J • 43

20.8K 1.5K 379
                                    

Jangan males vomment☺

🐥🐥🐥

Tak terasa, usia kehamilan Ambar telah memasuki bulan ketujuh, dimana perut Ambar sudah terlihat buncit seperti om-om gadun.

"Jino, Ambar kok gendut banget pas ngaca?" untuk yang kesekian kalinya Ambar mengeluhkan hal yang sama, tentang perubahan bentuk tubuhnya yang mulai membengkak di beberapa bagian terutama bagian tete--payudara maksudnya.

"Bukan kamunya yang gendut, tapi kacanya yang menciut, Bar." Jino juga sudah mengubah panggilannya menjadi aku-kamu, setelah beberapa kali ditegur bunda, ayah, juga kakak cerewetnya, Nana.

"Bohong!"

"Emang."

Mulut Ambar menganga saat mendengar jawaban Jino, ditambah wajah Jino terlihat flat tanpa merasa bersalah sedikitpun. Suaminya itu malah sibuk dengan macbook-nya yang mana tengah mengurusi pekerjaan kantornya. Keduanya memang telah lulus sekolah sejak dua bulan lalu, dimana Ambar mengikuti ujian paket C untuk mendapatkan ijazahnya.

Selain itu, Jino lulus dengan nilai terbaik, sedangkan Ambar nilainya pas-pasan, seret, bener-bener lebih dikit dari KKM doang, untung lulus juga.

Ambar merebut paksa macbook yang digenggam Jino, lalu berkacak pinggang sambil memasang wajah galak yang malah terlihat lucu dimata Jino hingga membuat Jino terkekeh gemas.

"Jangan marah-marah terus ah. Ngga baik buat si dedek nya." Jino menarik pergelangan tangan Ambar dan mendudukan Ambar diatas pangkuannya. Empuk. Itulah yang Jino rasakan saat pantat Ambar bertubrukan dengan pahanya.

"Pantat kamu tambah montok ya, sayang."

Ambar melingkarkan tangannya dileher Jino sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya yang terbalut kaus tipis, "kan sering diolah sama Jino, makanya pantat Ambar jadi aduhay ngga ketulungan begini."

Jino terkekeh sambil mengelus surai lembut Ambar. Sedangkan satu tangan lainnya mengelus pelan perut Ambar yang menonjol, "mereka lagi ngga pengen apa-apa? Biasanya kalo kamu ngidam suka ngga tau diri." sindir Jino yang berhasil membuat Ambar tertawa, "ngga kok, si dedeks lagi ngga pengen nyusahin papanya kali ini."

"Kebiasaan!" Jino menoel pipi bulat Ambar berulangkali. Itu karena Ambar yang menyebutkan anak-anak mereka dengan panggilan si dedeks. Yang berarti lebih dari satu, begitu katanya.

Dan ya, anak Ambar dan Jino kembar. Mereka juga kaget dengan kabar yang mengejutkan itu, dimana pada saat mereka kembali check up beberapa waktu lalu, dokter menyatakan kalau diperut Ambar ada dua bayi. Pantas saja ukuran perut Ambar lebih dari ukuran perut ibu hamil normalnya. Untuk jenis kelaminnya sendiri, baik Ambar maupun Jino tak mempermasalahkannya, oleh karena itu, mereka tak ingin mengeceknya.

"Eh, si dedeks nendang." pekik Ambar dengan rasa antusias, Jino mengangguk karena ia juga merasa tendangan kecil yang berasal dari perut Ambar, "udah pada bangun belom anaknya papa?" tanya Jino dengan nada lembut, sebagai bentuk sapaan di pagi hari untuk anak-anak tersayangnya.

"Udah Pa, minta duit dong Pa mau jajan." Ambar yang menjawab dengan nada yang dibuat seperti anak kecil membuat Jino tak kuasa untuk tak mengapit hidung mungilnya, "Mamanya emang mata duitan, ya."

"Iya dong, mumpung dapet suami holang kaya, lumayan kan, Ambar bisa morotin Jino biar warisan buat masa tua anak-anak Ambar ntar, hehe."

"Kamu ini, udah berapa kali aku bilangin, jangan terlalu sering main sama Freya, otak kamu sekarang isinya duit melulu."

JINOVAR [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang