"Kamu masih nggak enak badan?"
Gina menggantung handuk basah yang baru saja ia pakai mengeringkan rambut di kursi meja makan. Sebenarnya ia tidak terlalu sering menggunakan hair drayer jika tidak terburu-buru, ia lebih suka mengheringkan rambut secara alami dengan handuk dan membiarkan beberapa saat, rambutnya akan kering sendiri.
Gina memindahkan nasi goreng ke piringnya sambil menjawab, "Nggak, Bu. Kenapa emang?" Bangun sepagi ini dan keramas membuat perutnya lapar apa lagi mencium aroma omlet buatan Ibunya.
"Tadi malam Nak Rangga datang bawain kamu obat banyak banget tapi kamu udah tidur dan ibu nggak bangunin." Jawab Dania sambil mencolok mixer ke sumber listrik. Rutinitasnya tiap pagi selalu sama yaitu membuat adonan kue.
Rangga datang sekitaran jam 10 malam dan Gina sudah terlelap di kamarnya. Baik Dania maupun Nana tidak ada yang tega membangunkan, selain itu Rangga memang berpesan agar Gina tidak dibangunkan. Sambil terus bercerita, Dania lalu memecahkan beberapa butir telur ke dalam wadah dan mulai memutar mixer.
"Oh itu." Gina berdehem lalu melanjutkan, "Tadi malam kepalaku agak pusing terus Mas Rangga bantu beliin obat tapi aku langsung ketiduran, Bu." Ia memberi alasan. Suaranya agak naik karena suara mesin mixer mamanya agak berisik.
Gina harap Ibunya tidak berpikiran yang lain karena perlakuan Mas Rangga. Gina hanya belum siap dengan respon Ibunya saat tahu hubungan dia dengan Rangga sebab ini adalah pertama kali Gina dekat dengan laki-laki mana pun dan ibunya juga tahu akan hal itu.
"Mbak Gina pasti spesial banget di mata bos Mbak Gina sendiri sampai dia repot-repot beli obat segala. Malam-malam pula. " Nana tiba-tiba nimbrung. Ia ikut mengambil tempat di meja makan dan dengan lincah memindahkan sarapan ke piringmya.
Gina tidak terlalu memikirkan pendapat Nana. Mau Nana suka atau tidak dengan laki-laki yang dekat dengannya, Gina tidak ambil pusing. Gina hanya perlu cukup waktu untuk meyakinkan adiknya itu.
Tapi kalau Ibunya yang meminta Gina, itu beda lagi. Keinginan ibunya adalah keharusan bagi Gina sendiri bahkan jika menyangkut tentang hidup Gina sendiri. Jadi kalaupun nantinya Dania meminta Gina untuk tidak terikat dengan laki-laki manapun, sebagai anak Gina harusnya patuh untuk itu.
"Mas Rangga baik banget deh!"
Itu memang terdengar seperti pujian tapi karena kalimat itu keluar dari mulut Nana, itu lebih terdengar seperti nyinyiran apa lagi diucapkan dengan bola mata yang diputar. Gina sih maunya mencungkil bola mata Nana tapi lebih baik saat ini menghiraukan.
"Ini serius Mas Rangga cuma bos lo doang, Mbak? Kok kayaknya nggak mungkin yah? Tadi malam gue lihat dengan jelas Mas Rangga ngelus-ngelus rambut Mbak Gina. Terus Mbak Gina nikmatin aja tuh. Romantis banget." Sambung Nana mengunyah nasi dengan kasar.
Mana bisa tahan kalau Nana mancing-mancing begini. Gina mendelik, "Mending lo makan terus berangkat sekolah. Ini udah hampir jam 8 loh. Entar telat." Ujarnya.
"Mbak sama Mas Rangga pacaran yah?" Tanya Nana tiba-tiba dengan mata memicing.
Gina tanpa sengaja menjatuhkan sendok sampai terdengar bunyi dentingan, "Apaan sih, Dek? Jangan ngaco deh!"
Sementara Dania sibuk dengan adonannya. Sebenarnya ia dari tadi mengawasi percakapan kedua putrinya tapi tidak ikut untuk menengahi. Dania adalah tipe Mama yang tidak mau terlalu ikut mencampuri masalah asmara anaknya kecuali kalau memang ia merasa putrinya butuh saran darinya.
"Gue nggak restuin kalau Lo sama Mas Rangga. Pokoknya nggak. Titik." Balas Nana mantap.
Gina penasaran kenapa juga Nana secara terang-tetangan melarangnya dekat dengan Rangga, di depan Ibu mereka pula. Gina ini kakak tapi kenapa ia merasa seperti anak bungsu yah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing Me A Love Song (On Going)
Romance[16+] Second Project after Love Developer Blurb: Gina punya impian menjadi penyanyi terkenal setara dengan Isyana Sarasvati. Namun ia sadar bahwa menjadi penyayi bermodal pas-pasan: suara pas-pasan dan wajah pas-pasan, maka hasilnya tentu saja pas...