"Ello mah kelamaan intro, Bob. Biar gue bantu perjelas. Jadi maksud kita adalah kapan ello lamar Gina dengan serius? Bukan dengan cara bar-bar kayak kemarin. Fyi, cewek itu nggak butuh sekadar hubungan, bahkan komitmen or whatever you name it, tapi dia butuh ello datang ke rumah orangtuanya dan minta Gina baik-baik dan bilang kalau ello serius mau jaga Gina selamanya. Itu yang namanya laki-laki, Ga.""Wait." Rangga mengangkat kedua lengan ke udara. Ia butuh menghentikan ucapan ngelantur Tian atau percakapan ini tidak akan berakhir baik-baik.
"Pembahasan kalian udah terlalu jauh banget. Gue dan Gina bahkan belum berpikir sampai ke arah sana. Kami masih punya banyak waktu untuk saling mengenal satu sama lain. Kami juga masih ingin menikmati jalan berdua tanpa harus memikirkan hal lain. Pernikahan terlalu dini bagi gue dan Gina."
"Jadi kalian mengartikan hubungan perempuan dan laki-laki dewasa itu sebagai apa kalau bukan ke arah pernikahan? Apa ello belum yakin kalau Gina itu cinta terakhir ello? Cuma nganggap Gina tempat singgah ello sementara doang terus setelah bosan ello bakalan menjelajah lagi?" Tanya Tian lagi.
Rangga tidak membenarkan itu namun terlalu dini bagi mereka berdua untuk membahas pernikahan.
Namun menurut Tian Rangga perlu mempertimbangkan juga usianya saat ini. Gina memang masih muda, masih 23 tahun, Gina masih punya banyak waktu untuk menikmati masa mudanya sementara Rangga sudah 33 tahun dan angka itu harusnya membuat Rangga cepat mengambil keputusan. Tapi Rangga dengan beraninya bilang kalau pernikahan terlalu dini bagi dirinya?
Di umur 33 tahun dengan status 'belum menikah' seharusnya patut Rangga waspadai. Okay. Katakanlah bahwa Tuhan sudah mengatur jodoh setiap manusia tapi kalau si manusia tidak menjemput jodohnya, bisa-bisa jodoh Rangga dijemput manusia lain atau jodohnya salah jalan.
"Ya enggak gitu juga. Maksud gue, kami bahkan baru beberapa hari yang lalu sepakat untuk mencoba. Lagian bukan cuma gue yang belum siap komitmen, Gina juga. Ini keputusan bersama." Aku Rangga, memahamkan Bobby kalau ini bukanlah keputusannya sendiri.
"Dan ello percaya?" Tanya Tian. Mode motivator-nya sudah menyala kembali.
"Maksudnya?" Rangga hanya memastikan. What kind of question is that? Lagian Rangga tentu saja percaya. Gina yang bilang sendiri seperti itu.
Tian melonggarkan dasinya yang masih tertata rapi, "Ello memang nggak akan pernah bisa memahami perempuan dengan pikiran kolot, nggak peka dan sikap nggak mau tahu ello, Ga." Tian menyandarkan bahu di sandaran kursi. Tidak tahu Rangga akan jadi seperti apa tanpa dirinya.
"Wait. Kenapa kalian berdua jadi mojokin gue kayak gini?" Komentar Rangga. Tian menghela napas kecewa sementara Bobby terdiam. Kali ini Bobby akan membiarkan Tian mengambil alih.
"Listen to me. Perempuan itu nggak semua bisa dengan mudah speak up apa yang dia mau, apa yang mereka pikirkan dengan mudah. Ada beberapa perempuan yang pasif dan harus ello yang mulai duluan apa lagi kalau menyangkut masalah komitmen. Bisa aja, kan Gina nunggu ello lamar dia tapi karena ello pengecut makanya Gina pendam sendiri. Apa yang ello kira hal sepele belum tentu Gina berpendapat yang sama, Ga."
"I know her better than you. Gina itu bukan tipe yang suka mendam perasaan. Dia perempuan terbuka, langsung jujur dan ngomong apa yang dia mau dan apa yang dia nggak suka tanpa banyak drama." Jawab Rangga meski sebenarnya ucapan Tian memunculkan secercah keraguan di benaknya.
Tian lagi-lagi menghela napas, "Wow... semoga aja ello bener. Fyi, Rena aja yang cerewet juga dulu nggak pernah mengungkit nikah ternyata sebenarnya pingin banget gue lamar cepat-cepat. Dan dia baru ngasih tahu gue tentang itu pas gue udah lamar. Rena bahkan sempat pura-pura nolak lamaran gue karena kelamaan bikin dia nunggu. Lo bayangin aja gimana takutnya gue pas Rena lempar cincin ke kolam berenang waktu itu. Gue nggak tahu bakalan jadi apa gue sekarang seandainya Rena beneran tolak lamaran gue waktu itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing Me A Love Song (On Going)
Romansa[16+] Second Project after Love Developer Blurb: Gina punya impian menjadi penyanyi terkenal setara dengan Isyana Sarasvati. Namun ia sadar bahwa menjadi penyayi bermodal pas-pasan: suara pas-pasan dan wajah pas-pasan, maka hasilnya tentu saja pas...