J • 38

22.4K 1.7K 475
                                    

Happy 100k readers💋

Jangan lupa vote + koment tiap paragraf☺

🐥🐥🐥

"Jino, ayok!" Ambar terus menarik lengan Jino untuk masuk kekamar, membuat Andra dan Izel yang tengah duduk santai di ruang keluarga merasa aneh.

"Lo duluan aja kekamar. Gue mau ngobrol bentar sama bunda sama ayah."

Bibir Ambar mengerucut, "tapi janji ya, pas masuk langsung gabrug Ambar?"

Jino membelalak kaget, ia menempelkan jari telunjuknya dibibir Ambar lalu sedikit mendorong Ambar untuk masuk kekamarnya yang mana kamar mereka telah pindah kelantai bawah karena Izel yang khawatir dengan kondisi Ambar yang harus turun naik tangga.

Setelah menutup pintu kamar. Jino langsung duduk diantar Izel dan Andra yang menatapnya penuh selidik, terutama si bapak Andra yang mana sebentar lagi akan mempunyai dua cucu.

"Apa itu gabrug-gabrug? Ah Ayah tau, kamu mau en--"

"Ayah! Ngga gitu," Jino merutuki Ambar yang selalu berbicara sembarangan seperti tadi. "Ayah mau ngomong apa?" tanya nya mengalihkan topik, namun tak sepenuhnya, karena Andra memang menyuruh Jino untuk pulang lebih awal.

"Dek--maksudnya Jino, kamu tau kan sekarang kamu udah punya tanggungjawab?"

Jino mengangguk, "iya tau. Terus?"

"Nah maksud Ayah sama Bunda ngajak kamu ngobrol gini, kita mau bahas soal pertanggungjawaban kamu sebagai suami juga Ayah buat anak kamu nanti."

Jino nampak berpikir saat mendengar ucapan Andra, "Yah, lebih spesifik bisa?"

Andra tersenyum tipis, "kamu ada rencana kuliah setelah selesai sekolah nanti?"

Jino menipiskan bibirnya, menimang tentang keinginannya yang satu itu. Andra yang paham dengan raut bingung anak nya kembali bersuara, "kalo misalnya kamu emang mau kuliah, saran Ayah kamu ambil kelas karyawan aja ya?"

"Kenapa emangnya Yah?"

Andra menatap sang istri sejenak, setelah mendapat respon anggukan, barulah Andra kembali menjawab pertanyaan Jino.

"Ayah ngga ada maksud maksa kamu buat kerja. Tapi Ayah rasa ngga ada salahnya kalo kamu udah berusaha cari uang sendiri mulai sekarang." Andra menjeda ucapannya, yang mana ia merasa lega karena Jino mendengarkannya dengan serius.

"Jino, bukannya Ayah ngga mau nanggung semua kebutuhan kamu maupun istri kamu lagi. Tapi disini Ayah cuma pengen kamu bisa benar-benar bertanggungjawab dengan posisi kamu sekarang. Ayah minta kamu buat sedikit-sedikit belajar tentang perusahaan Ayah, yang nantinya jug bakal jadi milik kamu. Ngga usah buru-buru, pelan-pelan aja, yang penting kamu jalaninnya dengan tulus. Kamu bisa sesekali main ke kantor Ayah, ngeliat dan ikut terlibat dalam kegiatan Ayah disana, mulai dari meeting, pengembangan ide, atau misalnya melihat kinerja para karyawan kantor, dan masih banyak lagi hal lainnya yang bisa kamu pelajari."

"Ayah tau kamu masih terlalu muda buat mikirin beban kerja, tapi posisi kamu sekarang adalah tuntutan untuk mendewasakan kamu dengan paksa. Kamu paham kan maksud Ayah?"

Jino kembali mengangguk lalu tersenyum tipis, "Jino ngerti kok Yah. Jino juga emang ada rencana buat nyari kerja. Karena Jino ngga mungkin terus-terusan ngebebanin Ayah sama Bunda--"

"Sayang, kamu bukan beban sama sekali. Jangan bilang gitu. Bunda ngga suka."

Jino mengelus pelan jemari bundanya, "iya bunda. Maksudnya, Jino ngga pengen terus-terusan ngandelin Ayah ataupun Bunda buat nanggung biaya Jino maupun Ambar. Jadi Jino setuju kok saran dari Ayah. Mulai sekarang Jino bakal sering kekantor Ayah buat sedikit-sedikit belajar disana. Jino juga bakal ngurangin waktu main Jino sama temen-temen Jino. Intinya Jino bakal fokus dulu cari nafkah buat Ambar dan biaya buat persalinannya nanti."

JINOVAR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang