Bab Empat Puluh Satu

2 0 0
                                    


Aku nggak tega juga untuk memberitahu mereka, takutnya mereka jadi tambah panik. Maka aku alihkan pembicaraan mereka.

"Mending kita makan aja gimana?"

"Heh?"

"Apalagi dah malam gini mending sekalian cari makan."

"Emang kamu punya uang?"

"Yaa ... nggak sih, kalian punya uang jajan kan? Di kumpulin jadi satu, kita kumpulin buat membeli makanan. Harus cepat juga sebelum mobil truk ini berjalan lagi."

"Kita di dalam mobil truk?"

"Lebih tepatnya di dalam kotak muatan mobil truk."

"Oalah, emang kita mau dibawa kemana?"

"Kurang tahu aku, tetapi aku masih berusaha mencari jalan keluar untuk mengeluarkan kalian semua." ucapku sambil menenangkan adek-adek kelas lain.

"Kangen ibu hueee."

"Udah ssssttt ... nanti pulang juga ketemu lagi." ucapku walaupun aku nggak tahu bakal beneran bisa selamat atau nggak pada adek-adek kelas ini, "By the way, yang punya uang saku siapa aja? Sini kumpulin dulu buat bisa membeli makanan."

"Ok."

Adek-adek kelas lain yang udah tersadar pun berkumpul sambil mengeluarkan uang jajanya masing-masing ke bawah.

Aku melihat ada yang membawa uang lima ribu Rupiah, sepuluh ribu Rupiah, bahkan ada yang membawa uang jajan lima lima puluh Rupiah sampai seratus ribu Rupiah.

"Buset, kamu bawa uang sebanyak itu mau beli mobil?" Tanyaku ke salah satu adek kelas pemilik uang lima puluh ribu rupiah dan seratus ribu Rupiah.

"Ehehehe ..." Mereka hanya tertawa geli.

"Ok, untuk uang segini mau di beliin makanan apa?"

Mereka langsung bersorak-sorak menyebut nama makanan. "Pizza."

"Nggak, hamburger."

"Jangan, makan seblak aja!"

"Woi lah, milih makanan yang sesuai uangnya aja, uang segini mana bisa beliin makanan itu semua. Ntar nggak di habisin aku getok kepala kalian semua!" ucapku dengan agak gemas kesal pengen ku banting adek-adek kelas.

"Hmmm beli apa yaa ... yang murah tetapi kenyang hmm."

"Beli nasi goreng cukup nggak ya sebentar, kalian semua ada berapa?" Tanyaku kepada mereka.

"Dua puluh sembilan orang."

"Hmmm sebentar. Satu, dua, tiga ehm banyak juga ya ... takut nggak cukup uangnya dek." Kataku sambil menghitung uangnya.

"Emang nasi goreng harganya berapa?"

"Setahu aku lima atau sepuluh ribu Rupiah." Sempat berdiskusi adek-adek kelas di depanku.

"Kalian ada dua puluh sembilan orang ditambah aku jadinya tiga puluh, kalau sepuluh ribu Rupiah yang ada cuman bisa kebeli sepuluh bungkus aja ... yang paling murah apa lagi coba."

"Kalau nasi kuning berapa?"

"Kalau aku beli sih harganya tiga ribu Rupiah untuk satu bungkusnya."

Aku berpikir untuk membeli makanan nasi kuning aja daripada nasi goreng.

"Yang masih belum sadar sekalian di beliin nggak makananya?" Tanyaku kepada adek-adek kelas.

"Sekalian aja sih, takutnya mereka, dah bangun besok paginya."

"Iya juga sih, yaudah beli nasi kuning aja, sekalian minumanya apa kalian?" Tanyaku kepada adek-adek kelas lainya.

"Es teh!"

"Jangan, muahal dek."

"Cuman dua ribu Rupiah aja, kan murah." Kata salah satu adek kelas berambut gaya jambul coklat dengan ekspresi tanpa dosa.

"Dua ribu rupiah kali dua puluh sembilan berapa dek?!" Kataku kepada salah satu adek kelas berambut gaya jambul coklat sambil terpaksa senyum, untung masih bisa menahan tanganku untuk melayang jitak kepalanya.

"Uhm berapa ya?" Kata salah satu adek kelas berambut gaya jambul coklat tersebut sambil memainkan jarinya untuk menghitung.

"Udah, dah. Mending air putih aja, ok. Daripada nantinya tumpah dan ngundang semut di sini." Kataku dengan tegas kepada adek kelas lain.

"Emang di dalam mobil truk ada semut?"

"Ya ada lah, udah buruan beli nasi kuning dan air putih di luar." Kataku sambil memanjat ke atas dan berpegangan ke lubang, "Siapa yang mau beliin makanan dan minumanya?"

Adek-adek kelas langsung menunduk kan kepala lalu berjalan mundur secara perlahan-lahan.

"Lah, lah. Siapa ini yanh beliin makanan dan minumanya?"

"Anu ... takut kak."

"Udah, nggak usah takut. Beli cepat-cepat juga keburu macetnya menghilang dan mobil truknya berjalan lagi!"

"Ayo siapa, kamu aja ya!"

"Nggak kamu!"

"Kamu!"

"Astaga, tuhan, ujian apalagi ini." Kataku di dalam hati sambil menepok jidatku.

"Esh ... aku pilih aja deh ya, kamu aja tuh yang adek cewek di sana. Nanti beliin makanan dan minumanya di bungkus ke dalam kantong plastik besar ya." Kataku sambil menunjuk ke arah salah satu adek kelas perempuan berkerudung merah muda.

"Uhm ok kak."

"Eh, kak?"

"Kakak Icah kan?"

"Eh?" Aku nggak menduga ada satu adek kelas yang masih mengenalku walaupun wujudku berubah seratus persen berbeda dari yang dulu, "Kok kamu tahu?"

"Dari suaranya dah kelihatan hehe." Ketawa sambil tersenyum adek kelas berkerudung merah muda tersebut.

Aku pun mengigit baju seragam bagian belakang lalu ku angkat untuk bisa mengeluarkan adek kelas berkerudung merah muda, setelah ku keluarkan, ku taruh adek kelas berkerudung merah muda tersebut di atas kotak muatan mobil truk ini, lalu ku beri uang untuk membeli makanan dan minuman ke bawah.

Dengan pelan-pelan ku keluarkan kepala dan separuh badanku, setelah itu ku angkat kembali adek kelas berkerudung merah muda untuk ku turunkan ke bawah jalan trotoar dari atas kotak muatan mobil truk ini mumpung orang-orang sedang nggak ada yang melihat ke sini.

"Ingat, makanan nasi kuning dan minumanya tiga puluh bungkus di masukin ke dalam kantong plastik besar. Kalau dah beli kamu ketuk di sini yang keras ya biar aku bisa kedengeran." Kataku sambil memberi intruksi kepadanya.

"Ok, kak." Adek kelas berkerudung merah muda tersebut pun langsung pergi dengan cepat-cepat masuk ke dalam jalan pasar. Sedangkan aku segera masuk kembali ke dalam kotak muatan mobil truk sebelum ada orang lain melihatku.

Sempat aku kepikiran seperti ini, "Hmmm bisa atau nggak ya ... takut itu adek malah nyasar atau malah kabur nggak mau bantuin beliin makanan ke sini ish ..."

Adek-adek kelas lainya mulai berjalan lalu duduk berkumpul bersama mengitariku. Aku hanya menenangkan mereka sampai membiarkan mereka memainkan ekor dan kedua sayapku.

Aku juga nggak enak kalau misalnya adek adek kelas ini kelaparan selama perjalanan ini, apalagi di keadaan mereka yang sedang terculik ini.

Sebenarnya bisa aja aku bisa langsung mengeluarkan mereka semua sebelum mereka akhirnya dibawa sampai ke tujuan untuk bisa di ubah menjadi mutant. Tetapi nggak mungkin juga aku langsung menaruh mereka ke jalan raya yang udah jelas mereka nggak tahu kemana arah mereka pulang ke rumah. Apalagi ke tempat asing atau tempat sejauh ini, ntar kalau di culik tamat riwayat mereka juga hiii.

Mutant Dragon no Onnanoko (Gadis kecil Mutan Naga)  Finish season 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang