Chapter 31

279 41 1
                                    

"Lo dari mana jam 10 baru datang? Setahu gue, lo nggak ada miting atau ceklok hari ini." Hesa rupanya sudah datang ke kantor sepagi ini. Ia mengikuti Rangga masuk ke dalam ruangan.

"Tadi mampir dulu ke tempat lain." Jawab Rangga lalu duduk di kursinya. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kerjanya, sebuah proposal yang sudah ia kerjakan tapi masih harus di periksa ulang.

"Kemana?" Hesa memasang pose melipat lengan di depan dada. Gayanya saja sok bossy tapi percayalah bahwa Rangga tidak pernah terintimidasi dengan itu tapi justru sebaliknya.

"Urusan pribadi." Jawabnya.

"Urusan pribadi apa?"

"Kalau gue bilang urusan pribadi, artinya lo nggak boleh tahu." Ujar Rangga mengscan setiap lembar di depannya.

"Anjir. Gue yang boss kenapa lo yang lebih galak? Lagian nih yah, sebagai bos, gue cuma tanya bawahan gue dia habis dari mana di jam kerja bukannya kerja. Jawaban lo bertele-tele banget." Komentar Hesa.

"Kan tadi gue udah bilang, urusan pribadi. It's personal. Memangnya ada aturan kalau bos wajib tau masalah pribadi bawahannya?" Rangga kenal Hesa bahkan sejak ia masih sangat kecil makanya ia punya cukup nyali berdebat dengan Hesa yang notabenenya adalah atasannya.

Bahkan, Hesa juga tahu tentang masalah keluarga mereka karena bukan sekali dua kali Papa Rangga datang menemui Hesa sembunyi-sembunyi dan terang-terangan dengan niat agar Hesa memberhetikan Rangga.

"Gaya lo. Memangnya ada hal tentang lo yang gue nggak tahu? Lo minggat dari rumah juga gue tahu, Ga." Ucapnya percaya diri.

Pasti Mamanya yang memberitahu Hesa tentang itu karena Rangga pribadi tidak pernah memberitahu siapapun kecuali Bobby.

Hesa memang sepupu yang paling dekat dengan Mamanya makanya Hesa seringkali melapor kepada Mamanya kalau-kalau ada hal aneh dengan Rangga.

"Sok tahu lo! Gue bukan minggat tapi diusir bokap." Kata Rangga membuka lembaran kertas dengan lebih cepat. Lama-lama suara berisik Hesa mengganggu konsentrasinya.

"Diusir gimana? Mama lo bilang kalau lo minggat terus sekarang tinggal di kafe. Heran gue, punya rumah mewah ngapain mau susah-susah tinggal di kafe?"

"Ternyata lo emang sok tahu banget, Hes." Hesa rupanya tidak tahu istilah lebih baik tinggal di gubuk kumuh tapi hidup tentram dan bahagia daripada tinggal di rumah mewah bermarmer emas tapi hati tidak pernah tenang.

"Yeeeee... orang Mama lo yang...."

"Husss... diam dulu, gue mau angkat telpon." Sela Rangga cepat saat hape yang ia simpan di saku celananya berdering.

Telepon dari pemilik apartemen yang ingin menjual apartemennya.

"Halo?" Ujar Rangga setelah menggeser layar hapenya.

"..."

"Kapan saya datang ke apartemennya, Bu?"

"..."

"Untuk harga bagaimana?"

"..."

"Oke, saya hubungin lagi besok, Bu."

Lalu Rangga menutup telepon.

"Lo masih di sini?" Tanyanya saat sadar bahwa Hesa masih ada di sana, melihatnya dengan tampang menyelidik.

"Lo sama ibu-ibu?" Ujarnya tidak jelas.

"Maksudnya?"

"Lo pacaran sama ibu-ibu, Ga?" Kali ini Hesa memperjelas pertanyaannya yang tentu saja dibalas decakan dari Rangga.

Sing Me A Love Song (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang