Bab Empat Puluh Tiga

2 0 0
                                    


Setelah para penjaga udah pergi jauh dari aku, sempat menengok ke kanan dan ke kiri untuk memastikan mereka udah benar-benar nggak ada di sekitarku.

Aku pun mulai terbangun secara perlahan-lahan, berjalan mengendap-endap dengan penuh waspada dan hati-hati.

Tiba-tiba secara nggak sengaja aku mengincak sebuah pecahan cermin yang sudah patah tak beraturan, di situ aku melihat di pecahan cermin tersebut aku nggak melihat pantulan diriku.

"Eh lah, bentar, wajahku kemana?" Sempat ku ambil pecahan kaca tersebut dan aku benar-benar kebingungan, "Ini kah yang membuat para penjaga nggak melihatku?"

Di saat aku masih memegang pecahan cermin sambil menggoyangkan kepalaku di hadapan pecahan cermin untuk bisa melihat pantulan bayanganku, tiba-tiba ada suara alarm di susul dengan suara panggilan yang berisi sebuah pengumuman.

"Silahkan masukkan barang X10 ke stage dua puluh, saya ulangi lagi. Silahkan masukkan barang X10 ke stage dua puluh."

Semua para penjaga yang tadinya menyebar untuk mencari aku, sebagian dari mereka mulai masuk ke dalam bangunan lab tersebut.

Aku pun dari belakang langsung mengikuti mereka, berjalan perlahan-lahan berusaha untuk nggak membuat debu yang berlompatan dari langkah kakiku.

Mereka masuk dari pintu depan yang di buka secara lebar-lebar, dan aku melihat ada banyak anak-anak kecil termasuk dari adek-adek kelasku dipaksa bangun dari dalam kotak muatan mobil truk, lalu ada anak-anak lain yang berjalan masuk ke dalam ruangan dengan leher dan kedua tanganya di borgol dan di beri rantai yang panjang dan saling menyambung ke borgol lainya.

Beberapa penjaga berteriak kepada semua anak-anak kecil dengan suara yang begitu keras dan kuat.

"Bangun kalian semua, dah pagi masih tidur aja!"

"Bangun, bangun, ku tembak kalau nggak bangun!"

Mau nggak mau, anak-anak tersebut langsung terbangun walaupun badanya masih agak oleng karena nyawanga belum keisi penuh. Di saat mereka berdiri pun langsung di borgolkan kedua tangan dan leher mereka. Setelah itu mereka di dorong untuk segera masuk ke dalam lab.

Aku melihat itu semua agak kaget dan semua anak-anak ini juga mengalami hal yang lebih buruk dibandingkan aku yang hanya di bius lalu bangunya udah berada di dalam kerangkeng.

Aku pun berjalan masuk lewat jalan lain, menaiki tangga ke lantai atas, semua penjaga aku lewati dengan sangat hati-hati, nggak lupa untuk ekorku agar nggak terinjak oleh para penjaga yang sedang lewat di sini.

Di saat aku sampai ke lantai dua, aku melihat ada banyak tabungan kaca yang besar-besar berisi dengan cairan dan mahkluk aneh-aneh, ntah itu janin atau hewan apa tetapi mereka semua keadaanya seperti mayat hidup.

Aku mendekati ke salah satu mahkluk hewan yang bentuk tubuhnya aneh, wajahnya seperti hewan kuda nil tetapi bentuk badanya seperti hewan anjing. Bergerak dengan terbatas lalu ku melihat tali pusar yang terhubung pada perut dan ke atas sebuah pipa bening yang kecil.

Aku benar-benar nggak tahu mau diapakan mahkluk-mahkluk ini sama profesor Ling Lung. Bahkan aku melihat ada juga bayi manusia yang dimasukkan ke dalam tabung kaca lalu di beri sebuah suntikan dari tangan robot, bayi tersebut langsung menangis-nangis dengan keras.

Tak lama kemudian kepala bayi tersebut membesar lalu salah satu matanya ikut membesar sampai hampir copot dari wajahnya, tangan dan kakinya ikut menyusul membesar tetapi seketika "Plop!" Kepala bayi tersebut langsung meletus mengeluarkan semua isi otak yang berceceran mengeluarkan darah dan cairan berwarna putih.

Seketika aku langsung ketakutan, ingin menangis dan rasa jijik muncul, mual pun datang tak terbendunv, aku segera menahan mulutku untuk nggak muntah di sini.

Walaupun kepala bayi tersebut sudah meletus hancur tetapi tangan dan kakinya masih bergerak-gerak ke atas dan ke bawah, rasanya aku ingin menangis sejadi-jadinya setelah melihat itu semua. Orang tua mana lagi yang main kasih bayinya ke profesor gila di sini?! Sumpah aku juga merasa nggak tega dan merasa trauma akan hal itu.

Aku menengok ke kanan dan ke kiri untuk mencari tempat yang sekiranya bisa menampung muntahanku.

"Huek, muntah di mana ini?!" Seketika aku melihat ada ember besi di dekat meja, aku langsung berlari lalu muntah-muntah sampai tenggorokan dan perutku terasa sakit perih.

Tiba-tiba ada yang memanggilku dari belakanb dengan suara yang nggak asing lagi di telingaku.

"Hai, Aisyah."

"Huek, eh?" Aku langsung menengok ke belakang dan melihat ternyata ada si Laili, berdiri dengan mantap lalu di tangan kirinya diam-diam memegang sebuah pistol.

"Eh bentar, bisa lihat aku?" Tanyaku di dalam hati. Aku langsung melihat ke pantulan ember besi, ternyata muncul pantulan diriku lagi secara buram, "Lah tadi bisa nggak kelihatan gimana caranya?" gumamku dengan pelan.

"Dah lama ku cariin ternyata kamu ada di sini Syah!"

"Lah kamu sendiri ngapain di sini? Bukanya seharusnya dah kabur lari jauh dari lab sini?"

"Hah, bukan urusanmu, tetapi kamu sendiri kemana aja?!" Bentak Laili

"Ya ... maaf kalau tadi aku kepisah terus nyasar ntah kemana."

"Kukira kamu dah mati, haah ...." Laili berjalan mengelilingiku dengan perlahan-lahan, "Gini ya, dari awal, aku memang takut dan ingin segera kabur aja dari sini ... tetapi percuma aja, karena dengan wujudku yang juga menjadi mutant juga nggak akan di terima oleh masyarakat, mau sebaik apapun kepada mereka pun pasti mereka ketakutan dengan wujudku yang seram seperti ini. Kamu sendiri pun juga nggak bisa kan diterima oleh mereka." ucap Laili sambil tersenyum sinis.

Aku melihat itu langsung jaga jarak denganya, perasaanku ada yang nggak enak dengan Laili.

"Lal, sebenarnya bisa kok kalau kamu ingin diterima oleh masyaraka ..."

"Nggak usah ngarang kamu! Kamu sendiri juga masih tersesat sampai akhirnya kembali ke sini, mau ngapain kamu ke sini hah!?"

"Aku ingin menyelamatkan adek ku."

"Ih, seharusnya kamu senang, adekmu bisa jadi temenmu yang nggak lagi sendirian menjadi mutant sepertimu." Emosiku tergejolak, aku langsung ingin memukul Laili tetapi ia langsunh menodongkan pistolnya tepat di hadapanku.

"Ish, ish, memalukan banget. Kamu nanti juga nggak akan sendirian kan, Masa adek, kakak dan kedua orang tua kamu manusia, kamu sendiri malah mutant?"

"Kampret lu, nggak mau juga mereka menjadi mutant seperti aku dan kamu!"

"Hah, padahal kamu selalu sendirian." Ucap Laili dengan ketus, Aku pun terdiam sambil menundukan kepalaku kebawah, "Lihat kan? Buat apa juga kamu selamatin mereka? Kalau memang nggak mau sendirian, sekalian semuanya menjadi mutant, karena kamu dan aku sendiri pun juga ingin di terima oleh masyarakat kan? Kalau kita berbeda seperti ini, yaudah mereka juga harus menjadi mutant daripada adanya diskriminasi dan rasis terhadap bentuk wujud yang seperti ini Syah!"

Terbesit di kepalaku sebuah kata-kata yang bisa ku sampaikan kepada Laili secara singkat, "Di tengah keramaian pun, aku juga merasa sendirian."

Mutant Dragon no Onnanoko (Gadis kecil Mutan Naga)  Finish season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang