Hari Senin yang cerah. Tidak ada tanda-tanda hujan akan turun menggguyur Jakarta lagi seperti pekan lalu. Semua berjalan lancar, kantor barunya sudah beres, Rangga dan Gina-pun resmi jadi pasangan.
Hanya ada satu hal lagi yang mengganggu Rangga siang ini, yaitu suara berisik Bobby, "Nggak mau tau pokoknya gue minta PJ. Titik." Cerca Bobby setelah tahu kalau Rangga dan Gina resmi pacaran.
Apa sih yang Rangga bisa sembunyikan dari Bobby? Awalnya Rangga tidak mau bilang apa-apa tapi Bobby yang super cerewet berhasil membuat Rangga gagal bungkam. Ada saja cara Bobby yang bisa membuat Rangga buka mulut tanpa sadar.
"PJ apaan sih, Bob. Lo bukan anak ABG labil yah! Lagian ello punya lebih banyak duit daripada gue. PJ yang bisa gue kasih nggak ada artinya dibandingkan sama isi rekening ello." Balasan Rangga.
Bobby itu kaya Raya. Keluarganya punya bisnis yang tersebar di Singapura dan Malaysia. Bisnis apa juga Rangga kurang tahu. Yang jelas harta Bobby tidak akan habis sampai 14 turunan. Pajak Jadian yang Bobby idamkan juga tidak akan ada nilainya bagi orang kaya macam Bobby.
"Lo kali yang kayak anak ABG, Ga. Dari tadi meriksa Hape terus. Takut amat nggak sempat balas chat si doi. Terlalu lama sendiri bikin ello lebih labil daripada anak ABG." Tian ikut membela Bobby lantaran ikut kesal karena sedari tadi Rangga hanya sibuk dengan hapenya. Rengekan si bayi besar Bobby bahkan digubris ogah-ogahan.
"Ini gue lagi komunikasi sama calon karyawan gue. Sebentar lagi gue ada wawancara di sini. Lo berdua bisa nggak usil bentaran aja? Please? Ini demi kelangsungan karir yang baru gue rintis." Rangga tidak bohong. Ia memang sedang menunggu orang yang dikenalkan Hesa, seseorang yang katanya potensial dan cocok jadi karyawannya.
"Lo mau lihat chat gue biar percaya?" Rangga bahkan menunjukkan isi percakapan singkatnya namun Bobby tetaplah Bobby yang tidak pernah mau menyerah.
"Cuma PJ yang bisa membungkam mulut gue." Bobby belum mengalah. Masalahnya adalah Pajak Jadian yang diminta Bobby tidak main-main jumlahnya. Bobby bahkan tidak mempertimbangkan dompet Rangga yang menipis setelah menyewa kantor dan membeli beberapa furniture untuk kantor barunya.
Pajak jadian pada umumnya adalah traktir makan di resto atau di mana kek. Tapi Bobby malah minta dibelikan lampu kristal yang akan ia pasang di langit-langit kafe padahal lampu yang lama masih berfungsi dengan baik tidak ada cacat sedikit pun.
Rangga menghela napas. Sabar sedikit, walau menyebalkan dan bikin naik darah, begini-begini juga Bobby turut ambil andil dalam kelancaran hubungannya dengan Gina, "Gue kasih PJ setelah modal gue balik."
Rangga bukannya pelit, tapi memang sedang dalam kondisi ekonomi yang terjepit. Dan alasan yang paling kuat adalah lampu kristal yang Bobby idamkan dan konsep FX Cafe sama sekali tidak cocok. Itu pendapat Rangga sebagai arsitek, "Setelah perusahaan gue stabil, terserah ello mau minta apapun setelah itu." Sambungnya. Ia mencoba negosiasi meski dalam hati bingung juga kenapa ia harus menuruti keinginan Bobby.
Bobby langsung mendesis, "Itu mah keburu ello putus sama Gina." Tawaran Rangga sama sekali tidak menarik baginya.
Tian langsung menepuk pelan punggung Bobby, "Lo ngomong jangan sembarangan. Ini gue baru juga senang karena akhirnya status single Rangga sudah copot. Ello malah ngungkit putus. Teman nggak ada akhlak lo, Bob."
Bobby berdecak. Ia memberi saran, "Gue aja yang udah tunangan bisa putus. Apa lagi kalau yang masih pacaran. Backstreet lagi. Itu mah lebih rawan lagi, Bro. Yang ngincar Gina nggak bakalan tahu kalau Gina udah punya pacar jadi siapa aja bebas mau deketin Gina dan ello nggak bisa apa-apa untuk mencegah itu."
Walaupun Rangga nampak tidak peduli dengan isi percakapan mereka tapi telinganya menyimak setiap kata. Benar juga. Gina itu cantik, masih mudah, menarik, lucu, pintar nyanyi lagi. Pasti banyak laki-laki lain yang bakalan jatuh cinta sama Gina apa lagi pekerjaan Gina membuatnya harus tampil di depan banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sing Me A Love Song (On Going)
Romance[16+] Second Project after Love Developer Blurb: Gina punya impian menjadi penyanyi terkenal setara dengan Isyana Sarasvati. Namun ia sadar bahwa menjadi penyayi bermodal pas-pasan: suara pas-pasan dan wajah pas-pasan, maka hasilnya tentu saja pas...