"Ambar pengen ikut, Bunda. Ambar pengen liat dedek bayi punya kak Nana sama Bang Fares."
Rengekan Ambar yang begitu kekeuh dengan pendiriannya untuk ikut, membuat seisi rumah kebingungan.
"Kamu disini aja sama Jino ya sayang? Perut kamu udah gede, Bunda takut kalo kamu ikut perjalanan jauh malah kenapa-napa." Izel masih berusaha membujuk Ambar dengan sabar. Sedangkan Andra tengah menatap mantu rewelnya itu dengan tatapan jengkel, bukan apa-apa. Harusnya ia dan Izel sudah berangkat dari sejam yang lalu, saat Fares mengabarinya kalau Nana sudah masuk ruang persalinan.
Namun karena Ambar yang terus merengek meminta ikut, Andra dan Izel harus berusaha membujuknya dulu. Jino? Anaknya yang satu itu masih diperjalanan, setelah Andra memerintahnya untuk pulang saat Jino tengah bekerja dikantor.
"Aduh Ambar, kamu diem dirumah aja udah, apa susahnya? Berat loh bawa-bawa dua bayi kalo ikut Ayah sama Bunda ke Bandung."
"Ngga. Lagian kan yang bawa dua bayi Ambar, bukan Ayah. Kenapa Ayah yang sewot?!"
Izel memelototi sang suami, memberinya peringatan untuk diam, daripada berbicara yang mana malah membuat Ambar semakin sulit dibujuk.
"Bun, Yah." Jino yang baru saja memasuki rumah dengan napas terengah, membuat Andra dan Izel berapa lega.
"Ji, bujukin dong istri kamu. Dia kekeuh pengen ikut kita."
Jino yang sudah tau permasalahannya langsung mengangguk.
"Ayah sama Bunda pergi aja, takut kemaleman ntar sampe sana. Salam sama Kakak sama Bang Fares juga, kabarin kalo anaknya udah lahir ya?"
Izel dan Andra mengangguk kompak, lalu berpamitan kepada anak dan mantunya.
Jino menghela napasnya sebentar, mencoba menyiapkan mental untuk menghadapi Ambar yang akhir-akhir ini sering rewel dan lebih sensitif dari sebelumnya.
"Ambar--"
"Ayah sama Bunda pasti takut direpotin Ambar ya? Makanya mereka ngga bolehin Ambar ikut?"
Nahkan. Baru aja diomongin.
Jino langsung duduk, untuk mensejajarkan tubuhnya dengan sang istri, kedua tangan Jino menangkup pipi Ambar yang mana kepala Ambar tengah menunduk lesu.
"Dengerin aku ya, Bunda sama Ayah bukannya takut direpotin kamu. Mereka malah khawatir kalo kamu ikut, kamu kan lagi hamil besar sekarang. Takutnya nanti kamu kecapean, karena jarak perjalanan ke sana itu ngga sebentar, Ambar."
"Tapi kan Ambar pengen liat dedek bayinya kak Nana, Jino."
Jino tersenyum paham lalu mengelus pipi bulat Ambar dengan kedua ibu jarinya, "nanti kan kita bisa video call buat liat anaknya kak Nana, hm?"
"Ambar pengen megang dedek bayinya, ngga cuma liat doang, Jino."
"Iya, nanti kamu bisa megang dedek bayinya. Kan Kak Nana sama Bang Fares juga bakal balik lagi dan tinggal di Jakarta. Jadi nanti kamu bisa ketemu sama dedek bayinya tiap hari."
Binar sendu Ambar berubah cerah, "serius? Ambar jadi ngga sabar nunggu mereka dateng!" pekiknya antusias sambil bertepuk tangan penuh semangat.
Jino merasa lega seketika, karena usahanya untuk menenangkan Ambar kali ini tak terlalu menguras tenaga dan kesabarannya.
"Udah makan?" tanya Jino dengan nada lembut.
Ambar mengangguk, "udah kok. Tadi disuapin Bunda."
Jino tersenyum tipis, "manjanya belom ilang ya? Yaudah kalo gitu aku ganti baju dul--"
"Jangan ganti deh, Jino tinggal lepas jas kerja nya aja. Kita ke mall yuk, beli perlengkapan bayi? Ambar bosen di rumah terus ngga kemana-mana."
KAMU SEDANG MEMBACA
JINOVAR [Completed]
Teen Fiction[FOLLOW DULU, BEBERAPA PART DI PRIVATE] Family Series : 3rd Jinovar Guinandra Dimitri, cowok berperawakan tinggi, tegap, dan gagah itu merupakan ketua dari geng motor yang paling ditakuti dijalanan, ZELVAGOS. Ia tak mempunyai rasa belas kasihan sedi...