Chapter 66

41 2 0
                                    

"Ki, lo lihat Mas Rangga nggak?"

"Nggak, Gina. Sumpah ni yah, dari tadi nanya Mas Rangga mulu. Kan, gue udah bilang dua hari ini gue nggak lihat Mas Rangga dan dia juga nggak pernah datang ke sini." Kiky yang sudah mulai kesal karena selalu ditanyai hal yang sama berulang kali oleh Gina akhirnya mengomel juga. Jujur dia muak dengan pertanyaan itu.

"Mas Rangga nggak pernah datang ke kafe? Kemarin juga?" Tanya Gina seperti tidak membaca kondisi mental Kiky yang sudah terlalu sabar menghadapinya.

"Iya. Kalau lo penasaran sama Mas Rangga tanya sama Bos Bob atau kenapa nggak nelpon orangnya langsung? Gue sibuk nggak punya waktu ngeladenin ello, tamu pada nunggu kopi mereka loh." Jawab Kiky menunjukkan kepada Gina beberapa tamu yang sudah duduk di beberapa tempat sedang menunggu pesanan kopi mereka tapi Gina malah membuat pekerjaannya semakin lama dengan pertanyaan yang sama.

Gina menyatukan kedua tangan di depan wajahnya, "Ini pertanyaan paling terakhir, Ki, serius. Kalau Mas Bob ada di atas yah?"

"Iya." Jawab Kiky dengan helaan napas. Ia melanjutkan kalau Bobby ada di lantai dua sejak pagi tadi.

"Tumben nanyain gue!" Bobby tiba-tiba sudah ada di samping Gina sambil menyandarkan tubuh di stool, "Gue jadi terharu. Ini kali pertama ada cewek nanyain gue setelah gue batal nikah. Apakah ini semacam plot twist kalau sebenarnya lo sukanya sama gue dan bukan Rangga?" Tambahnya lalu bersiul.

"Hahaha." Bukannya seperti manusia normal yang tertawa, Gina lebih seperti tertawa mengejek.

Bobby bersedekap, "Tenang saja kalau pun itu benar, gue akan bersaing secara adil dengan Rangga." Tambahnya membuat Gina memutar bola mata jengah. Kapan Bobby bisa diajak bicara serius sih?

"Gue nggak naksir siapa pun diantara kalian apa lagi Mas Bob." Bantahnya tegas dan Bobby memasang wajah sakit dibuat-buat karena penolakan Gina. Gina cuek saja, tangannya langsung mencari aktifitas yaitu memperbaiki tatanan rambut yang sebenarnya tidak perlu untuk diperbaiki.

Okay, seharusnya Gina segera menghampiri anak-anak Corner di sudut kafe tapi Bobby punya cara untuk menahannya.

"Terus kenapa nyariin gue?"

"Mau nanyain Mas Rangga, Bos. Hari ini Gina gangguin gue terus. Nanyain bos Rangga mulu sampai gue bosan jawabnya." Kiky tiba-tiba ikut menimpali sambil terus mengerjakan mesin pembuat kopinya. Tangannya aktif namun telinganya jauh lebih peka untuk ukuran orang yang sibuk.

"Bukannya lo nggak punya waktu buat ladenin gue yah, Ki?" Gina mendelik. Ia mengingatkan ucapan Kiky padanya beberapa menit yang lalu.

Kiky mendelik, "Gue cuma bantu jawab." Balasnya lalu memanggil Cici untuk segera mengantar salah satu kopi pesanan tamu yang sudah ia siapkan. Gina yakin itu hanya alasan agar Gina berhenti berkomentar.

Bobby tertawa kecil, "Sayangnya Rangga nggak ada di sini. Nggak tahu juga perjaka tua itu kemana dan ngapain aja dua hari nggak nongol-nongol. Walau sesibuk apa pun dia bekerja, kan nggak mungkin banget dia kerja 24 jam full sampai lupa dunia luar." Ujar Bobby. Kali terakhir ia melihat Rangga adalah malam saat Rangga mempermalukan dirinya sendiri di depan banyak orang dengan lamaran bodoh itu.

"Wahai perempuan labil, kalau sekarang lo nyariin Rangga, kenapa malam itu lo malah kabur begitu aja?"

Bobby tidak sedang menjadi sahabat yang mencoba membela sahabatnya di hadapan perempuan yang mengabaikan lamarannya tapi ini karena Bobby benar-benar penasaran dengan alasan Gina melakukan itu. Misteri bahwa otak semua perempuan yang ada di muka bumi itu kompleks belum terpecahkan dan Gina bahkan malah semakin mendukung argumen itu.

Maksud Bobby adalah Rangga itu patut Gina pertimbangkan sebagai pendamping hidup. Selain emosinya yang tidak stabil, tidak ada alasan kuat untuk menolak Rangga. Rangga punya pesona sebagai pria mapan dan yang paling membuat Bobby bangga adalah sahabatnya itu tidak genit ke perempuan, tidak seperti dirinya.

Sing Me A Love Song (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang