J • 20

26.1K 1.8K 263
                                    

Hari ini adalah hari minggu, dimana keluarga Dimitri tengah menyantap sarapan bersama di meja makan. Namun ada yang berbeda dari Ambar. Wajah yang biasanya ceria, sedari tadi menunduk, tak ingin melihat kearah depan, dimana Jino berada.

Izel yang duduk disamping Ambar sontak menatap heran calon menantunya itu, "Ambar, kamu sakit? Kok dari tadi nunduk terus?" tanya nya dengan tangan memegang bahu Ambar.

Yang ditanya malah gelagapan, "a--anu b--bun ... Ambar n--ngga papa."

Ambar tengah merutuki dirinya sendiri karena begitu gugup saat harus bertemu kembali dengan Jino. Bukannya apa-apa, kejadian semalam tentu masih terekam jelas di kepalanya. Yang mana hal itu pula membuatnya sulit tidur, karena perasaannya menjadi tak karuan.

"Iya, aneh banget lo, Bar. Kayak yang gelisah gitu, kenapa?" kini Nana yang bertanya karena melihat gelagat Ambar yang mencurigakan. Hei, jangan lupakan jurusan kuliah Nana yang mempelajari ilmu psikologi. Dan berkat itu, Nana bisa langsung peka dengan tingkah seseorang yang menurutnya tak wajar, seperti Ambar saat ini.

"Am--Ambar ngga papa kok kak. Hehe," nah, apalagi saat melihat Ambar yang malah tersenyum dengan paksa seolah tak terjadi apa-apa. Hal itu membuat Nana semakin curiga.

"Bawel banget lo kak, lagi makan juga." Ambar meneguk ludahnya susah payah saat suara Jino yang baru saja terdengar indah ditelinganya.

Duh, Ambar kenapa sih, jadi serba salah gini. Batinnya.

"Yeh, urusan cewek, jantan diem aja!" sinis Nana pada sang adik yang tentu hanya dibalas lirikan mata malas oleh Jino.

"Jino sama Ambar, kalian ngga lupa kan hari ini jadwal fitting baju pengantin?" tanya Andra setelah menyelesaikan kegiatan sarapannya.

Jino dan Ambar mengangguk kompak.

"Yaudah nanti kalian pergi berdua aja pake mobil. Atau mau dianter ayah sama bunda?"

"Diant--"

"Jino sama Ambar aja yah, berdua." Jino memotong ucapan Ambar yang hendak menjawab agar Andra dan Izel mengantar mereka. Jawaban Jino malah membua Ambar semakin tak karuan, kakinya sedari tadi bergerak gelisah, kedua jemari tangannya masih kukuh saling bertautan. Banyak sekali pertanyaan yang ada diotak Ambar saat ini,

Gimana kalo Jino akan membahas kejadian yang memalukan tadi malam?

Gimana kalo Jino marah perihal dirinya yang refleks menjambak rambut tebal cowok itu semalam?

Gimana kalo--

"Ambar? Helloooow?!" suara Nana yang sedikit berteriak menyadarkan Ambar dari lamunannya. "Lo aneh banget deh hari ini, ngga lagi kerasukan kan? Daritadi dipanggil malah bengong," tanya Nana dengan mata yang memincing makin curiga.

"Bona..." suara peringatan Fares pada istrinya yang berbicara sembarangan.

"Ya abis--"

"Lo udah kan makannya? Kita berangkat sekarang," god! Ambar bahkan sempat menahan napasnya lama saat mata Jino bertubrukan dengan matanya. Ambar merasa wajahnya memanas.

"Kayaknya Ambar sakit deh, bun. Liat muka dia merah gitu." tunjuk Nana tepat didepan wajah Ambar, yang sontak membuat seluruh pasang mata yang berada di meja makan itu menatap Ambar.

"Amb--"

"Ck, dia ngga sakit kak. Dia cuma lagi kesenengan dapet hadiah," seringai Jino yang makin membuat Ambar benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Jino berdiri dan menghampiri Ambar, lalu meraih pergelangan tangan Ambar dan menautkan jemarinya hingga kini tangan mereka saling menggenggam. "Kita berangkat dulu yah, bun, kak, bang."

JINOVAR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang