah hampir seminggu ia tidak pernah lagi merasakan makanan Mamanya.
Iya. Seperti itulah keluarga Rangga. Jarang makan di rumah, nyaris tidak pernah bertegur sapa dengan Papanya dan jarang menghabiskan banyak waktu di rumah. Bukankah itu sudah cukup membuktikan kalau mereka adalah keluarga aneh?
"Boleh deh!"
Senyum Mamanya langsung terbit mendengar itu. Mamanya buru-buru meraih lengan Rangga dan langsung menariknya ke arah dapur meninggalkan Papanya yang seakan tidak menganggapnya ada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing Me A Love Song (On Going)
Romance[16+] Second Project after Love Developer Blurb: Gina punya impian menjadi penyanyi terkenal setara dengan Isyana Sarasvati. Namun ia sadar bahwa menjadi penyayi bermodal pas-pasan: suara pas-pasan dan wajah pas-pasan, maka hasilnya tentu saja pas...