Gina duduk bersila di sofa dengan pandangan kosong ke arah teve namun ketahuilah bahwa ia sedang tidak menonton teve karena teve tidak menyala, tapi dalam pandangan mata batinnya, Gina melihat adegan di kafe tadi, di mana Rangga mengajaknya menikah mendadak, di depan anak-anak yang lain.
Ia beberapa kali menghembuskan napas putus asa karena tidak menemukan jawaban atas kekalutannya. Banyak pertanyaan yang melayang dalam pikirannya dan membuatnya tidak bisa tidur bahkan di saat jam sudah menunjukkan pukul 1 dini hari.
Tadinya Gina hanya membungkus diri di dalam selimut, membalik badan ke segala arah tanpa menemukan kenyamanan namun karena memejamkan mata saja jadi sangat sulit, makanya ia bangkit dan mengaplikasikan masker organik di wajahnya, masker yang kebetulan ia curi dari kamar Nana beberapa hari yang lalu.
Nana tentu saja menyadari hilangnya masker itu tapi Gina mengelak kalau bukan dia yang mengambilnya meski begitu Nana juga tidak percaya.
"Hua....!"
Gina tidak kaget mendengar teriakan Nana disusul bacaan ayat Quran yang membuat Gina pangling karena Nana yang hobinya menghapal lagu Korea kok bisa hapal doa begitu.
Tapi sumpah demi Allah yang membuatnya lebih kaget adalah Nana tiba-tiba saja oleng ke lantai dan meringsek mundur ke belakang dengan mata melotot. Baru kali ini Gina melibat Nana seketakutan seperti sekarang.
"Lo kenapa, Dek?" Tanya Gina berusah keras agar tidak membuka mulutnya atau maskernya akan retak.
"Ngapain Mbak duduk di situ malam-malam? Lampu nggak dinyalain, pakai daster putih, pakai masker lagi. Gue kira hantu, tahu nggak? Sumpah gue hampir mati gara-gara serangan jantung. Ya Allah!" Kata Nana masih duduk di lantai depan pintu kamarnya.
Ia memejamkan mata berkali-kalai sambil mengelus dadanya dan beristigfar.
Gina kembali duduk di sofa dan tak mengindahkan kekagetan Nana setelah mendengar omelan Nana yang artinya Nana sudah mendapatkan kesadarannya kembali. Nana bangkit dan berjalan ke dapur. Ia membuka pintu kulkas dan mengeluarkan air minum. Ia terbangun karena haus tapi malah berakhir nyaris mati jantungan karena kakaknya.
"Mbak pakai masker apaan?" Tanyanya sambil membawa gelasnya ke ruang tamu dimana Gina melakukan semedi dalam wujud hantu.
Pakai masker sih boleh saja tapi maksud Nana apa perlu dandan mirip hantu segala dan rumah dibiarkan gelap gulita? Gina sekadar memalingkan wajah namun tidak menjawab dan semakin menambah kecurigaan Nana perihal masker itu adalah masker curian.
"Mbak yang ngambil masker gue di kamar, kan?" Terkanya langsung tanpa menunggu jawaban Gina.
"Padahal itu masker gue simpen-simpen, gue hemat-hematin, gue sayang-sayangin, mau gue pakai pas jerawat PMS muncul tapi malah diambil diem-diem." Komentar Nana panjang.
"Enter gewe genti, dek. Pelit emet sih." Kata Gina. Ia meminta Nana agar tidak mengajaknya bicara karena ia tidak mau maskernya retak namun Nana tidak peduli.
"Lagian tumben pakai masker tengah malam, duduk sendirian lagi di sini. Kalau Ibu yang nemuin Mbak tadi, mungkin ibu beneran kena serangan jantung. Serius, Mbak beneran seram banget tadi. Dan bisa nggak itu mata biasa aja nggak usah melotot? Makin serem tahu." Ujar Nana.
Lagi-lagi ia mendeskripsikan penampakan menyeramkan Gina dengan masker di wajahnya.
"Hesh! Jengen ngemeng semberengen, Dek." Sela Gina saat Nana membawa-bawa ibu terkena serangan jantung.
"Pengandaian doang, Mbak." Jawab Nana yang rupanya masih bisa memahami ucapan Gina.
"Mbak ada masalah yah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing Me A Love Song (On Going)
Romansa[16+] Second Project after Love Developer Blurb: Gina punya impian menjadi penyanyi terkenal setara dengan Isyana Sarasvati. Namun ia sadar bahwa menjadi penyayi bermodal pas-pasan: suara pas-pasan dan wajah pas-pasan, maka hasilnya tentu saja pas...