Bab Empat Puluh Enam

3 0 0
                                    


Langit menghitam dengan gumpalan awan hitam yang sangat lebat, lalu di susul dengan rintikan hujan yang mulai membasahi muka bumi ini. Beberapa saat aku mulai setengah sadar saat aku merasakan bagian atas kepalaku mengenai sebuah tetesan air yang masuk melalui lobang pada lempengan besi yang menimpaku.

Mataku agak buram dan berusaha ingin melihat di sekelilingku, agak gelap juga kulihat dengan cahaya yang sedikit dari lubang pada lempengan besi tersebut. Sesekali mendengar suara petir yang menggeledar dengan keras dari luar, lalu di susul dengan suara denging yang muncul di telingaku dengan pelan.

Kepalaku terasa sakit sekali dan seluruh badanku mati rasa, aku menggerakkan tanganku pun aku nggak bisa merasakan apa-apa dari tanganku. Dari bola mataku terasa udara dingin yang berhembus dengan halus dari lobang pada lempengan besi tersebut.

Suara rintikan hujan mulai semakin deras dari luar, bahkan tetesan air mulai banyak mengenai atas kepalaku. Aku berusaha untung bangun tetapi badanku terlalu lemah untuk berdiri.

Tiba-tiba ada suara. "Tin ... tin ... tin" terus menerus dari luar lempengan, lalu di susul dengan ada suara manusia lain yang berada di luar lempengan. Nggak lama kemudian lempengan besi yang menimpaku tiba-tiba terangkat dengan perlahan-lahan dengan mobil bulldozer yang sangat besar, sebagian lempengan besi juga di potong menggunakan gergaji besi dan bor api secara bersamaan.

Beberapa saat kemudian muncul sebuah sorotan cahaya dari senter yang menyilaukan kedua mataku, lalu di iringi dengan suara teriakkan.

"Woi, ada hewan yang tertimpa di sini!"

"Itu bukan hewan, itu mutant, tolong selamatkan dia!" Ucap dari suara yang memang tersengar sangat familiar di telingaku.

Aku sempat mencoba melirik keluar dari sorotan cahaya senter tersebut, tetapi seketika padanganku gelap seperti di tutupi oleh sesuatu, lalu aku merasa badanku seperti di seret dahulu baru diangkat dengan perlahan-lahan.

Di setengah sadarku aku merasa kesadaranku mulai berkurang lagi, lalu dengan perlahan kelopak mataku mulai menurun dan menutupi bola mataku dan mulai nggak sadarkan diri kembali.

• • • • •

Ntah berapa lama aku udah nggak sadarkan diri, tetapi di tengah aku mengumpulkan nyawaku secara penuh, aku merasa badanku hangat dan di bagian bawah badanku, terasa lembut juga saat ku sentuh. Hidungku merasakan bau ruangan yang pernah ku rasakan sebelumnya.

Tiba-tiba kepalaku terasa seperti di belai dengan tangan yang lembut dan halus, perlahan ku membuka mataku lalu melirik ke atas. Perlahan aku memfokuskan pandanganku agar nggak buram dan bisa melihat dengan jelas apa yang ingin kulihat sekarang ini.

"Udah bangun? Weh mantap." Ucap seseorang dengan suara yang pelan dan lembut, ah iya ... Pak Bejo. Di saat pandanganku nggak buram kembali, tepat di mataku aku di tampilkan sebuah senyuman yang manis dari Pak Bejo. Ia langsung memelukku dengan pelan-pelan, Pak Bejo sepertinya merasa senang jika aku selamat dan masih hidup.

"Kukira kamu kabur pergi kemana ish, tetapi selamat ya dan terimakasih untuk menyelamatkan anak-anak di sana." Ucapnya Pak Bejo dengan sedikit ada isak di antaranya.

"Eh ... adekku gimana pak?"

"Adekmu selamat kok, untungnya nggak ada korban jiwa dari insiden tersebut."

"Hah ... syukurlah." Balasku sambil menghembuskan nafasku dengan panjang.

Sempat ada hening di antara kita berdua, lalu Pak Bejo berbisik kepadaku.

"Di luar pintu, mereka udah datang."

"Siapa?"

"Ish, orang yang kamu sayang lah."

"Bentar ... siapa ... eh jangan bilang ...."

"Iya, keluargamu."

"Anda kasih tahu atau gimana?"

"Aku sempat menemui adekmu dulu, aku masih ingat juga nama dari adek mu, si Nadiya kan?"

"I ... iya."

"Nah, terus aku sempat bertanya dulu dan juga sekalian kasih tahu soal kamu kepada adekmu lalu ke kedua orang tuamu."

"Reaksi mereka gimana?"

"Bagian kamu berubah menjadi mutant ... belum ku jelaskan ke mereka, tetapi aku nanti keluar sebentar untuk memberitahu kronologis dari kamu dulu sebelum akhirnya mereka bisa bertemu dan berhadapan denganmu, ok?"

"Ok pak."

Pak bejo pun melepas pelukanya dariku, lalu ia berdiri dan berjalan keluar sambil menutup pintunya kembali.

Aku sempat mendengar percakapan dari luar dan ada suara kaget juga dari suara ibuku. Sempat juga ada perkataan dari ayahku. "Ah, nggak mungkin, mana bisa itu ... nggak logis banget!" Tetapi Pak bejo dengan sabar menjelaskan ke mereka dengan pelan-pelan.

Aku hanya bisa terduduk diam di dalam ruangan, tepatnya pada dalam kerangkeng dengan pintu kerangkeng yang masih terbuka dengan lebar.

Aku sempat melihat ke diriku terutama pada seluruh badanku ini, ada banyak perban yang dibalutkan pada tangan, kaki, ekorku, dan juga pada atas kepalaku setelah kuraba dengan pelan-pelan.

Seketika aku sempat terkaget dengan suara murka dari ayahku sambil berkata. "Nggak usah ngarang pak, mana bisa juga manusia berubah menjadi hewan bla ... bla ... bla ...."

Aku masih salut sama Pak Bejo yang masih dengan sabarnya berhadapan kedua orang tuaku, padahal aku sendiri merasa takut juga dengan bentakan dari mereka berdua.

Tiba-tiba aku melihat adekku yang mulai mengintip di belakang Pak bejo pada sela pintu yang ia buka dengan sedikit, aku langsung tersenyum lalu melambai kecil padanya, tetapi ia langsung menutup pintunya kembali lalu aku mendengar kata camdaan ke kakakku di sela perbincangan antara Pak Bejo dan kedua orang tuaku.

"Masa ada hewan tiba-tiba melambai ke aku."

"Hewan apa? Eh kan emang kakakmu jadi mutant."

"Masa mutant kek gitu lihat tuh." Adek membuka pintu sedikit membiarkan kakak juga mengintip melihatku, dan aku hanya tersenyum dan kembali melambaikan tanganku kepada kakakku. Kakak langsung menjauh dan pintu kembali tertutup.

"Aku malah nggak percaya itu saudara kita, ih lucu juga lagi dia kalau misal dia jadi hewan kek gitu, kita bully sama-sama." Ucap kakak kepada adek, ntah dengan nada iseng candaan atau nada sinis.

"Ih, nanti kita lihat dulu lah."

Jujur sebenarnya candaan mereka membuatku sakit hati juga, tetapi jika aku berkata ke mereka kalau candaan mereka ada yang membuatku sakit hati, yang mereka jawab pasti. "Ih gitu aja baperan!"

Nggak lama kemudian kedua orang tuaku datang masuk ke dalam ruangan, berjalan dengan perlahan-lahan dengan tatapan mata yang nggak bisa di percaya saat melihatku.

Mata ayahku juga terbelalak dan hanya bisa diam terkaku padaku, aku memberanikan diriku dan memanggil kedua orang tuaku dengan senyum tipisku. "Mama ... papa ..."

Ekspresi dari kedua orang tuaku tambah nggak karuan seakan seperti ada perasaan kecewa juga terhadapku, terlihat pada matanya juga mulai menatap dingin kepadaku, keringat dingin mereka mulai keluar juga membasahi lehernya.

Adek dan kakak juga melihatku dengan kaku, senyum tipis dariku perlahan mulai memudar.

Mutant Dragon no Onnanoko (Gadis kecil Mutan Naga)  Finish season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang