Prolog

1.3K 76 1
                                    

Gina sering kali memimpikan hal yang sama, berdiri diatas panggung megah, memakai gaun indah, tangan kanan yang memegang mik, bernyanyi diiringi musik yang mengalun dan dikelilingi penonton yang meneriaki namanya tanpa henti. Tapi itu tak lebih dari sekadar mimpi. Faktanya, sekarang Gina hanyalah seorang perempuan biasa yang mau tidak mau harus puas dengan menjadi seorang wedding singer freelance yang diberi honor seadanya.

"Nggak apa-apa gajinya nggak gede selama pekerjaannya adalah menyanyi." Balasan Gina ketika orang-orang mulai sok peduli dengan kehidupan yang dijalaninya. Padahal tidak ada yang salah dengan memilih tidak melanjutkan kuliah dan malah bekerja sebagai wedding singer.

Ini memang sulit dipahami beberapa orang tapi bagi Gina, menyanyi bukan hanya sekadar pekerjaan tapi lebih dari sekadar pekerjaan. Gina bahagia ketika orang-orang tersenyum melihatnya bernyayi. Gina terharu ketika penonton yang mendengarnya seketika ikut bernyanyi bersamanya. Dan yang paling mengharukan adalah ketika Gina bisa mendengar deruh tepuk tangan orang-orang diakhir lagu.

Tepuk tangan diakhir lagu rasanya menakjubkan. Itu membuktikan bahwa bukan si penyanyi saja yang menikmati menyanyi tetapi penonton sebagai target utama hiburan akhirnya juga merasa terhibur. Itu adalah visi semua penyanyi, kan?

Disaat perempuan seusianya sibuk belajar di Universitas, Gina malah menolak undangan masuk Universitas padahal syukur ada kampus yang mau menerima dirinya, tanpa tes pula. Melupakan tentang kuliah, Gina memilih mengejar impiannya menjadi penyanyi, ikut audisi dan puluhan kompetisi menyanyi sudah ia ikuti sejak masih kecil namun cita-citanya untuk menjadi penyanyi masih ada di tempat yang belum bisa Gina gapai.

Ada momen Gina mulai berpikir alasan kegagalannya mungkin karena dirinya tidak seberbakat Isyana Sarasvati dan tidak secantik Raisa makanya Gina memutuskan untuk tidak bermimpi terlalu tinggi. Semakin tinggi Gina bermimpi, jatuhnya akan semakin sakit nanti. Namun walau begitu Gina tidak akan pernah berhenti bernyanyi.

"Kenapa? Ada job lagi yah?" Jawab Gina setelah menggeser layar hijau ponselnya dan menempelkannya di telinga. Tangannya yang lain memilah gaun-gaun yang tergantung rapi.

"Pertanyaan ello itu mulu yah kalau gue telpon. Job terus. Kabar gue nggak ditanyain dulu gitu?" Rengek Yuli diseberang sana.

Yuli adalah teman SMA Gina yang sekarang menjalankan bisnis WO milik Ibunya. Yuli itu berperan penting dalam hidup Gina. Yuli-lah yang seringkali mencarikan dan menawari Gina job-job nyanyi di acara-acara jika ada kliennya yang memang membutuhkan penyanyi. Makanya jika Yuli menghubunginya, di kepala Gina pasti hanya 'job, job dan job'.

"Kalau begitu gue ulang. Apa kabar Yuli sayang?" Gina membuat suara selembut mungkin. Tangan sebelahnya masih sibuk memilah baju. Bukan karena tidak ada baju yang menarik perhatiannya justru karena semua baju itu tampak indah makanya Gina bingung menentukan pilihan.

"Kampret lo, Gin." Yuli mendesis namun Gina malah tertawa.

"Kali ini acaranya cukup besar jadi gue mau lo tampil se-spektakuler biar nggak malu-maluin WO gue." Sambung Yuli akhirnya.

"Kapan sih gue pernah malu-maluin lo? Ah... " Gina jeda sebentar setelah mengingat satu kejadian.

"Kecuali waktu kejadian itu." Sambung Gina sambil menarik dress yang paling menarik perhatiannya.

Kejadian yang Gina maksud adalah 3 bulan yang lalu saat Gina terjatuh di panggung dan langsung pura-pura pingsan karena kepalang malu. Kalau Gina ingat-ingat, itu adalah momen yang paling memalukan selama dia berkarir menjadi Wedding Singer.

"Itu lo masih ingat! Awas aja kalau lo sampai jatuh dipanggung lagi dan pura-pura pingsan. Gue nggak bakalan ngakuin lo sebagai teman. Tapi, Na, gue serius. Ini nikahan Mbak Laura, sepupu Chef Juno jadi bakalan banyak artis yang datang. Makanya lo harus perfect, siapa tahu ada produser yang jatuh cinta sama suara lo, atau sama lo juga nggak apa-apa kok. Justru gue tambah bersyukur lagi kalau ada producer yang jatuh cinta sama ello." Terang Yuli.

Chef Juno yang Yuli maksud adalah celebrity chef yang sedang di puncak popularitasnya, punya program sendiri di salah satu stasiun TV swasta makanya tidak diragukan bahwa tamu-tamu yang akan datang adalah para selebritas yang tentu saja sering berseliweran di layar kaca.

"Berarti honor lumayan dong, Yul?"

"Lumayan banget, bisa buat beli motor adek lo." Jawab Yuli.

"Motor-motoran maksud lo?" Tanya Gina sambil melihat pantulan dirinya di cermin, menilai diri sendiri.

"Nggak percaya?" Tantang Yuli, Gina menggeleng seakan-akan Yuli bisa melihatnya diseberang sana.

"Pokoknya ello percaya sama gue. Siapin penampilan terbaik lo mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ingat! Jangan malu-maluin gue.

"Gue udah nyiapin baju yang cocok buat gue pakai." Gina menyerigai sambil memutar-mutar tubuhnya yang dibalut dress semata kaki berwarna marun, dress yang paling menarik perhatiannya diantara semua gaun yang Jessica pajang hari ini. Jess Boutique memang selalu jadi pilihan terbaik untuk menyewa baju dan gaun manggung yang sesuai dengan seleranya.

"Jangan bilang lo lagi di tempat Jess sekarang?" Tebakan Yuli benar.

"Lo punya bakat jadi dukun." Timpal Gina.

Yuli berdecak, "Sekali-kali lo beli baju dong, jangan nyewa mulu. Mana nyewanya syukur-syukur juga kalau ello bayar. Kasian gue sama Jess. Kalau dia bangkrut, fix itu salah lo."

Gina tidak terima dikatai seperti itu, "Enak aja! Gue nyewa yah, nggak minjem. Nyewa dan minjem beda yah artinya." Kata Gina sewot.

"Terserah loh deh, yang penting minggu depan lo harus ready. Ingat siapin penampilan ello sespektakuler mungkin demi nama naik WO gue." Sambung Yuli diakhiri helaan napas.

"Iya iya. Bawel banget sih, Yul."

"Dan satu lagi. Stop calling me Yul. Memangnya gue tuyul apa?"

Beep.

Yuli memutus sambungan terlebih dahulu. Gina menyimpan kembali ponsel kedalam saku jeans. Dress marun yang jadi pilihannya ia bawa ke kasir dimana di sana sudah ada Jessica, laki-laki gemulai yang menolak dipanggil dengan nama aslinya padahal Gina lebih suka memanggil sama aslinya, yaitu Jepri.

"Minjem lagi, Cin?" Jessica memasukkan dress itu kedalam kantungan bertuliskan Jess Boutique dengan mulut berkerucut. Pemandangan yang biasa bagi Gina saat datang ke butik Jessica.

"Enggak minjem kok, Jess. Nyewa, entar gue bayar kalau gue udah dapat honor. Fyi kali ini honor gue lumayan loh. Pasti gue bayar lah." Kata Gina nyengir dan Jessica mendesah pasrah. Lagian ini bukan kali pertama Gina menyewa tapi berhutang.

"Lo memang yang paling ngerti gue, Jess." Kata Gina lantas menerima paperbag dari tangan Jessica.

"Awas kalau lo nggak bayar!" Katanya nyaris berteriak sebelum Gina benar-benar keluar dari butiknya.

Sing Me A Love Song (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang