J • 18

22.8K 1.7K 300
                                    

Absen sesuai kota tinggal kalian disini yukk👉👉

🐥🐥🐥

Disinilah Jino dan Ambar sekarang. Di sebuah tempat yang mana para pelaku setiap kejahatan akan mendapat hukumannya. Kantor polisi--penjara. Sepulang sekolah mereka memutuskan untuk langsung ke tempat dimana mama Ambar ditahan, jadi mereka berdua masih mengenakan seragam sekolahnya.

"Ma ..." lirih Ambar saat menatap wajah Kirana yang biasanya angkuh, kini menatapnya sendu.

"Ngapain kamu kesini?" nada dingin mamanya masih sama. Wanita itu masih tak bisa Ambar jangkau. Namun Ambar sangat teramat yakin kalau sang mama begitu menyayanginya, terbukti dengan tindakannya yang telah menyelamatkan Ambar pada saat itu.

"Mama apa kabar?" Ambar menunjukan senyum terbaiknya. Senyum yang tak pernah ia tunjukan pada siapapun.

"Baik, kalau kamu ngga datang."

Ambar terkekeh, bersamaan dengan air matanya yang ikut jatuh. "Ma, Ambar seneng banget bisa ngobrol sama mama kayak gini. Karena kita ngga pernah bertegur sapa sebelumnya kalaupun kita seatap."

Tak ada jawaban. Ambar dapat melihat wajah Kirana yang menoleh kesamping dalam artian mamanya itu sedang membuang muka dan enggan melihatnya.

"Ambar pikir, mama ngga sayang sama Ambar. Mama ngga pernah ada pas Ambar sakit, mama ngga pernah ada pas Ambar nangis, mama ngga pernah ada pas Ambar takut denger suara petir, dan mama ngga pernah ada pas ulang tahun Ambar."

Ambar menggigit bibirnya, mencoba menahan sesak didadanya saat mengingat masa kecilnya yang jauh dari kata bahagia.

"Tapi untung ada bi Ida yang selalu gantiin sosok mama. Bi Ida selalu bilang kalo mama sangat sayang sama Ambar kalaupun Ambar ngga percaya sama omongan bi Ida pada saat itu. Ambar ngga punya kenangan apapun yang bisa jadi bukti kalo mama sayang sama Ambar. Jadi maaf kalo Ambar sempet benci mama."

Jino yang duduk disamping Ambar hanya mendengarkan dengan seksama isi hati Ambar tentang kisah hidupnya yang begitu menyedihkan. Lebih menyedihkan dari masa kecilnya yang hanya kehilangan sosok seorang ayah.

"Teruslah benci mama, Ambar. Benci mama selagi kamu bisa melakukannya. Benci mama sebagai hukuman kamu untuk mama karena sudah menyia-nyiakan kamu selama ini. Dengan begitu, rasa bersalah mama akan berkurang perlahan-lahan." mata Ambar dan Kirana saling bersitatap, dengan pandangan mereka yang tengah berkaca-kaca menahan rasa sesaknya masing-masing.

"Ma..."

"Mama pikir, dengan mempertahankan kamu untuk tetap tinggal adalah pilihan terbaik, dengan mama bisa melihat kamu tumbuh dewasa, dengan mama yang bisa mengawasi kamu diam-diam, dengan begitu mama bisa memastikan kamu baik-baik aja. Tapi ternyata mama salah, Ambar. Hidup kamu makin tersiksa karena mama. Kamu selalu dapat hukuman fisik dari papa tiri kamu, dan mama yang bodoh hanya menjadi penonton dengan melihat kesakitan anak mama sendiri."

Ambar menggeleng lemah, isakannya mulai terdengar pilu, dan Jino mencoba menenangkannya dengan mengusap pelan punggung Ambar.

"Harusnya dulu mama kasih kamu ke orang yang bener-bener bisa menyayangi dan menjaga kamu sebagai anak, atau harusnya mama titipin kamu di panti asuhan supaya kamu bisa ngerasain punya banyak teman, bisa makan dengan tenang tanpa takut apapun. Sedangkan dirumah? Hati mama sakit saat kamu berusaha tegar dan terlihat baik-baik aja. Padahal mama tau punggung kamu sering sakit karena cambukan papa, perut kamu sering kelaparan karena hukuman papa, bahkan kamu sering kecapean karena harus jalan kaki sepulang sekolah. Tapi apa? Mama ngga bisa lakuin apapun, Ambar. Mama ngga bisa. Mama bener-bener ngga berguna jadi seorang ibu."

JINOVAR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang