Bab Empat

23 9 9
                                    

"Ah sialan, mereka larinya cepat banget!" Aku mendengar ucapan orang lain diluar sana.

"Waduh gimana ini?! Sudah ditembak malah nggak kena, dikasih perangkap malah kita juga yang kena." Hmmmm dua orang ternyata yang ada diluar sana, mungkin para penjaga. Aku hanya diam menunggu mereka pergi jauh-jauh sebelum akhirnya aku keluar dari sini.

"Diam kamu!" Dengan kasar dan geram.

"Gimana ini! Ntar kita juga yang kena masalah karena nggak bisa menangkap semua mutan itu, lagian mutanya banyak banget. Buat apa sih itu mutan sebenarnya? Bukanya para murid sd nggak seharusnya dibiarkan saja oleh para guru di sekolah?"

"Ish kalau kamu tahu yaa, itu mutan bisa jadi kesempatan emas kita, guru-guru pun mendapatkan penghasilan uang yang lebih kan untuk ini?"

"Masa sih?"

"Ya iyalah, hayuk kita cari diujung dekat sungai itu. Siapa tahu mereka sembunyi disana!"

"Ok. Taruhan aja mereka ada disana, aku akan mentraktir kamu makan malam!"

"Ooh ok...ok. Kalau mereka nggak ada berarti aku yang traktir makan!"

"Setuju!" Mereka pun pergi seiring suara tapak kaki yang semakin menjauh dari sini.

Mendengar itu semua aku menjadi kaget dan merinding ketakutan, bagaimana bisa para guru tega sama anak-anak muridnya cuman buat uang doank?!. Mereka nggak mikir apa perasaan orang tua kalau anak-anak mereka semua bukan menusia lagi melainkan sudah berubah menjadi mutan yang menyeramkan seperti ini termasuk aku?.

Aku menjadi sedih dan berat rasanya untuk menerima semua kenyataan hidup yang pahit ini. Aku masih berada didalam lubang, duduk menangis, perlahan-lahan air mataku menetes membasahi kedua pipiku.
"Apakah orang tuaku bakal menerima aku apa adanya dengan wujudku yang seperti ini?" Kataku didalam hatiku dengan rasa sedih dan sakit yang mendalam.

Aku nggak bisa membayangkan lagi bagaimana dengan masa depan aku? Dan apa yang akan terjadi dikemudian hari yang akan datang didalam hidupku. Aku harus menenangkan diriku, aku nggak bisa langsung keluar dari dalam lubang dengan perasaan yang berat ini. Aku berpikir untuk tidur dan beristirahat sementara didalam lubang ini.

                                       • • • •

Malam pun tiba, bulan purnama menyinari langit disertai dengan kerlap-kerlipnya bintang-bintang yang menghiasi angkasa bagaiman kunang-kunang yang sedang beterbangan bebas di udara.

Aku pun terbangun dari tidurku, sempat meregangkan badanku dulu sebelum keluar dari dala lubang. Dengan pelan-pelan dan waspada aku keluar dari dalam lubang, melihat disekelilingku berharap tidak ada penjaga disini. Aku pun berjalan perlahan-lahan menyelusuri pedalaman hutan sendirian.

Disaat aku berjalan melewati pohon beringin, tiba-tiba semak-semak yang ada di samping pohon beringin bergerak dengan sendirinya, aku pun kaget dan langsung mengambil batu sebesar kepalan tanganku, bersiap-siap mau melempar batu tersebut kearah semak-semak yang bergerak itu.
"S...si...siapa itu!" Tanyaku dengan gugup dan gemeteran, aku takut kalau itu ternyata penjaga didalam semak-semak itu. Tidak ada balasan tetapi semak-semak semakin bergerak.
"Satu.... dua..." Aku dah siap mau melempar batu.

"Eh tunggu-tunggu stop, jangan lempar batu. Ini aku Laili!" Ucap Laili melambaikan tangan sambil keluar dari dalam semak-semak tersebut.

"Oalah aku kira kamu penjaga yang sedang sembunyi disana." Kataku dengan lega.

"Yeee. Penjaga dari hongkong?! Kita semua lagi sembunyi. Eh aku kira kamu ketangkap sama para penjaga, kok kamu bisa lepas dari mereka?" Tanya Laili dengan penasaran.

"Ehm yaa bagaimana nggak ketangkap, tadi aku jatuh masuk kelubang yang ketutupan semak belukar jadinya nggak ketahuan lah." Jawabku dengan kalem.

"Yah nggak seru, masa dia nggak ketangkap." Ucap teman-teman lain sambil keluar dari semak-semak persembunyian mereka. Ternyata hanya enam saja yang berhasil terlepas dan tidak ketangkap sama para penjaga termasuk aku.

"Yaudah. Kita harus segera pergi dari sini jauh-jauh, agar kita nggak ketangkap lagi sama para para penjaga itu!" Kata Laili dengan yang lainya.

"Emangnya kamu tahu arahnya? Ini udah malam dan gelap lagi!" Tanyaku kepada Laili.

"Halah. Nggak usah takut, yang penting semua ikut aku!" Perintah Laili dengan tegas ke semua teman termasuk aku.

"Ya betul tuh" timpal yang lainya.

"Yaudah. aku ikut!" Kataku kepada yang lainya.

Aku bersama teman-teman pun mengikuti Laili pergi dengan berjalan kaki. Nggak tahu mau kemana kita pergi yang penting hanya mengikuti Laili saja kemana perginya, perjalanan ini menempuh perjalanan yang sangat panjang sekali. Sampai pada saatnya fajar menyinsing, kita pun kelelahan dan merasa lapar dan haus.
"Aduh capek, kapan kita sampai ini?" Teman-teman langsung mengeluh dan ribut sendiri sambil marah-marah sama Laili. Aku hanya diam saja nggak tahu mau ngapain, hanya melihat mereka pada mengeluh dengan kesal.

"Yaudah kita istirahat dulu disini!" Kata Laili dengan keras.

"Sssst pelanin dikit ngomongnya! Nanti para penjaga kedengeran dan kita jadi ketahuan sama mereka!" Kataku memperingati Laili.

Akhirnya mereka pun beristirahat sambil merebahkan badan mereka keatas tanah, sedangkan aku hanya duduk dibawah pohon sambil menguap lebar-lebar. Laili sedang memikirkan cara agar semua bisa bertahan hidup didalam hutan ini, menunduknya kepala dia sambil berguman tidak jelas. Ketika aku menguap untuk yang kedua kalinya, aku melihat keatas pohon dan ternyata ada banyak buah mangga yang masih segar. Aku pun sangat senang melihat itu dan langsung memberitahukan ke semua teman-teman.
"Hoi... hoi. Ini ada buah mangga diatas pohon ini, kalian mau nggak!?" Kataku dengan seru.

"Ah nanti aja capek!"

"Iya kamu makan sendiri aja" timpal yang lain

"Beneran nggak mau? Yaudah kalau begitu." Kataku dengan cuek sambil memetik dua buah mangga yang dekat denganku. aku mencoba memakan satu buah mangga, aku agak kesusahan untuk menggigit buah mangga. Jadinya aku memakan dengan menyobek daging buah mangga perlapis dengan cakarku.

Laili datang menghampiriku dan berkata
"Ehm, boleh minta buah mangga nggak?" Dengan memelas kepadaku.

"Oh boleh kok," kataku sambil memberikan manggaku ke Laili.

"Terimakasih syah." Kata Laili sambil tersenyum.

"Sama-sama." Balasku dengan senyuman juga.

Saat aku mau melanjutkan makan buah mangganya, tiba-tiba aku melihat di buah manggaku ada satu cacing yang sedang keluar menggeliat dari dalam daging mangga. Melihat itu aku langsung membuang dengan melempar buah manggaku jauh-jauh daripada aku kena Diare selama tiga minggu.
"Loh kenapa kamu buang mangga kamu?"

"Didalamnya ada cacingnya Lal!"

"Hah apa iya kah?" Kaget Laili sambil melihat buah mangganya dengan teliti.

"Iya, tetapi nggak semua buah mangga ada cacing juga."

"Ehehe cuman memeriksa doank takut ada cacing, geli dan menjijikan." Kata laili dengan nada menjijikan, " yaa persis tuh, kadang-kadang ada orang yang menyamakan orang lain dari satu orang yang berbuat salah malah yang kena jadi semuanya."

"Hmmm stereotip itu." Gumamku dengan datar.

Mutant Dragon no Onnanoko (Gadis kecil Mutan Naga)  Finish season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang