Chapter 74

15 2 0
                                    

Apa yang berbeda setelah Gina dan Rangga pacaran?

Menyebut kata pacaran saja lidah Gina terasa kaku dan geli sendiri. Tapi kalau boleh jujur yang paling Gina rasakan adalah setiap hari ia berdebar dan tersenyum bodoh saat bertemu Rangga atau sekadar membacachat Rangga. Selain itu ia ingin tampil lebih cantik dan menarik bukan hanya di depan Rangga tapi di depan semua orang. Hubungannya dengan Rangga membuat Gina merasa orang-orang harus menganggapnya layak untuk disandingkan dengan seorang Rangga karena Gina tidak mau orang-orang menyebut Rangga salah pilih walau sebenarnya mengontrol anggapan orang lain tentang kita itu tidak ada untungnya sama sekali dan hanya akan membuat capek sendiri.

Iya, dulu Gina kira memenuhi ekspektasi orang lain hanya akan membuang waktu dan tenaga apa lagi menyangkut kehidupan pribadinya namun karena Rangga sesempurna itu di matanya dan tentu juga di mata orang lain, maka Gina juga minimal ia tidak akan dikira ART dan tuan muda kalau duduk bersebelahan.

"Salah satu bentuk love self yaitu ello minimal harus merawat diri dengan nggak nahan membeli apa yang ello pengen tanpa ngintip label harganya dulu. Kita kerja buat menikmati hasil bukan untuk menabung yang ujung-ujungnya juga nggak bakalan bikin kita kaya raya." Itu prinsip Yuli yang entah kenapa akhir-akhir ini ceramahnya tentang love self yang bagi Gina lebih seperti pemborosan.

"Kalau kita mati besok, minimal kita nggak akan nyesel duit yang udah kita cari sampai banjir keringat nggak sempat dihabisin. So selama masih bisa hidup ya nikmatin dan lakukan apa yang kita mau, Gin."

Perumpamaan Yuli seram juga tapi masuk di akal, lagian sudah lama juga Gina tidak memanjakan diri saking sibuknya mengumpulkan duit.

Hari ini akhirnya Yuli mengajak Gina ke klinik kecantikan langganannya dan menghabiskan uang lumayan banyak untuk sekedar facial. Namun Gina akui tubuh dan kulitnya lebih segar setelah dipijat beberapa saat apa lagi ia sempat tertidur setengah jam ketika punggungnya dipijat dengan lembut.

Gina sempat meringis melihat tagihan yang harus ia bayar dan lagi-lagi Yuli mengingatkannya, "Duit segitu nggak akan berarti apa-apa kalau besok kita mati jadi nggak perlu terbebani lagian duit itu kan duit ello sendiri, bukan nyuri dari tetangga. Jangan merasa bersalah setelah menghabiskan uang yang ello habiskan sendiri." Katanya lagi dan aku setuju dengan itu. Ini adalah uang dari jerih payah Gina jadi tidak perlu ia merasa bersalah kepada ibunya dan Nana lagian ibunya dan Nana juga tidak pernah mempertanyakan kemana perginya honor manggungnya.

Setelah selesai, Yuli langsung menurunkan Gina di depan kafe sebelum Yuli pergi melanjutkan pekerjaannya miting dengan calon klien di tempat lain. Siang-siang begini kafe juga tidak begitu ramai karena jam sibuk di kafe itu mulai sore sampai malam.

Benar saja kata Gina, saat ia sampai di kafe hanya ada dua meja yang terisi dan salah satu meja yang terisi itu diisi oleh Rangga dan seorang laki-laki muda. Gina tebak laki-laki muda itu adalah calon karyawan yang Rangga maksudkan.

Seperti biasa Gina akan langsung mengambil tempat di stool sembari menunggu Rangga menyelesaikan wawancaranya. Hari ini Rangga mengajaknya makan di luar sekaligus memperlihatkan kantor barunya kepada Gina jadi Gina akan menunggu beberapa menit lagi namun colekan di lengannya membuat Gina harus mengalihkan wajah dari layar hapenya.

"Sudah selesai?" Tanya Gina dan rupanya laki-laki muda yang sebelumnya bersama Mas Rangga sudah tidak ada yang berarti wawancaranya sudah selesai.

"Iya. Pergi sekarang?" Tanyanya setelah melihat jam di pergelangan, Gina mengangguk berkali-kali sebagai bentuk antusias.

"Mau makan dulu atau lihat kantor dulu?"

Gina berpikir sebentar, "Aku belum terlalu lapar sih, tadi sebelum ke klinik singgah makan dulu sama Yuli. Brunch." Akunya.

Sing Me A Love Song (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang